BAGIAN V : Tangis dalam Sholat

4.4K 206 3
                                    

Naufal mengetuk-ngetuk pensil di atas meja kerjanya, membayangkan betapa sulit situasi yang baru saja ia lakukan, "How can ?, padahal tumornya susah sekali di angkat" dia bertanya keheranan kepada rekan sesama dokter yang menemaninya melakukan operasi.

"Tidak ada yang tidak mungkin buatmu Dok, kau dokter hebat, lulusan terbaik cambridge" Naufal hanya bisa tersenyum menanggapi pujian berlebihan itu.

Naufal tahu bahwa ia baru saja melewati ketidak mungkinan, mukjizat, iya itu adalah kosa kata yang paling cocok mengambarkan keajaiban yang barusan terjadi.

"Tanda-tanda vitalnya normal, padahal tadi ia hampir meninggal" Tiba-tiba Naufal teringat akan apa yang dilakukan pasien tersebut sebelum menjalani operasi, "Yaah sholat itu !, sholat sakti itu".

Kemudian kepalanya yang cerdas membawa dirinya kembali kemasa lalu, membayangkan ketika almarhum ayah dan ibunya masih hidup, membayangkan masa SMPnya yang selalu dia gunakan untuk bersenda gurau dengan ayahnya di di masjid dan bermain dengan gembira bersama ibu saat mereka belajar mengaji.
Air matanya pun mengalir ketika menatap foto bersama ayah dan ibunya yang terdapat di atas meja. Ia ingat perubahan drastis yang terjadi pada dirinya pada waktu Naufal kehilangan mereka berdua karena kecelakaan pesawat dan ia harus menghabiskan sisa hidup bersama kakeknya yang bule itu.

"Kalau sholat itu mampu menyembuhkan penyakit yang begitu parah, pasti bisa jikalau hanya menghilaukan gunda dalam hatiku" batin Naufal sembari melanjutkan wudhu.

"Allahuakbar" Naufal mengukir sejarah dalam cerita hidupnya, seluruh rangkaian waktu yang ia habiskan semasa SMA, ditambah lima tahun pendidikan kedokteran, tidak pernah terpikirkan sedikitpun untuk menyembah sang Ilah. Tapi kini, bayangan akan sosok Aisyah telah hilang dari kepalanya, digantikan oleh Sang pemilik hati sesungguhnya, Allah Ar-Rahman, dengan disertai derasnya Air mata sejuk yang tak henti bercucuran dalam sujud Terakhirnya.

Kini ruang kerja dokter bedah itu dihiasi oleh tangis penuh pertobatan. Betapa menyesalnya ia ketika menolak ribuan panggilan adzan yang ia dengar selama ini, betapa bodohnya ia ketika membiarkan Al-Qurannya berdebu dan betapa jahatnya ia ketika ia ingin memaksa, bahkan ingin merebut sang muslimah sholeha dari tangan yang Maha Agung hanya kerena syahwat yang membara dalam hatinya.

"Astaqfirullahaladzim" itulah kati terakhir yang diucapkan Naufal dalam sholat tahajudnya yang penuh dengan tangis itu.

HIJRAH BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang