[8]

52 5 7
                                    

Jumat, 3 Agustus 2012 [Day 19]

Bel pulang berbunyi nyaring. Murid-murid langsung berhamburan keluar kelas. Aku lebih memilih untuk keluar belakangan karena jika aku memilih untuk keluar lebih dulu, ada kemungkinan aku akan pingsan terdesak. Sebenernya nggak se-lebay itu, sih.

Aku menggandeng ransel di punggungku dan berjalan keluar kelas. Koridor sekolah masih cukup ramai. Biasanya mereka akan nongkrong dulu di sekolah. Aku mempercepat langkahku menuju gerbang sekolah.

Hari Jumat sekolahku selalu pulang lebih cepat dari hari biasanya. Kalau biasanya pulang jam 2, maka hari Jumat kita pulang jam 12.

"Lexa!" terlihat dari kejauhan seorang gadis berlari ke arahku. Aku menghentikan langkahku dan berbalik menatap gadis itu.

"Eh, Clay. Gue kira lo udah nunggu di depan,"

"Yee, gue malah nyariin lo daritadi, tau? Kenapa jalan cepet-cepet banget, sih? Sampe ngos-ngosan gue ngejar lo doang," kata Clay. Aku hanya bisa terkekeh kecil mendengar protesnya. "Dan kenapa kaki lo itu jenjang banget? Udah deh, yuk. Anak-anak udah pada nungguin di tempat parkir kayaknya," sambung Clay. Aku tersenyum tipis dan menggandeng tangannya seraya berjalan kembali.

"Jadi perempuan harus tinggi juga. Minta nyokap lo tarik kaki lo tiap malem," ucapku sambil tertawa.

Terlihat Bagas dan Stefan sudah menunggu di tempat parkir.

"Maaf kita lama, hehe." Kata Clay.

"Iya, gapapa. Jadi gimana, nih? Kalian berdua ikut mobil gue atau gimana?" tanya Bagas.

"Gue sih bebas aja," kata Clay, lagi.

"Eh, gue mau sama Stefan aja deh. Lagi pengen naik motor, seru!" kataku dengan senyum licik seraya melirik ke arah Clay. Clay menatapku tajam. Kurasa dia tau apa yang kumaksud. Maaf, Clay! Aku hanya ingin membantumu.

"Nanti gue jelasin di jalan," bisikku ke Stefan.

Setelah semua siap, kita semua berangkat secara bersamaan dengan aku dan Stefan di depan untuk mengarahkan jalan.

Aku tak bisa berhenti tersenyum selama perjalanan membayangkan bagaimana keadaan di mobil Bagas. Mungkin sangat canggung. Tapi seenggaknya Clay bisa berduaan dengan Bagas.

"Kenapa senyum-senyum sendiri? Seneng naik motor sama gue, ya?" kata Stefan tiba-tiba seraya menaikkan kaca helm-nya.

"Eh, pede banget. Enggak. Jangan bilang-bilang ya! Gue lagi bantuin Clay." Kataku.

"Bantuin apa?"

"Masa nggak ngerti juga sih kenapa gue bikin mereka berdua?" kataku.

"Oalah, gue ngerti! Ide yang cukup bagus. Ide mengenai lo yang akhirnya mau naik motor bareng gue juga bagus," kata Stefan. Aku bisa membayangkannya tersenyum seraya mengatakan hal itu meski hanya melalui nada suaranya.

"Jangan pede, ini cuma gue lakuin untuk Clay," ucapku membela diri.

"Kenapa nggak mau kalah banget, sih? Nggak usah ngeles mulu. Ngaku aja sih kalo bener gitu," balas Stefan tetep ngeyel.

"Udah ah, brisik lo." Kataku mengalihkan pembicaraan.

***

"Yuk, masuk aja langsung ke dalem rumah," kataku mengajak mereka bertiga.

Bagas, Stefan, Clay langsung menaruh tas dan duduk di ruang tamu.

"Kalian mau minum apa?" tanyaku.

"Air putih aja, Lex." Kata Bagas.

Aku langsung bergegas ke dapur dan membuka kulkas, mengambil botol minum berisi air dingin dan menyiapkan gelas lalu kembali mengantarnya ke ruang tamu.

"Lo sendirian aja Lex di rumah ini?" tanya Bagas.

"Enggak, Gas. Gue bareng kakak gue, si Alex." Balasku seraya menyiapkan snack lalu duduk di sebelah Clay.

"Oalah, jadi itu kakak lo?" tanya Bagas lagi.

"Iyaa. Kenapa emangnya?" tanyaku balik.

"Gapapa. Dia kapten Basket, kan?"

"Iyaaa, benar sekali!" kataku.

"Terus lo kok nggak basket?" tanya Stefan.

"Menurut gue, seiring bertumbuhnya seseorang, perlahan hal-hal yang dulu jadi hobi akan tereleminasi satu-satu. Untuk sekarang, basket udah bukan prioritas gue lagi. Fokus gue sekarang lebih ke akademik dan seni for sure." Jelasku panjang.

Stefan dan Bagas mengangguk mengerti.

"Ya sudah. Mulai, yuk? Nanti kemaleman." Ajakku.

Selama 3 jam kita habiskan bersama memasak Spaghetti Carbonara sambil direkam. Sebenarnya selama 3 jam itu nggak sepenuhnya memasak, bercanda tawa juga, pastinya. Hari yang cukup melelahkan tapi menyenangkan bagiku. Bisa membuatku lupa akan beberapa hal untuk sejenak.

"Gue ada tebak-tebakan lagi, nih!" seru Stefan. Kami semua hanya bisa menyimak apa yang akan dikatakannya. Berharap apa yang akan dikatakannya benar-benar lucu.

"Kenapa pohon kelapa di depan rumah harus ditebang?" tanyanya. Aku dan Clay saling bertatapan lalu ke Bagas. Kami bertiga menggeleng.

"Soalnya kalo dicabut, berat!" seru Stefan dengan gaya yang begitu dramatis.

"Yeee, jayus lo panci gosong!" celetuk Bagas seraya mendorong Stefan.

Aku dan Clay hanya bisa tertawa melihat tingkah mereka yang tak ada habisnya. Mungkin hari ini memang akan berakhir bahagia.

"Guys, jalan yuk? Kemana gitu, bosen. Sekalian makan, laper. Mumpung masih jam 5 juga." Ajakku tiba-tiba.

"Boleh, tuh! Mana? PIM? Sency?" tanya Bagas.

"Sency, gimana? Kebetulan lebih deket ke Sency juga daripada ke PIM." Balas Clay.

"Boleh boleh!" seruku.

Kita semua berangkat dengan formasi yang tadi, dengan aku bersama Stefan dan Clay bersama Bagas. Aku 100% yakin Clay sangat senang saat ini dan mungkin suasana mereka sekarang nggak secanggung tadi lagi.

***

Sampai di Sency, kami berempat langsung menuju food court di lantai 5. Alasan mereka, agar lebih fleksibel dalam memilih makanan.

Setelah mendapatkan meja, semua mulai berpencar mencari makanan sedangkan aku dan Clay menjaga tempat. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh food court untuk melihat apa yang kira-kira aku inginkan. Setelah sekian lama, aku menyadari bahwa muka Clay pucat semacam menutupi sesuatu.

"Eh, Clay? Lo kenapa?" tanyaku panik.

"Nggak apa-apa, Lex." Balasnya masih dengan pandangan lurus ke depan.

"Seriusan? Gue nggak suka lo nutup-nutupin sesuatu dari gue, Clay. Kalo ada apa-apa, gimana?" Balasku tegas.

"Bukan tentang gue, Lex." Balas Clay pelan.

"Terus?"

"I-itu... "

A/N: Hii, terima kasih buat temen-temen yang udah support terus atas berjalannya cerita ini. Aku harap kalian nggak akan bosen sama cerita ini. Sabar ya, ini masih awal, hehe. Seperti biasa, kritik&komentar kalian akan kuterima dengan senang hati. Vote & comment, ya! Thank you<3

- A.N

Tentang SeseorangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang