Mulut ku tergagap hendak berbicara, lalu tertutup lagi, begitu seterusnya hingga beberapa menit.
"Eh... Maaf?" hanya ucapan itu yg terlantar. Aku mengutuk diri sendiri dalan hati, "kau menunggu hari ini itu sulit, Aressa!!" Batinku berteriak.
Abi menatap ku dingin, begitu menusuk hingga aku sendiripun merasa ngilu membalasnya.
"Kau selalu memperhatikan ku setiap waktu, mengapa?" dan aku hanya terdiam kaku mendengar pertanyaannya. "a-aku...ehm...gue...aduh" aku bingung sendiri untuk menjawab.
Nervous akan keadaan, "Ahh.. Enggak, gue ga merhatiin lo kok, mungkin cuma kebetulan" jawab ku akhirnya. Hingga beberapa detik aku menahan nafas mendengar cetusannya,
"Ga ada suatu nama kebetulan, yg ada cuma takdir."
Dia masih menatap ku instens, tangannya meraba tuts piano asal hingga mengeluarkan bunyi nyaring tak menentu.
Aku menarik nafas sebelum menjawab, "Dan punya banyak alasan untuk memilih takdir atau kebetulan di hidup masing-masing orang." balas ku tenang lebih tepatnya berpura-pura tenang seraya meraih biola dan menaruhnya di tempat khusus tanpa menoleh pada Abi sedikit pun.
Aku dapat merasakan tatapan Abi yg mengikuti setiap langkah ku. Tahu aku akan menyerah pada suasana, akhirnya bergegas keluar ruangan.
"Permainan biola tadi, sangat bagus." aku mendengarnya, pipi ku memerah malu salah tingkah. Ternyata dia memperhatikan ku tadi?
XXXX
"Vio, tadi di cariin Rey. Dia nunggu di kantin katanya." Lena, gadis ayu itu menggedikkan dagunya ke arah kantin. Aku hanya bisa mengangguk membalasnya seraya bergumam kata terimakasih.
Dengan enggan aku melangkah ke dalam kelas, menduduki diri dan kembali merenung kembali kejadian beberapa menit lalu.
Itu adalah kali pertama Abi berbicara pada ku. Dan sialnya, percakapan kami tadi sungguh menjebak, merugikan pihak ku dan terlalu... Tepat.
"Heh, kupret. Di cariin dari tadi juga lo!" suara Nike terdengar samar di telinga ku, tenggelam oleh pikiran aneh yg bersemangat menyerbu.
"Sialan gue di kacangin" aku merasa bahu ku di goyang pelan, "VIOOOOOOOOO" aku gelagapan mencari sumber suara, pekikan Nike yg seperti toa membuat telinga ku pengang.
"Oit,oit, ga usah teriak-teriak begitu kali, ga sadar suara lo jeleknya minta ampun" aku mulai ngamuk liat Nike cengengesan. Dengan kesal, aku menarik rambutnya yg selalu di gerai, berbeda dengan ku yg selalu di kuncir -entah itu kuncir kuda atau setengah- dengan bawah yg mengikal dan Keke yg berambut pendek yang jatuh lemas.
"Abisnya elo, gue ngomong dari tadi malah di kacangin" rajuk Nike membuat ku bergidik geli. "Sok imut, iewh" bibir Nike manyun seketika.
"Emang tadi lo ngomong apa?" tanya ku kembali pada topik, Nike tampak berfikir lalu menjentikkan jarinya, "Ah ya, itu si Rey tadi nyariin lo. Dia nunggu di kantin katanya" jelas Nike membuat ku memutar bola mata malas.
Aku menenggelamkan wajah ke dalam lipatan tangan, "Udah tau, lo temenin gih, gue males ketemu orang apalagi setan kaya lo" ucapan ku membuat Nike mendengus sebal. "Lo aja sono, gacoan siapa gue yg kena imbas" gerutunya, aku masih bergeming.
Masih memikirkan kejadian beberapa menit lalu. Pujian pertama kali seorang Abitama pada Viola, ini sangat imposibble bagi ku.
"Ihh, si Vio mah. Bodo ah, gue pengen lunch sama Banyu" kali ini aku yg mendengus mendengarnya, lalu terdengar kaki yg berhentak beberapa kali sebelum pergi.
Biarlah, saat ini aku hanya ingin memikirkan takdir atau kebetulan.
XXXX
Saat jam olahraga dimulai, aku melihat Rey melambaikan tangannya pada ku yg aku balas dengan anggukan singkat.
Lalu segera pergi ke toilet untuk mengganti baju. Sungguh, niatku beberapa hari ini hanya ingin menjauhi Rey agar lelaki itu tak salah mengartikan tindakan ku. Tapi entah kenapa, menjauhinya sangat sulit. Bukan berarti hati ku tak menerima tapi karena lelaki itu yg semakin gencar menemuiku. Entah itu di lab, di perpustakaan, di ruang music atau di kelas, bahkan lebih gilanya lagi di rumah.
Lelaki nekat.
"V, lo ko udah jarang keliatan sama Rey? Kalian berantem ya? Apa udah putus?" Intan menoleh pada ku, menatapku dengan penuh keingintahuannya. Aku terkekeh, "Buset dah, kalo temen berantem gue kan si Riva'i bukan Rey" jawab ku seadanya. Jujur saja, aku sedikit risih saat seseorang menanyakan hubungan aku dan Rey.
"Ih, si Va'i mah emang demennya godain lo. Ini Rey, Vio! Ya ampun, Jauh banget Va'i ke Rey" Intan menatap ku tak sabar, ia sampai membalikkan badan sebelum kembali menguncir rambut.
"Hehe, kan sama sama R depannya. Udah ah gue duluan, btw gue ga ada hubungan apa apa ko sama Rey" dengan cepat aku berjalan keluar, mengacuhkan Intan yg berdumal di dalam sana.
Koridor dasar terlihat sepi, hanya ada beberapa murid sekelas yg terlihat berhilir mudik di sekitar lapangan. Aku mengulum bibir, entah kenapa aku merasakan hadirnya Abi.
Ap-- tunggu, sudah sejauh ini 'kah? Sampai hawa tubuhnya pun aku bisa hafal?
"Viola!" aku menoleh pada sang suara, Rey masih ada disana. Menatap ku dengan senyum ringannya seraya melambaikan tangan sama seperti tadi. Aku hanya membalasnya dengan anggukan ringan -lagi, enggan menyapa lebih.
Saat Rey hendak mendekati ku, aku melihat segerombolan lelaki berlarian mengarah pada ku. Mereka pelari cepat sehingga aku tak bisa menyelamatkan diri sedetik pun.
'BUGH''BUGH''BUGH'
Setelah itu, aku hanya ingat suara menyakitkan dan tubuh yang tak kalah nyeri bersamaan dengan mataku yg memburam karena menahan sakit di punggung.
Sebelum kegelapan menyergap, salah seorang dari gerombolan tadi menyembul, aku tak tahu siapa dia yg mengangkat ku karena setelah itu tubuhku melemas.
---
"Vio, V, bangun dong. Siapa sih yg nabrak Viola?!"
"Gerombolan anak dua belas Ipa satu, Ke. Katanya mereka lari larian kaya monyet di koridor dasar"
"Oh si kawanannya Abitama ya?"
"iya, kawanannya si Reza juga"
"Halah, Si Cabul namanya, bukan Reza"
"Dia kan cabulnya sama elo, kalo sama cewe lain ngelirik juga kaga. Padahal banyak cewe cantik yg nyantol sama Reza, secara cowo ganteng ke dua di sekolah"
"Yang namanya cabul mah tetap aja cabul, mesum, pikiran kotor, atau apalah itu"
"Tapi... Dia itu ganteng, cool, badannya atletis, ya walaupun jauh kemana mana Abitama sih"
"Rey juga ganteng, Ke. Btw dia ko ga jenguk Vio ya?"
"Ya ampun, lo juga percaya sama gosip murahan itu? Denger ya, Va'i, Vio dan Rey itu ga ada hubungan apa apa. Mereka cuma temen, Saat ini Vio cuma ingin berteman sama Rey. Ngerti?"
Hening panjang....
"Iya gue ngerti, tapi gue denger hal itu bukan dari orang lain, Rey langsung yg bilang gitu sama gue"
Aku mendengar percakapan itu sayup-sayup, aku mendengar jika Rey yg menyebarkan gosip hubungan antara aku dan dia. Ingin sekali mata ku terbuka dan menuntut penjelasan, tapi.. Aku kembali tenggelam pada kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow's You
Teen FictionAressa yg sadar akan perasaannya pada Abitama sejak setengah tahun yg lalu Itu hanya mampu mencintai dalam diam. Tak ada satu orang pun yg tahu, bahkan Keke dan Nike -kedua sahabatnya- Aressa adalah seorang pemain biola di sekolahnya, gadis realisti...