PROLOG

4.1K 252 160
                                    

Dear, diary ....

Dia semakin romantis di hadapanku.
Bahkan bukan hanya hari ini dia membuatku berdebar.
Semakin hari, semakin manis perlakuannya padaku.

Mungkin aku gila. Aku seolah tak ingin lepas darinya.

Hampir tiga tahun, kami selalu bersama. Dan kami saling mencintai satu sama lain.
Dia sempurna, dia adalah duniaku. Aku tak bisa lepas darinya. Dia yang mengajariku bagaimana warna kehidupan.

Dia adalah segalanya untuku. Dan aku yakin sampai selamanya dia akan selalu bersamaku.
Apa yang akan membuat kami berpisah? Jawabannya tidak ada!



***

Apa yang kamu rasakan saat pasanganmu selalu bersikap romantis padamu? Apakah berbunga-bunga?  Senyum-senyum tak jelas? Atau bahkan menjatuhkan benda yang kau pegang saking kaget dan terharunya?
Bagi wanita itu adalah hal yang wajar. Karena wanita adalah lemah, dan tak bisa mengelak dari perasaan, sejak dia mengenal kata cinta.

Gadis itu, berambut merah tembaga, kulit putih, wajahnya yang tirus, tinggi sekitar 150 cm, tubuhnya yang kecil, serta kedua matanya berwarna cokelat kelabu, berjalan dengan santainya di trotoar di antara ramainya kota tersebut, London.
Dia berjalan sambil sesekali bersenandung dan tersenyum, sehingga menampilkan kecantikannya dari dalam. Apa yang dirasakan gadis itu, adalah kegembiraan. Seutas senyum tak pernah pudar sehingga lesung pipinya terus terlihat.

Orang-orang silih berganti di sekitar situ terus menerus memandangnya keceriaan gadis ini memancarkan aura yang berbeda, Karena terlihat cantik dan bahagianya gadis itu. Sehingga mengikat semua mata yang lalu-lalang memandangnya.

Gadis yang bahagia, senyumannnya bagaikan pelangi, yang hidup bagaikan proses pembiasan cahaya yang sempurna. Sungguh menawan. Tangan kirinya juga menjinjing wadah yang beberbentuk sedikit silinder, yah, itu wadah biola. Gadis itu seorang Violist (pemain biola).

Dia masih berjalan dengan santainya, sambil meminum Coke-nya. Seperti menikmati suasana kota London tersebut pada sore hari, sangat indah dan ramai, hawa yang terasa dingin menembus kulit apalagi saat sedang berlangsungnya musim gugur di kota itu, menjadikan beberap lokasi di setiap kota itu berjatuhan daun-daun dari masing-masing pohon yang berjejer rapi dalam barisannya.

"Kennyta!"

Langkah gadis berambut merah itu terhenti, seperti mendengar seseorang memanggil namanya. Ia jadi terdiam di tempat dan mengernyitkan dahinya. Sepeti mengenal pemilik suara itu.

Ia mengedarkan pandangannya mencari asal suara. Entah mengapa gerak-gerak gadis itu selalu dipandang oleh orang-orang yang lewat disitu.

"Ada yang memanggilku?"
Batin gadis berambut merah tersebut.

"Kennyta!"

Ternyata benar ada yang memanggilnya. Dia perlahan membalikkan badannya, menoleh keasal suara, yang dia yakin berada dibelakangnya.

"Fallon?" gumam Kennyta, melihat seseorang yang memanggilnya. Ternyata gadis itu Fallon teman sekolah Kennyta. Tepatnya mereka sekelas dalam satu sekolah yang sama.

Gadis berambut cokelat yang bernama Fallon itu lari menghampiri kennyta yang masih berdiri terdiam. Entahlah, Kennyta hanya bisa kaku dan diam tak bergeming, ketika Fallon ingin menghampirinya.

"Hei!" sapa Fallon saat sudah di hadapan Kennyta.

"Oh, eh ... Hey," jawab Kennyta sedikit gelagapan, Kennyta kemudian menyelipkan beberapa helai rambut ke belakakang telinganya.

Legato and Staccato Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang