Story 3

141 7 1
                                    

Hai, kamu yang disana! Lama tidak berjumpa, ya? Aku kangen. Bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja. Apa hidupmu masih seindah dulu? Kuharap lebih indah dari hidupku, ya.

Haha, aku hanya berbasa-basi. Jadi abaikan saja yang di atas. Aku cuma beromong kosong, seperti yang kamu ajarkan padaku dulu. Beromong-kosong. Ternyata menyenangkan juga rasanya.

Mari kita menoleh ke belakang sejenak, mumpung kamu masih disini. Memangnya ada apa disana? Oh, banyak yang bisa kita lihat di belakang sana. Kenangan. Bahkan omong kosongmu masih menumpuk di sana, tak tersentuh.

Apakah kamu masih ingat masa-masa dimana kita saling menggenggam, melangkah bersama di satu jalan? Kukira kamu tidak sepikun itu, sehingga melupakan masa menyenangkan itu. Jadi, kuanggap kamu masih mengingatnya.

Pada masa itu, aku belum tahu yang namanya omong kosong. Aku belum sadar, bahwa mulutmu itu kosong. Sepenuhnya aku percaya dan aku menyayangkan itu sekarang.

Kamu dulu bilang aku yang paling cantik. Aku yang paling bisa membuatmu tertawa. Akulah fokusmu karena aku menarik di matamu. Aku segalanya bagimu.

Dan aku hanya tersipu, menerima juga meresap baik-baik perkataanmu itu. Dengan kebodohanku ini, aku telah meresap sesuatu yang kosong. Kata-katamu itu manis, tapi tak ada makna yang membuatnya terasa nyata. Aku masih sangat polos waktu itu ya? Tapi aku tidak menyangka, kamu tega memanfaatkan keluguanku hanya untuk kesenanganmu. Tidak pedulikah kamu, aku disini mengemban sakitnya? Berjuang sendiri itu rasanya tidak enak, kamu tahu.

Pujian-pujian dari mulutmu itu omong kosong. Kamu bilang aku yang paling cantik, kan? Aku yang paling menarik, kan? Hanya aku yang bisa membuatmu bahagia, kan? Aku segalanya bagimu, kan? Tapi kenapa kamu malah berubah haluan dan berpisah jalan denganku demi bersama dia? Aku masih mempertanyakan hal itu. Dan kini aku tahu, tidak ada hal selain omong kosong yang keluar dari mulut kosongmu itu.

Itulah pertama kalinya aku mengenal omong kosong darimu. Aku belajar darimu, berharap suatu saat aku bisa mengikuti jejakmu. Dan kini, aku bukan lagi si penerima, melainkan si pemberi omong kosong.

Kamulah orang pertama yang akan memakan omong kosongku. Dan kupastikan kamu merasakan apa yang aku rasakan dulu. Kamu memakannya, menelannya hingga mengendap hingga ke dasar hatimu, lalu membusuk disana. Dan ketika itu terjadi, ingatlah selalu aku sebagai orang pertama yang memberimu rasa sakit. Kenanglah aku dengan hatimu yang busuk. Ingatlah aku setiap mulut kosongmu tak lagi mampu terbuka. Bayangkanlah aku di setiap detik yang menyakitkan itu. Jangan pernah lupakan aku, ya. Karena disini, aku tak pernah sedetikpun melupakanmu diantara rasa sakit ini.

***

Beromong-kosong tidak seburuk yang kamu pikirkan. Cobalah sesekali, lalu tanyakan pada hatimu apa kamu merasa senang setelahnya?

Peni U.

Stories About PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang