Delapanbelas.

349 49 19
                                    

Previously...

Aku dan Zayn mencapai orgasme kami bersama-sama. Zayn mengeluar masukkan penisnya beberapa kali lagi sebelum tubuhnya jatuh di atasku.

------------------------------------------------------------

Setelah kami berpakaian, aku duduk membelakangi Zayn dan air mataku lagi-lagi bercucuran. Aku bisa merasakan bedak dan maskaraku yang luntur.

Apa yang baru saja kuperbuat? Apa ini mimpi? Aku pun berharap seperti itu.

"Indiana?" panggil Zayn pelan dari belakangku.

Apa ini salah? Tentu saja. Kau tahu Harry sudah cukup sakit melihatmu memeluk dan mengecup pipi Zayn, apalagi mengetahui jika kau sudah bercinta dengannya?

Tapi, aku pun tak tahu pasti, apa memang benar bunga itu dari Harry? Kan bisa saja itu hanya ada orang iseng, lagi pula di lantai apartemenku terdapat banyak kamar. Tapi rasanya tidak mungkin kalau itu orang yang tidak sengaja atau bagaimana. Tentu saja itu Harry, Indiana! Kau tidak memiliki siapa-siapa dan teman yang berinisial H.

"Indiana!" panggil Zayn lagi, kali ini sedikit lebih keras. Suaranya yang memanggilku tersentak dan menghilangkan ribuan pikiranku tentang Harry. "Apa kau menangis?" tanya Zayn lagi. Aku bisa merasakan dia mendekat padaku.

Dengan cepat aku menepis air mataku dan menggeleng cepat. Aku bisa merasakan napas Zayn di belakangku. Tangannya melingkar di pinggangku, dengan kepala yang di taruh di atas bahuku.

"I'm sorry," desis Zayn di telingaku dan mencium pipiku sekilas.

Aku tak mengerti harus marah, kesal atau apapun itu. Bagaimana pun juga, aku membiarkannya melalukan itu padaku.

Dengan cepat aku menggeleng dan tersenyum asam padanya. Aku memiringkan kepalaku dan menatap matanya dalam. Mata cokelat indahnya menatapku dalam, senyumnya mengembang di bibir manisnya.

"Am I hurting you?" tanyanya manis disertai wajah manisnya.

Aku mengangguk. "But I enjoy it," jawabku pelan.

Zayn menyenderkan kepalanya di bahuku sampai aku bisa merasakan napas hangatnya menyentuh leherku.

Lalu mobil yang kami naikki berhenti. Buru-buru aku melihat ke arah kaca mobil ini dan melihat sebuah gubuk tua di tengah rerumputan.

"Kurasa kita sudah sampai," gumamku pada Zayn. Ia tak menjawabku. Kepalaku melihat ke arahnya yang masih menyender di bahuku.

Zayn tertidur dengan mulut yang sedikit terbuka.

Aku tersenyum melihatnya. Zayn terlihat sangat lucu saat sedang memejamkan matanya. Aku bisa melihat bulu matanya yang indah dari sini.

"Zayn," panggilku pelan. Aku sebenarnya tidak ingin membangunkannya, tapi mau bagaimana lagi? Kami sudah jauh-jauh dari kota untuk beranjak ke sini.

"Zayn!" panggilku sekali lagi. Tangannya yang masih melingkar di pinggangku mengerat. Lalu matanya terbuka.

Aku tertawa saat melihat wajahnya yang baru saja bangun tidur. Ia terlihat sangat menggemaskan.

"Apa?" tanya Zayn polos dengan suara seraknya.

Aku menggeleng dan melepaskan tangannya dari pinggangku. "Kita sudah sampai," ujarku dan turun dari mobil.

Saat aku di luar, angin dingin menerpa kulitku. Lalu tiba-tiba sesuatu menutupi punggung dan lenganku.

"Kau melupakan mantelmu," ucap Zayn yang baru saja keluar dari mobil.

Insanity. (Harry's Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang