Manekin Berdarah--Bagian 2

5.4K 271 4
                                    

8. Dia Sarah

Sabrina mengerjapkan kedua matanya. Berusaha beradaptasi dengan cahaya yang masuk ke dalam retinanya. Ketika mata itu sudah terbiasa, barulah dia membuka kedua mata. Langit-langit yang didominasi warna putih tampak berada di atas sana, sedangkan warna cat serupa di dinding membuatnya sadar jika sekarang dia berada di kamarnya sendiri.

Sabrina merasa kepalanya berdenyut tak karuhan. Rasanya kepala itu baru saja terhantam batu besar. Dia mengerutkan keningnya, lantas tangannya hendak memegang kepalanya. Akan tetapi, tangan itu seolah tak menuruti apa yang perintahkan oleh otaknya. Dia menoleh, dan mendapati seseorang tengah tertidur di atas lengannya.

Dibelainya rambut cokelat milik seorang gadis yang tengah tertidur pulas di sisi kirinya. Sabrina tersenyum untuk alasan yang sama sekali tidak dimengerti oleh dirinya sendiri. Apalagi saat ini keadaannya sedang tidak stabil setelah dia melihat kejadian tadi pagi. Ya, dia sangat ketakutan dengan yang dilihatnya tadi, sampai dia tidak sadarkan diri dan kini, terbangun di kamarnya sendiri, tentunya ditemani oleh Emilly teman yang paling dia sayangi.

"Emmy," panggilnya, berusaha membangunkan gadis itu.

Emilly samar-samar mendengar suara Sabrina yang terus-menerus memanggil namanya. Lantas, dia membuka mata. Kemudian menoleh ke arah sumber suara itu. Ditatapnya kedua manik mata Sabrina.

"Sabby, kau sudah bangun? Aku sangat mengkhawatirkanmu, sungguh. Kukira kau ...," ucap Emilly parau.

"Aku baik-baik saja, Emmy. Hanya saja aku kaget melihat kejadian tadi, dan kenapa ada manekin di sekolah?" ucapnya, sambil memandang Emilly lekat kemudian dia menyadari bahwa wajah Emilly menegang.  "Maafkan aku karena membuatmu menjadi khawatir, Emmy."

Sabrina menarik tangan Emilly lembut, lantas memeluk gadis itu. Dia benar-benar menyayangi Emilly, walau dia tahu gadis itu bukan kakak kandungnya, tetapi Emilly lebih dari semua itu.

Emilly balas memeluk temannya. Bukan--Sabrina bukan sekadar taman untuknya, dia sudah dianggapnya sebagai adiknya sendiri. Sejak pertama mereka bertemu, pun setelah mereka tinggal di atap yang sama. Mereka berdua berpelukkan cukup lama, sampai suara ketukkan menghentikan aktifitas keduanya.

"Masuk!" ucap Emilly dengan suara lantang.

Ketika pintu itu terbuka, masuklah seorang gadis cantik. Dia tersenyum ke arah Emilly dan Sabrina. Kemudian gadis itu mendekati kedua gadis di depannya. Emilly yang merasa tidak mengenali gadis itu, lantas menatap Sabrina. Dari sorot matanya dia mengatakan bahwa dia tidak mengenal gadis itu, apakah kau mengenalnya? Sabrina yang sadar akan arti tatapan itu, lantas tersenyum memberi isyarat bahwa dia akan mengenalkannya.

"Emmy, kenalkan ini Sarah, dia murid baru di sekolah," ucap Sabrina mengenalkan gadis cantik di hadapan mereka.

Sarah tersenyum ke arah Emilly lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Maaf aku baru bisa berkenalan denganmu. Aku, Sarah. Kau pasti Emilly, senang akhirnya bisa bertemu langsung denganmu." ucap Sarah sembari tersenyum manis.

"Ahk, tidak apa-apa, Sarah. Seharusnya aku yang berkata begitu. Oh iya, aku Emilly. Semoga kita menjadi teman yang baik, senang juga bisa mengenalmu juga," balas Emilly. Yang saat itu meraih tangan gadis di depannya itu dengan antusias.

Setelah perkenalan singkat itu berakhir, ketiga gadis itu hanyut dalam obrolan mereka tentang masa lalu mereka. Sampai Sabrina menatap pintu kamarnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Sabby, ada apa? Kau terlihat cemas?" tanya Emilly, karena sadar perubahan mimik wajah Sabrina.

Diam-diam Sarah memerhatikan sikap yang ditunjukkan oleh kedua teman barunya itu. Sedangkan Emilly, dia mengerutkan keningnya karena cemas. Lantas dia mendekat ke arah Sabrina dan menggenggam tangan temannya itu.

"A-aku hanya t-takut dengan kejadian tadi." jawab Sabrina dengan suara bergetar ketakutan.

Emilly semakin mengeratkan genggaman tangannya untuk memberi kekuatan untuk Sabrina.

"Sstt ..., Sabby tenanglah. Benda itu sudah tidak ada lagi. Jadi, jangan kau pikirkan itu lagi," ucap Emilly menenangkan.

Sarah semakin memerhatikan kedua gadis di depannya itu.

"Hey! Sarah! Kenapa kau melihat kami seperti itu," ucap Emilly. Ketika dia sadar ada seseorang selain mereka yang ada di kamar itu.

"Oh! M-maaf, bukan maksudku sepeti itu. A-aku cuma kagum dengan persahabatan kalian," respon Sarah salah tingkah, karena aksinya dipergoki oleh Emilly.

"Kami memang seperti ini, Sarah. Jadi jangan heran jika kami sudah seperti saudara kandung." ucap Emilly sembari tersenyum manis.

"Tentu. Oh iya, kalian sudah tahu kalau manekin itu kini sudah tidak ada?" tanya Sarah.

Sabrina bergidik ngeri. Sedangkan Emilly hanya menatap Sarah dengan keingintahuannya.

"Tentu saja aku tidak tahu, Sarah. Kau lihat sendiri, bukan. Kalau aku dari tadi menunggu Sabrina. Jadi, apa kau tahu manekin itu sudah tidak ada. Lalu siapa yang telah memindahkannya?" pertanyaan Emilly sudah seperti seorang wartawan yang membuat Sarah menyunggingkan sebuah senyuman samar tercetak di bibirnya.

"Hey. Kau ini sudah seperti seorang wartawan saja, Emilly," kelakar Sarah seolah telah akrab dengan gadis itu, lalu tersenyum lebar. "Tentu saja oleh pihak polisi."

Mata Emilly terbelalak kaget karena informasi dari teman barunya itu. Sedangkan Sabrina, dia hanya diam. Namun dari raut wajahnya bisa terbaca, jika dia kini sedang ketakutan.

"K-kenapa p-polisi sampai datang ke-kemari, Sarah? A-apa kau tahu?" Sabrina bertanya dengan suara terbata-bata.

"Aku juga kurang tahu. Tapi menurut desas-desus para siswa-siswi kejadian tadi pagi bukanlah terror semata. Melainkan peringatan bahwah salah satu siswi di sekolah ini telah menghilang."

"Menghilang maksudmu. S-siapa?" tanya Sabrina lagi.

"Gween, maksudmu?" jawab spontan Emilly. Yang mebuat Sabrina kaget. Sedangkan Sarah merasa curiga dengan ucapan spontan dari Emilly. Sehingga membuat sebuah kerutan dikening Sarah muncul kembali.

"Kenapa kau bisa menyimpulkan seperti itu, Em's." ucap Sarah penasaran. Karena tidak ada yang tahu siapa siawi yang hilang itu. Selain pihak sekola dan tentu saja pihak kepolisian.

"A-aku hanya menabak saja." balas Emilly. Dan Sarah melihat ada mimik gugup di wajah gadis itu.

***

-TBC-

Maaf lama, soalnya bingung dengan ide yang tidak kunjung datang. Maaf jika di part ini ceritanya geje, karena saya belum mendapat ilham. Ckckck ..
:v

*Selamat membaca! Saran, kritik, atau apalah itu saya tunggu.

Trim's

MD

The Psycho Killer ( Selesai )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang