"We met at the wrong time. That's what I keep telling myself anyway. Maybe one day, years from now, we'll meet in a coffee shop in a far away city somewhere and we could give it another shot."
**
Akhir pekan biasanya menjadi waktu yang sangat dinantikan wanita karier seperti Diandra—yah, walaupun ia baru benar-benar merasakan lelahnya bekerja setahun belakangan karena jarak antara kantor dan rumahnya cukup jauh—tapi tidak kali ini.
Sejak kemarin ia uring-uringan, bahkan ketika hari ini Adrian mengajaknya ke Galeri Nasional, ia menolaknya. Padahal, acara yang diadakan disana merupakan salah satu acara yang ditunggu-tunggu Diandra selama tahun 2016 ini.
Apa mungkin menstruasinya maju? Tidak, tidak mungkin. Diandra biasanya selalu datang bulan pada tanggal-tanggal tua, dan selama yang bisa ia ingat, tidak pernah di awal bulan.
Brigitta Mariana: besok ikut ke GI gak? Cia ngajakin bareng, biar irit. terserah syp yg mau bawa mobil
Brigitta Mariana: yg lain udah pada fixed nih
Diandra memandang layar ponselnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Pesan dari Brigitta sejak setengah jam lalu itu belum juga ia balas.
Tidak ada yang salah dengan acara reuni. Ia hanya perlu datang dan bertemu teman-teman yang bahkan sudah lama tidak ia dengar kabarnya dan lost contact sama sekali.
Diandra selalu suka bertemu teman-teman lamanya—walaupun pertemuannya itu kebanyakan secara tidak sengaja—dan mengenang masa-masa dulu, mengingat-ingat hal yang pada masanya memang bukan merupakan persoalan penting, tapi ketika dikenang bertahun-tahun setelahnya, maka akan menjadi hal yang memorable.
"Kamu kenapa sih, Kak? Lagi ada masalah di kantor?"
Suara lembut ibunya itu membuat Diandra menggeleng pelan, "Lagi nggak enak badan, Ma."
Sosok wanita dengan rambut yang beberapa helainya sudah berubah menjadi putih itu hanya menatap anak sulungnya iba. Sejak dulu, Diandra memang tidak pernah terbuka pada keluarganya kalau ada masalah apa-apa dan lebih memilih untuk menyimpannya sendiri. Timbul penyesalan dalam diri Irene Wijaya ketika mengingat masa-masa remaja Diandra.
Diandra adalah anak yang pintar, ia hampir tidak pernah berontak seperti remaja-remaja kebanyakan. Walaupun ayah Diandra merupakan orang yang keras dan menerapkan peraturan-peraturan yang ketat seperti tidak boleh membawa teman laki-laki ke rumah, jam malam yang hanya boleh sampai maghrib kalau hari sekolah dan sampai jam delapan malam kalau akhir pekan, tidak boleh menginap (walau di rumah teman perempuannya sekalipun!), dan tidak boleh menggunakan pakaian yang terbuka (Diandra bahkan tidak pernah punya hotpants, sedangkan tanktop-nya hanya ia fungsikan sebagai pakaian dalam).
Pernah suatu ketika, Diandra dan ayahnya bertengkar hebat, dan setelahnya mereka tidak saling menegur selama satu minggu. Irene memarahi anak perempuannya itu karena tidak meminta maaf, namun Diandra menyanggahnya dan untuk pertama kalinya, Diandra mengatakan hal yang membuat batin Irene merasa menyesal telah ikut memarahi anak perempuannya itu.
"Cara mendidik anak kan nggak harus dibentak dan dikasarin, Ma. Aku juga manusia biasa."
***
Diandra sedang mengerahkan seluruh fokusnya ke buku Sherlock Holmes yang baru ia beli minggu lalu ketika tiba-tiba sebuah notifikasi Whatsapp masuk ke ponselnya. Sebuah personal chat, tapi kali ini dari Alicia.
Alicia Rizaldi: heh, orang tersibuk sedunia! mau bareng gak? gue udah otw nih
Alicia Rizaldi: nanti gue tunggu di dpn pim kalo emg mau bareng. kabarin ASAP!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Jakarta
Romance❝Senja itu romantis. Dia yang paling banyak berkorban dari Siang dan Malam. Hadirnya sesaat, cuma sebagai peralihan. Walau Senja sadar kalau dia indah, tapi dia nggak egois. Nyatanya, ia memilih untuk mengalah.❞