Prologue

11K 552 4
                                    

Kamu kemana?
Bermain petak umpat denganku?

***

Waktu menunjukkan pukul dua belas siang. Di mana matahari dengan tak ada malu-malunya bersinar terang di atas sana. Seperti biasa, matahari akan melakukan tugasnya: memperlihatkan sinarnya yang nampak indah, namun membuat hampir seluruh orang di dunia mengeluarkan peluhnya.

Begitu pula dengan dua orang yang berada di kelas tanpa AC itu. Sesekali mereka mengelap keringatnya menggunakan tissue.

Huh Jakarta memang panas.

Harusnya saat ini, mereka seperti murid-murid yang lain --istirahat. Namun mereka lebih memilih untuk berada di kelas. Alasannya satu, mereka kenyang dan mereka tidak mau berdesak-desakkan di kantin bersama para murid --yang mungkin cacing di dalam perutnya telah mengadakan konser.

"Lo beliin gue makanan dih di bawah. Terus bawain ke atas," ujar seorang lelaki yang duduk tepat di sebelah sahabatnya.

Gadis di sebelahnya menaikkan satu alisnya, "Kok kamu nyuruh aku? Kamu 'kan punya kaki. Beli aja sendiri."

"Gue males. Bantuin dong. Lo 'kan cantik, baik--"

"Aku nggak mempan dengan pujian kamu. Kamu kira aku sama kayak penggemar kamu. Sono, kamu comot salah satu penggemar kamu aja, terus suruh dia beli makanan," potong gadis itu mendelik kesal.

"Santai aja kali. Gue nemenin lo di sini aja deh. Kasian," ujar lelaki itu kembali bermain dengan ponselnya.

"Kasihan gimana?" tanya gadis itu mengernyit bingung.

"Kasihan. Habis ditinggal mantan nggak kesampean, lo jadi gini deh. Males ke kantin, males keluar. Biasa lo semangat '45 banget waktu masih ada--"

"Kalo kamu mau ganggu aku disini, kamu mending keluar aja," potong gadis itu pelan. Gadis itu bahkan sudah meremas ujung seragamnya, berusaha menahan air mata yang hendak keluar.

Seketika lelaki itu terdiam dan perasaan bersalah menyapa, "Eh sorry sorry gue nggak bermaksud. Serius deh. Gue nggak bermaksud."

"Kalo kamu bermaksud juga nggak apa-apa kok," lirih gadis itu membuang wajahnya.

Dan keheningan menyapa. Keheningan berupa kecanggungan. Sampai lelaki itu tiba-tiba teringat ada sebuah surat yang ingin dia baca kembali.

Lelaki itu membuka tasnya dan mulai mengeluarkan suratnya diam-diam, bermaksud agar gadis di sebelahnya tidak sadar.

Namun sepertinya takdir berkata lain. Tepat lelaki itu membuka suratnya, gadis itu melihat ke arah surat itu. Dan seketika, gadis itu membeku. Membeku saat melihat nama yang tertera di surat itu. Membeku saat mengetahui kenyataan: siapa yang mengirim surat kepada sahabatnya.

Nama itu, nama yang gadis itu selalu sukai. Nama yang mungkin takkan pernah bisa gadis itu lupakan bahkan sampai sekarang. Mungkin waktu takkan bisa menghapusnya.

Best Regards,

[a/n]

Cerita baru di bulan Maret! Semoga sukaaaaa! Jangan lupa votes dan commentsss!

Review sangat dibutuhkan!

Regards,
Dera

Cinta dan Diam [7/7 End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang