Pukul 8 malam tepat, Abyan mematikan mesin motornya di pinggir jalan Belerang. Jalanan ini merupakan jalan penghubung antara komplek rumah Abyan dan perkampungan yang ada di sebelah komplek rumah Abyan. Di sepanjang jalan ini hanya terdapat lapangan yang luas, dan hamparan pohon yang membentuk hutan kecil.
Jalan ini memang terkenal rawan kejahatan. Banyak kejadian kriminal yang terjadi di jalan ini, dari mulai begal hingga pemerkosaan.
Maka dari itu, jalan ini jarang di lalui oleh orang-orang. Mereka lebih memilih untuk melewati jalan raya walaupun lebih jauh, namun setidaknya jalan raya lebih ramai dibandingan jalan Belerang.
Abyan melihat sekelilingnya. Masih sepi, belum ada tanda-tanda kedatangan Bimo disini. Ia memarkirkan motornya di pinggir jalan dekat dengan lapangan kosong yang gelap. Lampu jalan yang berjarak 10 meter sekali menjadi satu-satunya alat yang membantu penerangan disini.
Abyan membuka helmnya, meletakkannya di atas motornya, lalu ia pun turun dari atas motornya. Abyan sudah sangat siap untuk menghadapi Bimo malam ini.
Deru motor memecah keheningan malam. Abyan melihat ke arah cahaya yang datang dari arah kanannya. Tiga motor gede datang bersama lima orang yang mengendarainya.
Abyan menyipitkan matanya, cahaya lampu sorot di ketiga motor itu menyilaukan matanya.
Ketiga motor itu berhenti di dekatnya, lalu mesin motornya pun dimatikan. Bimo yang mengendarai motor seorang diri, turun dari atas motornya dan membuka helmnya. Para anak buahnya pun mengikutinya dari belakang.
"Mana temen-temen lo? Takut?!" Bimo memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya sambil berjalan mendekati Abyan.
Para anak buah Bimo tertawa, melihat Abyan yang datang seorang diri. Diantara anak buah Bimo, terdapat Rizal yang tadi siang sempat mencegah Abyan di tengah jalan.
Abyan menaikkan salah satu alisnya tanpa merespon. Kedua tangannya ia silangkan di depan dada sambil menatap Bimo menantang.
"Kita hajar aja langsung bos!" Salah satu anak buahnya angkat bicara.
Bimo memperhatikan Abyan yang sama sekali tidak mempunyai raut wajah ketakutan. Jelas saja, Abyan sudah terlalu terbiasa dengan perkelahian.
"Mati lo!!" Bimo melayangkan tinjunya, namun dengan cepat Abyan menghalau pukulan Bimo dan melempar tangan Bimo di udara.
Bimo membelalakkan matanya melihat Abyan yang berhasil menepis pukulannya. Ia pun maju lagi dan melayangkan pukulannya dari arah yang berbeda.
Lagi-lagi Abyan menghindari pukulan Bimo yang mengarah tepat ke wajahnya hanya dengan memiringkan kepalanya. Namun sayang, dengan cepat Bimo langsung menyerang perut Abyan dengan sebuah tonjokan hebat.
Abyan meringis, Bimo tertawa melihatnya, anak buahnya pun ikut tertawa. Mereka masih sebagai penonton yang menyemangati sang bos untuk melawan Abyan.
Tawa Bimo sejenak langsung hilang saat wajahnya terkena pukulan keras dari Abyan yang berusaha melawan. Bimo terlihat semakin berang, ia marah karena Abyan berhasil membuat ujung bibirnya berdarah.
Abyan berdiri gontai, pukulan yang menghujam perutnya masih terasa menyesakkan. Namun diam-diam ia puas bisa melayangkan pukulan tepat di wajah Bimo.
Para anak buah Bimo langsung menghampiri bosnya dan melihat kondisi Bimo yang mengeluarkan darah segar dari ujung bibirnya.
"Gapapa bos?" Ucap salah satu anak buah Bimo.
Bimo menepis tangan Rizal yang menyentuh pundaknya.
"Bang*at lo!" Salah satu anak buah Bimo mulai menyerang Abyan dengan melayangkan tinju ke arah wajahnya.
Abyan sontak berusaha mengelak, dan balas menghantam perut si anak buah tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zahra & Abyan
Spiritual(Uncompleted story) PUBLISHED Warning! Cerita di Privat karena mirror web, harap follow terlebih dahulu untuk membaca :) "Aku nggak pacaran." "Kenapa? Masih belum move on dari mantan?" Zahra tersenyum, lalu menggeleng lagi. "Nggak boleh pacaran...