CHAPTER 12 : Trevian Attack (1)

38.8K 3.1K 152
                                    


Ellea meniup coklat panas yang baru saja Frita sajikan untuknya. Asap yang mengepul dari cangkir nampak berbayang di kaca jendela. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke luar, dan menyadari bahwa musim telah berganti lagi. Sejak terakhir kali ia pergi keluar dengan Harry sekitar seminggu yang lalu, salju pertama sudah turun. Dan sekarang tumpukan es itu menutupi hampir seluruh daratan di Tanam Mounia.

Putri Mahkota membalik lembar demi lembar halaman buku sihir yang tengah ia baca. Sudah lewat sebulan sejak hari pertama Ellea mencoba sihir untuk yang pertama kali. Juga, sudah lewat seminggu Harry lebih sering menghabiskan waktunya untuk bekerja. Padahal ini musim dingin, akan sangat nyaman kalau saja lelaki itu bisa berduaan dengannya di Istana Spica sambil minum coklat panas.

"Harry, kau mau pergi lagi?"

Baru saja Ellea mau menunjukkan perkembangan hasil belajarnya, akan tetapi sang Putra Mahkota justru berjalan cepat-cepat melewati ruang tengah. Dia kelihatan sibuk sekali, mungkin tidak akan sadar ada Ellea disana kalau wanita itu tak menegurnya.

"Ada beberapa hal yang harus dibicarakan dengan para menteri, Ell, " Harry menghentikan langkahnya, diikuti Jayden yang tersentak mundur sepuluh langkah, "Maaf ya, belakangan ini aku tidak punya banyak waktu untukmu."

Ellea menarik napas, berusaha memaklumi, "Baiklah, hati-hati."

Harry tersenyum lembut kemudian mengecup kening istrinya sebelum beranjak, "Aku janji akan mengabulkan permintaanmu, tapi setelah ini semua berakhir, ya ...."

Ellea cuma mengangguk, kemudian memandang kepergian Harry dan Jayden yang melangkah terburu-buru menembus hujan salju yang masih turun. Sebagian besar tugasnya sebagai Putri Mahkota adalah menemani jadwal san Putra Mahkota, akan tetapi terkadang ada pekerjaan yang harus dilakukan sendiri oleh lelaki itu tanpa ditemani.

"Apa, ya, yang bisa kulakukan di hari sedingin ini?"

Perempuan itu menarik napas, kemudian menyandarkan tubuhnya ke sofa. Dia mulai bosan lagi, padahal biasanya hari-hari di Deandrez terasa menyenangkan. Tapi di saat-saat seperti ini rasanya Ellea mendadak merindukan New York. Kalau seandainya ia masih di kota metropolitan itu sebagai aktris, pasti di penghujung tahun seperti ini akan ada banyak acara penghargaan. Juga setidaknya akan banyak sekali jadwal yang membuatnya sibuk, bukan malah kebosanan seperti ini.

Tapi sejauh ini menjadi Putri Mahkota tidak buruk juga. Semua orang menghormatinya dan apa pun yang Ellea inginkan bisa dengan mudah dia dapat. Gadis itu juga tidak perlu bersusah payah menjilat para produser, sutradara, atau senior, apalagi menghadapi komentar pedas dari para haters. Dan yang paling Ellea sukai dari semua itu adalah ... dia bisa menjadi dirinya sendiri. Tak ada lagi topeng aktris perfeksionis nan sombong yang biasa ia kenakan dulu. Walaupun tidak berarti dia benar-benar sombong, akan tetapi perempuan itu menyombongkan diri demi bertahan hidup.

***

Keesokan paginya Harry membangunkan Ellea pagi-pagi buta. Mereka bergegas dan bersiap-siap untuk pergi ke perbatasan. Sang Putri sama sekali tidak tahu-menahu apa yang terjadi, akan tetapi ia mengikuti keinginan Pangerannya. Sepasang suami istri itu kemudian menunggangi seekor kuda hitam yang sudah Jayden sediakan. Ini adalah kali pertama Estelle keluar dari tembok istana.

"Kita mau kemana?" Ellea memeluk erat Harry yang fokus memegang tali kendali kuda, "Kenapa berangkat pagi-pagi sekali? Dengan penyamaran, pula."

"Ingin mengajakmu jalan-jalan," Harry berucap pelan, "Kau pasti bosan di istana, 'kan?"

"Lumayan, tapi aku tidak tahu kau suka jalan-jalan di waktu seperti ini," Ellea menguap, "Dan di cuaca yang menusuk begini."

"Sebenarnya kami harus memeriksa sesuatu, Putri." Jayden membuka suara, "Kemarin tersiar kabar dari menteri pertahanan bahwa Trevian menyerang perbatasan kita."

Who Made Me A Princess? [On Revision]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang