"Ibuuu, Kia diterima di SMA Cendana" aku melompat kegirangan di atas sofa.
Ibu berlari kecil ke arahku. Membuka surat tersebut dan langsung memelukku erat.
"Terima kasih, ya Allah" gumam Ibu dengan lirih. Kulihat sudut mata ibu mengeluarkan air mata, air mata bahagia.
Senang rasanya bisa diterima di SMA Cendana. Bagaimana tidak senang karena disana muridnya rata rata pintar. Bukan itu sih yang membuat ku sangat sangat senang, melainkan karena Ale juga bersekolah disana dan berarti aku akan setiap hari bertemu dengan nya.
"Kia, mari kita bikin cake sebagai perayaan kamu" ucap ibu sembari menarikku ke arah dapur.
*****
Kalung pete jengkol, udah
Kaos kaki aneh, udah
Sepatu berlainan, udah
Papan nama, udah
Cokelat dailymilk, udah
Keju kraft slice, udah
"Semua udah beres, tinggal rambut yang belum" dengan cepat aku mengambil tali rafia berwarna merah untuk mengikat rambutku. Sial, aku lahir tanggal 25 dan berarti aku harus mengikat rambutku sebanyak 25.
"Ini baru permulaan Kia, fighting" batinku menyemangati.
Setelah selesai mengikat rambut, aku melakukan kebiasaan yang menjadi favoriteku selama ini.
"Ale, i love you!!" teriakku dari balkon kamar ketika melihat nya sedang menyugar rambutnya dengan tangan.
Sreek...
Ale menutup tirai pintu balkon kacanya ketika melihat ku.
Aku hanya terkekeh geli melihat kelakuannya yang selalu begitu setiap kali aku berteriak 'Ale, i love you!!' dari balkon. Aku sudah melakukan kebiasaan itu semenjak tau bahwa kamarnya denganku berhadapan, dan itu setelah 3 hari diwaktu dia pindah ke rumah itu.
Aku berlari menuruni tangga menuju meja makan.
"Kia minum susunya jangan cepat cepat, nanti kesedak" ujar ayah seraya melipat korannya.
"Ayah ibu, Kia buru buru jadi sarapannya disekolah aja ya, pliss" aku memohon sembari mengerjapkan mata.
Ayah mendengus "Yaudah tapi setelah sampai sekolah jangan lupa sarapan, oke"
"Siap, bos" aku mencium pipi ibu dan ayah setelah itu berlari ke teras depan.
"Kia, kamu bareng Alden aja. Kan sekolahnya sama, dari pada naik bus sekolah" ucap mama Wella ketika melihatku berdiri di depan pagar. Aku memang disuruh memanggil tante Wella dan om Gilbert dengan sebutan 'Mama dan Papa'. Aku tidak keberatan akan hal itu.
"Gak papa ma?" tanyaku ragu
"Ya, gak papa lah. Kamu kan udah mama anggap anak sendiri. Lagi pula kalau kamu takut Alden marah biar mama yang urus" mama Wella menarikku masuk ke teras depan rumahnya dan menyuruhku duduk dikursi santai.
"Alden, cepetan sayang, nanti telat loh" teriak mama Wella dan tidak sampai semenit Ale muncul dengan tas ransel yang disandangnya sebelah.
"Kamu bareng Kia ya?!" itu bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang di lontarkan mama Wella. Ale manatap ku tajam.
Setelah pamit, aku memasuki mobil putih Ale dengan senang. Mobil Ale telah melaju keluar perkarangan membelah jalan yang telah ramai.
Lebih kurang 300 meter lagi kami sampai disekolah. Tiba tiba mobil Ale berhenti.
"Turun" ucap Ale dingin dan datar.
"Kita kan belum sampai?" tanyaku bingung. Aku menatapnya yang terus melihat kedepan.
"Gue bilang turun!!" nada suara Ale naik satu oktaf dan kini Ale menatap ku tajam.
"Bentar lagi masuk, nanti kita bisa telat. Mobilnya mogok ya?" tanyaku kepo
"Turun, Azkia!!" bentakan Ale yang membuat hatiku sakit. Dengan bibir mencebik aku pun turun. Setelah itu mobil Ale telah melaju cepat. Aku mengusap air mata sialan yang tiba tiba saja jatuh.
Aku berlari karena kalau tidak maka aku akan mendapat hukuman dari kakak kelas.
"Mampus!!" aku melihat kearah pagar yang telah di tutup.
"Lo telat juga?" tanya gadis yang berada disebelahku.
Aku hanya mengangguk.
"Yaudah, yuk masuk. Kalau kena hukum kan kita berdua" aku menuruti perkataannya.
Kami disuruh kakak kelas berlari 15 keliling lapangan basket.
"Huh, huh.. Huh.." aku mengatur nafasku yang tak beraturan
Gadis cantik tadi yang baru ku ketahui bernama Airi ternyata orangnya seru and friendly. Dan kami ngobrol seolah olah kami sudah mengenal lama satu sama lain.
"Sekarang kumpul ke kelompok kalian, cepat!!" kakak kelas itu berlalu dari hadapan kami.
"Kia, lo kelompok mana?" tanya Airi sembari mengelap keringat di dahinya.
"Gue kelompok Kelinci. Lo?" aku melihat ada binar kebahagiaan dari mata Airi.
"Yeay, kita sekelompok" teriaknya dan aku terkekeh geli manatapnya.
"Kuy lah kita cari kelompok kita" ucap Airi setelah itu kami mancari kelompok kelinci.
*****
"Ai, gilak ini bakso enak banget sumpah" aku memakan bakso ini dengan perlahan ingin merasakan nikmatnya bakso dikantin ini.
"Lebay lo, enakan mie gomak ini" Airi masih sibuk mengunyah mie gomaknya.
Aku mendengus. Airi memakan mie gomaknya dengan lahap.
"Huah, kenyang gue" kulihat piring Airi sudah licin.
"Kenapa piringnya gak sekalian lo telan?" ucap ku sarkastik.
Airi hanya cengengesan.
"Ehh, Kia yang ganteng itu siapa?" whatt!! Airi menunjuk Ale.
"Itu Bara Alden Houten, calon suami masa depan gue" jawabku jutek
"Jutek amat sih mbak. Kalau yang itu mah gue tau, disampingnya itu yang gue maksud?"
"Ohh, yang itu, yang pake gelang hitam kan?" tanyaku
"Haa, iya yang itu, siapa namanya?" Airi memekik kegirangan.
"Yang itu mah namanya... Gue kagak tau" aku mengendikkan bahu.
"Somplak lo, kira gue lo tau"
"Udah, kalau dia jodoh lo, nanti pasti lo tau namanya"
"Yaiyalah bego" gumam Airi yang membuat ku mengerucutkan bibir.
TBC
maaf kalo ceritanya alay
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Hurts (REVISI)
Teen FictionWalaupun sulit untuk mendapatkan lo tapi gue gak bakal nyerah sampai gue berada pada titik terlemah. - Azkia Angel Hidler - Lo gadis -over- ceria yang bisa membuat siapa aja tersenyum ketika melihat lo tapi tetap aja gue gak tertarik - Bara Alden Ho...