Where are you now

541 55 144
                                    

Anjani duduk disamping remaja pria yang berjualan getuk singkong, ia duduk bersebelahan dengan remaja pria tersebut. mulutnya sibuk meminum es dawet. mukanya tampak senang sekali. Ditengah cuaca terik seperti ini, dapat menikmati es yang segar, manis dan juga murah karna semangkuknya hanya 3000 rupiah saja, benar-benar berbeda dengan dijakarta yang harganya bisa dua kali lipat dari harga dawet ini, soal kualitas yang dijakarta jauh sekali, lebih baik dawet ini. Anjani sibuk memperhatikan segerombolan ibu-ibu dengan bakul yang mereka kaitkan di punggung mereka dengan pengait seperti kain gendong. Ibu-ibu tersebut sedang berjalan bergerombol dengan terisi penuh bakul gendong mereka dengan segala macam jenis sayuran, buah-buahan dan ada yang terisi penuh dengan seikat singkong.

" Mas, jualan mas bahannya dari singkong seperti itu ya ?". Anjani bertanya pada penjual getuk sambil menunjuk salah satu ibu-ibu yang membawa bakul dengan isi singkong.

" Iya mbaknya, bahanya singkong, di parut". Jawab penjual getuk dengan ramah

" oooh, gitu ya, capek enggak bikinya mas ?" tanyanya lagi, sambil menyendok es dawetnya lagi yang hampir habis.

" capek mbaknya, tapi kan bikinya bareng-bareng sama si mbok sama bapak dirumah ". Jawabnya lagi ramah sambil mengibas-ngibaskan tanganya kearah mukanya yang penuh keringat.

" Mas gak sekolah, ini kan hari kamis, hari sekolah, apa lagi libur atau masuk siang ?". Tanya Anjani sambil megembalikan mangkok es dawet yang hanya tersisa sendoknya saja.

" saya enggak sekolah mbaknya, udahan, mbaknya enggak sekolah ?". kali ini penjual getuk yang bertanya pada Anjani yang sekarang sibuk mengibaskan tanganya ke mukanya berharap tanganya dapat mengeluarkan udara seperti kipas elektrik.

" udahan sekolahnya, maksudnya udah enggak sekolah kamu mas ?, saya ini lagi sekolah, tapi saya ngaso dulu beli es dawet abis es dawetnya manggil-manggil buat dibeli kan sayang kalo gak dibeli hehe". Kali ini Anjani sedang mengibaskan koran bekas yang ia ambil dari bekas penjual ikan segar sebagai alas dudukan yang telah meninggalkan lapak jualanya tersebut.

" iya mbaknya, saya cuma sampe SD aja mba, sekolah dimana emang mba ?". penjual getuk kini menjawab pertanyaan Anjani sambil melayani seorang bapak paruh baya yang memborong habis jualanya.

Anjani tidak menanggapi pertanyaan penjual getuk, ia masih terkesima dengan hiruk pikuk aktifitas jual beli dipasar tradisional ini. Ia dan Alika jarang sekali berbelanja di pasar seperti ini dijakarta, ia lebih sering berbelanja di pasar swalayan besar yang pastinya tidak akan merasakan berbelanja dengan berdesak desakan, berbelanja dengan adegan tawar menawar, berbelanja dengan bercucuran keringat seperti saat ini.

" Mbaknya, jualan saya udah abis, saya duluan ya". Ucapan penjual getuk membuyarkan lamunan Anjani.

Barulah ia tersadar bahwa ia telah duduk dibawah pohon ini terlalu lama. Kemudian Anjani melihat kearah ujung jalan, tidak tampak gerombolan teman-temanya. Ia telah tertinggal dari rombonganya. Mukanya kini tampak panik, matanya bergerak kekanan dan kekiri mencari-cari kerumunan orang yang siapa tahu ia kenali. Namun nihil ia sama sekali tidak melihat orang yang ia kenali.

" Haloo, Martha kamu dimana ?, susul aku, aku ketinggalan rombongan, segera yah". Anjani menghubungi Martha, ia berjalan melewati para penjual makanan, melihat ibu penjual ikan hias, ia menghentikan langkahnya.

" Kamu bodoh ya, bagaimana aku kesana, aku sedang diruangan lagi dengerin materi. Urus dirimu sendiri !!". Martha mematikan sambungan telfon. Anjani hanya mendengus kesal. Ia lalu mencari kontak Cicil teman kelompoknya.

" Bodohnya buat apa menghubungi Martha dia kan lagi dikelas". Kini ia sedang menghubungi Cicil. Nada sambung panggilan terhubung, lalu kemudian tiba-tiba nada berhenti. Handphone Anjani mati.

I've Something MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang