Hari sudah larut ketika mereka sampai di istana. Ellea langsung membersihkan diri kemudian merebahkan dirinya di kasur. Rasanya seluruh tulangnya mau rontok, bagaimana tidak? Mereka berkuda sepanjang hari dengan kecepatan penuh. Sepertinya Harry sudah benar-benar sinting, buktinya begitu sampai bukannya istirahat tapi malah mencari Raja di istana Sirius. Padahal ini sudah malam, dan lelaki itu juga pasti sudah kelelahan. Entah apa lagi yang dipikirkan sang Putri, tapi dia tertidur karena kelelahan.
Paginya Ellea bagun dengan perasaan tidak enak. Matanya berat sekali untuk dibuka, sementara kepalanya pusing setengah mati. Perempuan itu juga merasa kerongkongannya kering dan sakit. Entah apa yang terjadi, tapi tubuhnya terasa berat sekali. Gilanya lagi, dengan keadaan begitu sang Putri masih mencari-cari dimana Pangerannya berada.
Seingat Ellea semalam ia belum bertemu Harry, dan pagi ini kondisinya sangat tidak bagus. Rasanya perempuan itu enggan bangkit dari tempat tidur, tapi penasaran sekali perihal keberadaan Harry. Apakah dia sakit juga? Atau sedang mempersiapkan hal lain?
"Ellea, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Harry terperanjat begitu masuk ke dalam kamar, pasalnya Ellea terbaring di tempat tidur dan terlihat tidak berdaya. Netra kelam itu berubah khawatir, terlebih ketika menangkan wajah pucat istrinya dengan tarikan napas lemah. Lelaki itu memang tidak pulang semalam, karena rapat yang diadakan mendadak ia pun tak sempat melihat kondisi Ellea.
"Ell, astaga!" Harry memegang kening Ellea, kemudian terlonjak kaget karena suhu tubuh perempuan itu naik drastis, "Nyonya Margareth, Frita!"
Ellea menggenggam tangan Harry yang masih memeriksa keningnya, kemudian tersenyum tipis. Walau pada akhirnya yang terlihat cuma sudut bibir yang sedikit tertarik. Perempuan itu kemudian menatap suaminya lamat; sementara Harry mencoba menebak-nebak apa maksud dari tatapan istrinya.
"Apa yang terjadi?" Ellea berucap pelan, hampir berbisik, "Apa kau baik-baik saja setelah pulang terburu-buru kemarin?"
"Ellea, astaga!" Harry berseru panik, kemudian memeluk erat wanita itu, "Aku benar-benar minta maaf." Lelaki itu menarik napas, "Maafkan aku, Ell, kau sakit begini karena aku yang seenaknya membawamu kesana-kemari."
Ellea terkekeh, "Bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja?"
"Nyonya Margareth, Frita!" Harry berteriak panik lagi, "Apa ada orang di luar?!"
"Ssst," Ellea meletakkan telunjuknya pada bibir Harry, membungkam pria itu, "Pelan-pelan saja. Kau belum menjawab pertanyaanku, ngomong-ngomong."
Harry menarik napas, kemudian menatap Ellea cemas. Tapi akhirnya lelaki itu memutuskan untuk memberitahu wanitanya.
"Jadi, apa yang mau kau katakan?" Ellea memberikan cengiran lebarnya pada Harry, seolah paham sekali dengan gelagat pria itu, "Aku akan mendengarkannnya."
"Kami akan pergi untuk mempertanyakan serangan itu pada kaum Trevian." Harry tersenyum tipis, "Apa kau akan baik-baik saja mengurus istana ini sendirian, Putri Mahkota?"
"Tentu saja, aku ini Estelle Theodore Deandrez, Putri Mahkota negeri ini." Ellea tertawa kecil, "Kau pergi dengan siapa saja?"
"Ayahanda, Ibunda, Jayden, dan Zrielka." Harry menarik napas, "Zrielka yang mengabari serangan itu seminggu lalu."
Ellea mencebik, "Ya, ampun, jadi dia yang membuat suamiku sibuk belakangan ini."
Harry tertawa, "Istirahatlah dengan baik dan cepatlah sembuh. Kau akan memegang pemerintahan sementara saat kami semua pergi."
Perempuan itu membulatkan matanya, "Aku?"
"Iya, kau. Calon Ratuku." Harry menjawil gemas hidung Ellea, "Perdana Menteri Sillian akan membantumu untuk sementara."
Senyuman Ellea lenyap seketika, berganti pikiran-pikiran negatif tentang Catherine lagi. Entah sudah berapa kali ia memikirkan berbagai kemungkinan soal Catherine belakangan ini, dan rasanya hal itu semakin menempel di kepala gadis itu.
"Kenapa? Apa ada yang sakit?" Harry tiba-tiba panik saat Ellea tiba-tiba membisu, "Tunggu sebentar, kupanggilkan Nyonya Margareth atau Frita."
"Sesibuk apa mereka sampai tidak ada yang datang setelah dipanggil sekeras itu?" Harry keluar sambil menggerutu.
Ellea menatap keluar jendela, kemudian melihat butiran salju yang turun dan menumpuk di bingkai jendela. Perempuan itu kemudian memejamkan mata, kembali tertidur. Dia sudah tahu bahwa Harry akan berangkat ke medan perang. Meskipun mereka bilang itu cuma negosiasi, tapi wanita tahu semuanya tidak akan berakhir baik dengan mudahnya. Di naskah jelas tertulis akan ada perang kecil saat Deandrez mengunjungi Trevian.
Pasti akan ada yang terluka, dan Ellea cuma bisa berharap bukan Harry orangnya. Sayup-sayup telinga wanita itu mendengar langkah kaki berbondong-bondong masuk ke kamarnya. Dari nada bicaranya, itu adalah suara Nyonya Margareth dan Frita yang tengah kelimpungan. Dan setelahnya ia tidak ingat apa-apa lagi.
***
Beberapa hari setelahnya Ellea mulai mengurus beberapa urusan di istana. Ada berkas-berkas kecil yang ia bubuhkan tanda tangan serta stempel kerajaan. Dan sudah selama ini semua orang pergi, Putri Mahkota belum juga menerima kabar baik. Di film-film yang Estelle mainkan sewaktu jadi aktris dulu, seharusnya ada satu dua orang pembawa pesan yang memberikan kabar soal perang. Tapi nihil, sampai sekarang belum ada yang seperti itu.
"Tuan Putri, bolehkah saya mengganggu waktu Anda sebentar?"
Ellea mengangkat wajahnya, kemudian beralih dari dokumen-dokumen minor yang sudah berani ia kerjakan. Di depannya berdiri seorang pria bertubuh tinggi kurus, dengan mata jernih dan rambut keemasan yang memutih. Sekali lihat saja sang Putri tahu bahwa lawannya sudah muncul.
"Saya adalah Octavius Sillian, Perdana Menteri yang bertugas mendampingi Yang Mulia Putri Mahkota Estelle Theodore Deandrez." lelaki yang berusia lebih dari setengah abad itu tersenyum lebar, dan Ellea dapat melihat kelicikan di dalamnya.
"Senang bisa bertemu denganmu, Tuan Sillian," Ellea tersenyum sopan, kemudian ia menegakkan duduknya dan bersikap layaknya putri raja. "Apa ada yang bisa kubantu?"
"Ah, tidak, Putri." Lelaki itu masih tersenyum lebar, persis ular yang menjulurkan lidahnya, "Saya lihat beberapa hari ini Anda terlalu sibuk mengurusi berbagai hal di Deandrez, jadi saya mau mengusulkan sesuatu."
Ellea masih tersenyum sopan, "Langsung saja, Tuan Sillian, waktuku tidak banyak."
Octavius mengangguk paham, kemudian dia melirik sekilas ke arah pintu. Ellea mengikuti arah pandangan lelaki tua itu. Sumpah, perasaannya sangat tidak enak sekarang. Dia sudah tahu bahwa ini adalah detik-detik kemunculan Catherine. Meskipun tidak seperti alur aslinya, pada kenyataannya Catherine Sillian tetap muncul. Tenangkan dirimu, Ellea, jangan panik, jangan gugup ... pokoknya jangan tunjukkan apapun, dan beraktinglah dengan sempurna.
"Tuan Putri, ini adalah Catherine, satu-satunya putri saya." Octavius memperkenalkan putrinya, "Saya membawanya kemari untuk menemani Yang Mulia Putri Mahkota sampai semua orang pulang."
Gadis yang dipanggil Catherine itu maju ke depan, ia menyilangkan kakinya sambil membungkuk dan mengangkat sedikit roknya. Sebuah penghormatan yang mulus dan sempurna sekali.
"Perkenalkan nama saya Catherine Sillian. Hormat saya untuk Yang Mulia Putri Mahkota Estelle Theodore Deandrez."
Ellea menahan napas, rasanya seperti ada yang menyangkut di kerongkongannya. Nah, Estelle, inilah musuhmu yang sebenarnya!
◇•◇•◇
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Made Me A Princess? [On Revision]
FantasyEstelle Theodore terbangun sebagai istri Putra Mahkota Harziusse Arez Deandrez setelah mengalami kecelakaan, usai pembatalan kontrak naskah yang tidak ia sukai. Anehnya, Estelle justru masuk ke dalam alur cerita naskah itu dan berperan sebagai putri...