01. The Cream In My Coffee

102K 5.7K 363
                                    

Jakarta, 2016

"Mbak Diandra?" panggil seorang pelayan kedai kopi dengan lantang.

Seorang wanita dengan kemeja putih yang dibalut blus hitam mengambil kopi pesanannya sambil mengucapkan terima kasih pada pelayan kedai kopi langganannya itu. Rambut coklatnya ia kuncir kuda, setelannya sehari-hari jika pergi ke kantor.

Walaupun bukan penggila kopi, tapi Diandra suka Caramel Macchiato—alias satu-satunya kopi yang bisa ia toleransi kadar kepahitannya—dengan tambahan whipped cream dan saus karamel di atasnya.

Samar-samar terdengar lagu You're The Cream In My Coffee-nya Nat King Cole mengalun indah. Sementara Diandra menunggu laptopnya menyala, ia melirik ke luar jendela.

Most men tell love tales

And each phrase  dovetails

You've heard each known way

This is my own way

Ia selalu suka duduk di dekat jendela, sambil sesekali memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang dan kendaraan-kendaraan yang membunyikan klakson tidak sabaran, merasa seolah-olah urusannya adalah yang paling penting se-ibukota.

"Sorry terlambat, udah nunggu lama?"

Suara yang terdengar familier itu membuat Diandra Wijaya menoleh, senyumnya perlahan mengembang melihat pria dengan kemeja berwarna biru muda yang digulung sampai siku itu. Fyuh! Ia hampir mengira laki-laki itu batal datang. Maklum, dia memang sangat workaholic.

Diandra menggeleng, "Nggaklah, kopi gue juga baru dateng."

Laki-laki itu tersenyum lega kemudian duduk berhadapan dengan Diandra, "Tadi gue ada meeting mendadak sama anak-anak HRD."

Sambil menyesap kopinya, Diandra mengangguk.

"Santai aja sih, kaku banget?"

Adrian Soeharsono terkekeh pelan kemudian membalasnya dengan asal, "Yaaa basa-basi aja sih sebenernya."

"Ih, rese!" imbuh Diandra sambil pura-pura ngambek, "Sana gih, pesen minum dulu. Mumpung gue baru gajian nih!"

Dengan satu gerakan luwes Adrian tahu-tahu sudah meninggalkan meja mereka. Diandra memperhatikan punggung Adrian yang perlahan menjauh. Kokoh. Lalu pandangannya beralih ke rambut hitamnya yang agak berantakan.

Tumben. Mungkin dia nggak sempat sisiran abis sholat ashar, pikir Diandra sebelum akhirnya memusatkan perhatiannya kembali ke laptop yang ada di depannya.

Entah sudah berapa lama Diandra dan Adrian berteman dekat. Mereka sering sekali menghabiskan waktu bersama, dan Adrian juga sering menawarkan tumpangan untuk Diandra kalau wanita itu sedang tidak membawa mobil—seperti hari ini.

Mereka bertemu kira-kira satu tahun yang lalu, ketika Diandra baru masuk ke salah satu kantor akuntan publik terbesar di Jakarta. Kantor mereka berada di gedung yang sama di bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Adrian sendiri merupakan manajer HRD perusahaan yang begerak di bidang advertising.

Pertemuan mereka bisa dibilang lucu—atau klise, lebih tepatnya. Ketika itu, Adrian secara tidak sengaja menabrak Diandra saat wanita itu baru keluar lift dan membuat tumpukan dokumen yang sedang dibawanya berjatuhan kemana-mana.

Belum cukup klise?

Bagaimana kalau setelah kejadian itu, dokumen mereka tertukar—padahal Adrian sedang membawa dokumen cukup penting untuk proyek barunya? Seperti yang bisa ditebak, Adrian kemudian mencari-cari informasi tentang Diandra, yang ketika itu hanya ia ingat wajahnya.

Eits, tunggu dulu. Ini bukan sinetron. Hasil pencariannya? Nihil. Adrian hampir gila waktu itu!

