17. Tersadar

20.7K 830 50
                                    

Hai, selamat membaca.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mentari pagi tak mengganggunya, ini bahkan masih pukul empat subuh. Justru yang membangunkannya adalah rasa mual yang tiba-tiba menguasainya, memenuhi pemikirannya.

Dengan terburu-buru Lana bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya, yang bisa dikatakan hampir tak ada karena ia memang tak makan malam sebelumnya. Tirtan terbangun karena guncangan akibat Lana yang terburu-buru bangun sedangkan ia dalam posisi tengah memeluk istrinya.

Segera disusulnya Lana ke kamar mandi dan memijat lembut tengkuk Lana. Rambut Lana yang berantakan segera disatukannya dan memegang dengan sebelah tangan. Dengan rasa kasihan dilihatnya Lana yang masih berusaha mengeluarkan apapun isi lambungnya yang masih tersisa. Setelah beberapa saat Lana akhirnya berhenti menundukkan wajah dari wastafel kemudian berkumur-kumur dengan kepayahan. Tirtan masih setia memegangi rambut Lana yang tadinya terburai.

Lana berbalik kearah Tirtan yang berdiri dibelakangnya, segera dipeluknya Tirtan dan tiba-tiba menangis terisak-isak, suatu kebiasaan baru saat bangun tidur subuh yang sudah akhir-akhir ini melandanya. Tirtan sudah tak heran lagi dengan kondisi Lana yang tengah menumpahkan airmatanya ini.

"Honey... It will be alright..."

Lana menggeleng dalam rengkuhan Tirtan. "Enggak..." Dan tangisnya berlanjut kembali.

Tirtan mengaitkan kedua tangannya dibawah bokong Lana diikuti kaki Lana yang otomatis melingkar pada pinggul Tirtan. Dengan hati-hati Tirtan berjalan keluar kamar mandi dengan Lana dalam gendongannya. Dibaringkannya Lana dengan lembut pada tempat tidur mereka kemudian menyelimuti Lana.

"Mau makan?" Tanya Tirtan perhatian sambil membelai wajah Lana yang keringatan akibat muntah tadi. Pertanyaan Tirtan hanya dijawab berupa gelengan oleh Lana.

"Sayang, kamu belum makan malam..."

Lana tetap menggeleng dan memilih menutup mata, melarikan diri dari pandangan mata Tirtan yang membujuk. Ia benar-benar tak ada nafsu makan di subuh-subuh seperti ini.

Tirtan gemas melihat Lana yang melarikan diri darinya. Ditangkupnya wajah Lana dan mengecup kuat bibir Lana. "Kalau tak mau makan setidaknya minum susu dulu ya, hun?"

Setelah beberapa saat tak ada respon dari Lana, akhirnya Lana membuka mata dan menganggukkan kepalanya.

"Susu coklat." Bisiknya pada Tirtan.

Tirtan tersenyum. "Aku tahu, sayang."

Segera dirinya beranjak dan berjalan kesudut kamar tempat kulkas kecil diletakkan. Tirtan menempatkan kulkas kecil itu setelah memperhatikan kebiasaan Lana yang setiap tengah malam terbangun mencari susu coklat. Daripada jauh-jauh ke dapur di lantai dasar, melewati rintangan berupa rasa mual, kantuk maupun tangga, lebih aman bila Tirtan menempatkan susu coklat itu di dekat jangkauan Lana.

Setelah Lana meminum segelas penuh susu coklat Tirtan berbaring disamping Lana dan kembali menjadikan lengannya sebagai bantal Lana.

***

"Mbak nggak kena morning sickness ya?" Tanya Nania penasaran siang itu

Lana mengerutkan dahi, "Harus yah?"

"Kebiasaan aja mbak. Soalnya aku lihat kalau rata-rata orang hamil yah kalau pagi-pagi itu kacau bener, bolak-balik kamar mandi, muntah-muntah sampe lemes. Nah ini mbak kulihat anteng-anteng aja masuk kantor pagi dan nggak ada muntah-muntahnya sama sekali." Terang Nania dengan semangat.

It's a Life Disaster!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang