Matahari bersinar di atas sana. Waktu menunjukkan pukul dua siang. Peluh mulai membasahi wajah Atha. Sepulang sekolah, Raven berjanji untuk mengajak Atha ke suatu tempat. Entah, Atha juga tak tahu. Namun Atha yakin, pasti ada hubungannya dengan surat itu --surat yang dibacanya kemarin saat istirahat.
"Ini dia," ujar Raven sesampainya di depan pemakaman.
Atha mengernyit, untuk apa Raven membawanya ke pemakaman?
"Maksud lo bawa gue ke kuburan apa?" tanya Atha bingung.
Raven menghela napas pelan, "Lo turun aja. Gue tunggu di mobil. Nanti lo jalan lurus, terus lo hitung, nisan nomor sepuluh, warnanya putih."
"Lo ngomong apa sih?" tanya Atha bingung.
Raven terkekeh, "Lo ikutin aja perintah gue. Lo masuk ke pemakaman itu. Jalan lurus, hitung nisan sampai nisan ke sepuluh. Warna nisannya putih."
Menyelami lebih dalam maksud tersirat dari ucapan Raven, Atha membeku.
"Fa-fadio--"
"Lo akan ngerti," potong Raven lalu menunjuk pintu dengan dagunya, "gue tunggu di mobil ya."
Atha mengulum bibirnya lalu perlahan gadis itu turun dari mobil. Perlahan namun pasti, langkahnya berjalan mengikuti perintah Raven.
Hingga sampailah dia di nisan ke sepuluh berwarna putih dengan nama yang tertera di nisan itu.
Fadio Alendra
Atha terkesiap, tangannya menutup mulutnya. Tubuhnya menegang. Jika ini mimpi, maka bangunkanlah dia. Namun tidak, ini bukalah mimpi melainkan sebuah kenyataan yang harus dihadapi.
Gadis itu perlahan berlutut mengusap nisan berwarna putih itu, "Lo bercanda 'kan, Fad?"
"Bahkan, kita belum menciptakan memori indah tapi lo--"
Tangisnya pecah diantara sepinya pemakaman.
"Gue nggak nyangka," ujar Atha disela-sela isak tangisnya.
"Kenapa pergi secepat itu?" tanya Atha lagi.
Atha menangis. Suara isakkannya seperti alunan lagu menyesakkan di dalam pemakaman itu.
"Kita nggak pernah ditakdirin bersama ya?" tanya Atha tersenyum miris.
Cukup. Cukup sudah Atha di sini. Atha terlalu lemah untuk menghadapi kenyataan.
"Gue akan ngunjungin lo lagi nanti, Fad. Nggak sekarang," ujar Atha lalu bangkit berdiri.
Langkah cepat membawanya keluar pemakaman hingga gadis itu mendengar seseorang memanggilnya.
"Atha?"
Atha mengangkat kepalanya dan seketika gadis itu membeku, "Tan-tania?"
Tania tersenyum manis, "Lo udah tau ya, Tha?"
Atha terdiam, "Turut berduka cita ya, Tan," lirih Atha.
Tania tak perlu tahu tentang perasaan Atha kepada Fadio. Tidak. Atha membayangkan dirinya berada di posisi Tania.
Bagaimana Tania bisa bahagia jika pacarnya sudah menigggalkan dirinya selamanya? Mungkin jika Atha menjadi Tania, lebih baik, Atha tak usah hidup.
Melankonis memang.
Tania tersenyum kecil, "Namanya juga udah kehendak Tuhan 'kan, Tha? Kita nggak bisa apa-apa selain mengikuti."
Dengan begitu, Atha terdiam. Bagaimana bisa Tania yang dulunya seorang bad girl, kini berbicara seperti itu?
"Lo ke mana aja, Tan?" tanya Atha.
Tania tertawa kecil, "Gue pindah ke California setelah Fadio dimakamin."
"Turut berduka cita ya, Tan," lirih Atha.
Tania tersenyum lembut, "Terima kasih, Atha. Oh iya, ada sesuatu. Tadinya gue mau ke rumah lo habis ngunjungin Fadio. Eh ternyata udah ketemu lo di sini."
Tania membuka tasnya dan mulai mengeluarkan sebuah amplop berwarna pink, "Ini dari Fadio. Gue nggak ada waktu buat kasih ke lo dulu. Jadi, selagi gue balik ke Indonesia, gue jadi bisa ketemu lo. Nih, maaf ya baru bisa kasih sekarang."
Tania tersenyum lalu menghela napas pelan, "Gue ke Fadio dulu ya. Goodluck," pamit Tania lalu menepuk pundak Atha.
Setelah Tania pergi, tangan Atha terjulur membuka surat itu.
Halo, Athalia.
Gue jadi inget pertama kali kira kenal pas lo dijemur di lapangan. Lo inget kan? Masa lupa? Wkwkwk.
Tha, gue tau kok, lo suka sama gue kan? Bukannya pede ya tapi ya ... kenyataannya gitu kan, Thaaaa? Wkwkwk.
Maaf ya, Tha, gue belum bisa balas perasaan lo dengan membahagiakan lo. Gue tau ini pengecut, tapi gue punya penyakit, Tha. Gue nggak mau membuat lo jatuh cinta lebih dalam disaat hidup gue dalam ambang kematian.
Gue kena leukimia, Tha. Dokter bilang hidup gue nggak lama lagi. Maafin gue ya, Tha. Harusnya sebelumnya, gue buat lo bahagia dulu. Tapi gue nggak bisa. Gue nggak mau lihat lo nangis.
Tha, mata lo terlalu sempurna untuk mengeluarkan air mata. Mulut lo terlalu indah untuk mengeluarkan isakkan. Gimana kabar lo? Random banget ya gue? Udah lama banget ya gue nggak pernah tegur sapa sama lo?
Lo terlalu spesial untuk ditakdirkan buat gue. Di luar sana, ada seseorang yang cinta sama lo, Tha. Orang yang mencintai lo dalam diam. Orang yang diam-diam suka memperhatikan lo. Orang yang diam-diam selalu menjaga lo. Dan orang itu adalah Raven.
Raven mencintai lo. Tapi dia tau lo suka gue, dan dia cuman mau lo bahagia sehingga dia lebih memilih untuk mencintai diam-diam.
Gue nggak bisa buat lo bahagia. Gue nggak bisa membalas cinta lo. Tapi Raven bisa.
Tha, gue pamit dulu ya. Makasih ya Tha pernah hadir di hidup gue. Makasih ya Tha pernah mencintai gue. Makasih ya Tha pernah bertahan disaat lo tau, gue udah milik cewek lain.
Makasih ya Tha. Lo pantes bahagia.
Jaga diri lo ya, Tha.
Best regards,
Fadio Alendra."Atha? Lo lama banget. Gue kira lo kenapa-kenapa," ujar Raven tiba-tiba.
Dengan wajah yang basah akibat air mata, Atha tersenyum dan berkata,
"Gue udah capek ngerasain penyesalan, Rav. Gue nggak mau menyesal menyia-nyiakan seseorang yang mencintai gue. Dan gue cukup tau gimana rasanya mencintai dalam diam," ujar Atha, "lo mau nggak ajarin gue mencintai lo?"
End.
[a/n]
HABIS YEYY! End ya iniii. Maaf banget udah menghilang selama dua hari WKWKWK.
Gue tau penjelasan tentang Fadio ini rada nggak jelas. Kalian pasti bingung kan, Fadio itu sebenernya cinta sama Atha atau engga, sih? Tapi kalau kalian baca baik-baik, pasti kalian ngerti. Tapiii, kalau kalian nggak ngerti, maka tunggu penjelasannya di cerita gue yang lain. Belum publish sih tapi akan di publish. Gue nggak mau jelasin terlalu rinci karena gue nggak mau spoiler untuk cerita lain.
Jadii, maafkan kalau alurnya kecepetan, ceritanya absurd, abal, amatir, dan nggak jelas. Karena ... tbh gue nggak pinter ngerangkai kata.
Jadi maklumin yaaaa.
Jangan lupa votes dan comments. Review jugaa kay.
Regards,
Dera
![](https://img.wattpad.com/cover/61306540-288-k124037.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dan Diam [7/7 End]
Teen FictionKamu akan tahu bagian paling brengsek dari mencintai dalam diam: ketika orang yang kamu cintai ternyata mencintaimu, namun dia telah lama berhenti sedangkan kamu masih mencintainya seperti takkan berakhir. "Kalau kamu tahu cintamu takkan berbalas, m...