Pertemuan kedua mereka yang terjadi secara tidak sengaja di kedai kopi yang berada tepat di basement kantor beberapa minggu setelahnya adalah awal dari perkenalan Diandra dan Adrian. Sejak saat itu mereka jadi akrab, bahkan teman-teman kantor mereka menyangka mereka berpacaran. Yah, kantor Diandra dan Adrian hanya berbeda satu lantai, jadi wajar saja banyak yang menganggap kedekatan mereka lebih dari teman.

Notifikasi Whatsapp masuk ke ponsel Diandra ketika ia sedang mengetik e-mail balasan untuk teman kantornya. Dari grup conference geng SMA-nya yang berisi lima orang, termasuk Diandra.

Alicia Rizaldi: eh, pada dateng nggak?

Alicia Rizaldi: sent a photo

Diandra langsung men-download foto yang dikirim sahabat yang biasa ia panggil 'Cia' itu.

Ah, ternyata sebuah poster dengan background gedung SMA-nya, dengan efek kamera zaman dulu. Sial, gue berasa tua banget! gumam Diandra dalam hati. Judul poster—yang ternyata adalah undangan itu—terpampang jelas di bagian atas dengan huruf kapital yang berukuran besar.

"REUNI ANGKATAN 2011"

Lokasi: Sushi Tei Grand Indonesia

Waktu: Minggu, 9 Juni 2016 (19.00 - selesai)

Dresscode: Monochrome

Daisy Natasha: gue pengen dateng sih, udah lama gak ketemu kalian!

Nayla Gayatri: ayook. asik nih pasti ketemu sm mantan2 wkwk

Daisy Natasha: yee itu sih elo yang ngebet nay *efek gak punya mantan pas sma*

Alicia Rizaldi: diandra sama brigitta mana nih? pada sibuk2 bgt sih akuntan dan dokterku

Nayla Gayatri: penasaran bgt daii mau ngeliat evan. kayanya dari fotonya sih udh makin ganteng  

Alicia Rizaldi: sama bgt nay gue jg penasaran pgn liat azka wkakaka

Daisy Natasha: gue jadi pgn ketemu mantan sma :(

Daisy Natasha: tapi baru inget kalo gapunya. huft

Diandra masih menyimak obrolan teman-temannya, ketika Adrian kembali ke meja mereka dengan kopi berukuran venti.

"Serius banget, Di?" goda Adrian sambil memamerkan deretan giginya yang rapi dan bersih itu.

Diandra memutar bola matanya ke atas kemudian menunjuk kopi milik Adrian dengan dramatis, "Mentang-mentang gue traktir, lo pesen yang venti, ya! Dasar gak mau rugi!"

Adrian kontan langsung tertawa, "Yaudah deh gini, kalo gak ikhlas... gue balikin deh ke mas-masnya? Gimana?"

"Ih, ngambeknya jelek!" respon Diandra, ikut tertawa melihat Adrian. 

Adrian memang tidak terlalu tampan, bisa dibilang wajahnya biasa saja seperti normalnya orang Indonesia kebanyakan. Tapi dia adalah sosok yang kharismatik, gaya bicaranya lugas dan tatapannya hangat.

Tiba-tiba ponsel Diandra bergetar. Sebuah notifikasi Whatsapp lagi, tapi kali ini personal chat dari Brigitta.

Dari kelima sahabat SMA-nya, Diandra memang paling dekat dengan Brigitta karena mereka sudah kenal sejak awal masuk SMA.

Brigitta Mariana: dateng reunian gak? 

Masa-masa SMA Diandra memang sudah berlalu lima tahun lamanya, dan selama ini belum pernah diadakan reuni yang benar-benar resmi sampai dibuat undangan segala!

Membaca pesan masuk dari Brigitta membuatnya berpikir keras.

Hmm... reuni SMA?

***

Halo semuanya! Makasih banyak udah baca part 1 dari Senja di Jakarta. Semoga kalian suka yaa

Senja di JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang