Dua.

587 99 23
                                    

Previously...

Setelah itu, mata hijau indahnya terbuka.

-------------------------------------------------------

"What the fuck," gumamku. Aku tersentak kebelakang dan matanya membesar, menatapku.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanyanya. Suaranya dalam dan serak. Aku baru menyadari ia memiliki aksen British yang kental.

"A-aku hanya menaruh makananmu di sini. Aku tak boleh di sini kecuali pasien sedang tidur."

Dia hanya mengangguk dan kembali tertidur. Tubuhnya membelakangiku. Aku bisa melihat otot punggungnya dari sini.

"Stop watching me," ia mengeluh.

Aku berlari keluar dan mengunci pintu selnya rapat-rapat. Dia sangat mengintimidasi. Bahkan hanya dengan nada bicaranya.

Aku terus membagikan nampan-nampan ini ke setiap sel yang ada. Sampai aku selesai dengan lorong bagianku. Lalu aku kembali ke dapur untuk menaruh troliku. Aku bertemu dengan Hannah yang sedang mengambil minum.

"Hannah," panggilku pelan. Ia menengok dan meminum minumannya. "Kau dapat lorong berapa?"

Ia seperti berpikir. "Seingatku lorong yang ada Nancy Burn," ia menjawab. "Memangnya kau dapat lorong berapa?"

"Tiga," jawabku singkat. "Aku tidak ingin dapat lorong tiga lagi."

Ia menaikkan satu alisnya. "Memangnya kenapa?" tanyanya dan ia melanjutkan dengan cepat. "Oh, Harry!"

"Shh! Pelankan suaramu!"

"Memangnya ada apa dengan Harry?" tanyanya memelankan suaranya.

Aku menggidikan bahuku. "Dia..." aku mencari kata yang pas untuk mendeskripsikannya.

"Kau," ia memotongku sebelum aku melanjutkan sambil menunjuk ke arahku dan menaruh gelasnya, "baru satu minggu di sini. Kau harus membiasakan diri di sini. Banyak lebih gila darinya."

"Bu-"

"Tapi, tak ada yang lebih tampan darinya," potongnya.

"Tapi, tetap saja dia gila."

Setelah melontarkan kata-kata itu, aku merasa bersalah. Sejujurnya, aku bahkan tak pernah berpikir kalau Harry itu gila.

Aku melihat Hannah tersenyum jahil padaku dan berdecak pinggang. Aku mengangkat satu alisku. Kalau ia sudah melakukan ini, pasti ada sesuatu yang buruk menimpaku.

"Kita mau kemana sih, Han?" tanyaku bingung. Setelah mengantar makan siang tadi, sampai pukul 3 sore, Hannah terus-terusan berkata bahwa ada sesuatu yang akan ia tunjukan padaku. Dan sekarang ia menarikku entah kemana.

Ia berhenti di depan pintu yang bertulisan 'Workout Room'.

Hannah memegang gagang pintunya dan berkata, "Well, I know you hate everything in here. But," ia memutar gagangnya tapi tak mendorong pintunya, "you gonna love this one!"

Seruan Hannah diiringi decit pintu yang ia dorong. Dan yang benar saja, mataku langsung menangkap Harry yang sedang berolah raga dengan tread mill. Tapi bukan itu yang membuatku terfokus padanya.

Harry sedang shirtless.

Shirtless.

SHIRTLESS!

Rambut keriting panjangnya diikat. Dan di sekujur tubuhnya yang berbalut keringat, aku bisa melihat ta-tunggu!

"Gimana caranya dia bisa mendapatkan tato-tato itu? Tak mungkinkan balita umur 3 tahun memiliki tato?" tanyaku heran.

Insanity. (Harry's Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang