Jakarta, 2016
Pagi itu setelah melakukan kegiatan beres-beres kamar secara paripurna akibat ia kehilangan dokumen penting—yang ternyata terselip di antara tempat tidur dan lemarinya karena ia ingat memang belakangan ini begadang untuk menyelesaikan deadline pekerjaannya dan dokumen itu pasti jatuh tanpa ia sadari—Diandra malah terduduk lemas karena menemukan kumpulan foto dan film lama serta secarik postcard dari London yang sudah kekuningan dan usang, berisi tulisan tangan yang ia kenal dan dan gaya penulisan yang ia hafal betul.
Hatinya berdenyut nyeri ketika membacanya. London. 2012. Timezone yang mencapai enam jam membuat komunikasi jadi sulit sekali dilakukan—dan ketika segalanya terasa dingin, laki-laki itu paling tahu caranya membuat Diandra mekar merekah bagaikan bunga di hari pertama musim semi. Dulu sekali, ia ingat jatuh cinta pernah sesederhana dan semenyenangkan itu. Lalu ia melihat film dan hasil foto dari kamera analog yang sekarang tersimpan rapat-rapat di lemari gudangnya; ada foto seorang laki-laki dari belakang dengan jaket kulit hitamnya di sebuah konser, lalu ada foto random di suatu sore di tempat langganannya mencetak foto, lalu ada foto dua pasang sepatu kets yang blur namun ia tahu pasti milik siapa sepasang sepatu satunya lagi itu.
Kalau sudah begini, ia payah sekali. Rasanya ia ingin mendekam dan berdiam diri di kamar seharian sambil mendengarkan lagu-lagu sedih dan menangis sendirian. Namun, semalam ia sudah terlanjur mengiyakan ajakan Adrian untuk menemaninya mengunjungi salah satu art exhibition terbesar yang diadakan di Indonesia tahun itu.
Pasalnya, pameran bertajuk Art Stage Jakarta 2016 itu merupakan pameran kelas premium di mana lukisan-lukisan yang dihadirkan dikurasi dari berbagai seniman-seniman kelas atas di seluruh penjuru Asia; salah satunya ada Yayoi Kusama, yang terkenal dengan karya-karyanya yang colorful, walaupun interpretasi di balik karya-karyanya sebenarnya adalah bentuk dan cara Yayoi untuk healing, lalu ada juga Takashi Murakami, seorang seniman kontemporer asal Jepang yang sering melakukan kolaborasi dengan artis-artis papan atas. Walaupun bertabur seniman asal luar, sebenarnya, highlight dari pameran itu adalah karya-karya Affandi, maestro ekspresionisme asal Indonesia, yang jarang dilihat publik. Salah satu rumah lelang paling prestise di dunia, Sotheby's pun ikut serta memboyong koleksi Affandi milik mereka. Tak lupa beberapa art house lokal juga turut serta membawa karya-karya terbaik mereka dalam pameran ini.
Diandra sendiri merasa senang dan beruntung bisa datang karena Adrian mendapatkan akses tiket yang mudah, hal tersebut merupakan sebuah privilege karena ayah Adrian yang memang merupakan sutradara film yang memiliki nama cukup besar di kalangan pekerja seni di Indonesia—walaupun itu artinya, dengan menghadiri pameran ini, maka untuk pertama kalinya Diandra akan bertemu dengan ayah Adrian. Lagipula, siapa tahu bertemu dengan Adrian bisa membuatnya sedikit melupakan "kejutan" kecil yang diberikan semesta padanya tadi pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Jakarta
Romance❝Senja itu romantis. Dia yang paling banyak berkorban dari Siang dan Malam. Hadirnya sesaat, cuma sebagai peralihan. Walau Senja sadar kalau dia indah, tapi dia nggak egois. Nyatanya, ia memilih untuk mengalah.❞