BAB 28: Aris' secret

2.7K 133 0
                                    

Aku Aris, umurku 22 tahun. Sebenarnya hidupku seperti kebanyakan orang lain. Bangun pagi, belajar, bekerja, pulang sore, makan malam, lalu tidur. Tapi semua berubah saat ayahku menjadikanku bahan taruhannya.

Malam itu aku selesai bekerja dari kedai kopi di samping rumahku. Tepatnya aku bekerja paruh waktu. Saat membuka pintu rumahku yang terletak di gang kecil, aku melihat ayah dan seorang pria dengan setelan jasnya. Dia muda, kurasa dia tampan, dengan rambut pirangnya, badannya atletis, tapi kurasa dia bukan orang Jerman.

"Aris mulai hari ini, kamu ikut Michael, dia sudah memenangkan mu" ujar ayah.

"APA! Ayah bermain judi lagi Iya! Kenapa kau tidak jadikan rumah ini saja bahan taruhan mu! Ha!" ujarku terkejut.

"diam kau, ayah masih butuh rumah ini, sekarang kau ambil koper yang ada di lemari dan kemasi pakaian mu itu. Cepat!" tukas ayah.

"just death you ASSHOLE!!"

Aku berlari keluar rumah dan menyusuri gang yang dipenuhi salju menuju jalan raya dengan jaket dan syal berwarna coklatku. Namun, aku ditarik oleh seseorang dari belakang. Dan ku yakin itu ayah.

"jangan pergi Nona manis, sekarang kau itu milikku"

Aku tertegun mendapati Michael yang mengejarku. Dia menarik tanganku menuju mobil mewah berwarna peraknya. Aku terus berusaha melepas cengkeraman tangannya di pergelangan tanganku. Namun semuanya sia-sia karena tubuhku yang kecil, tidak bisa melawan tubuh Michael yang dua kali lebih besar dariku.

Michael membawaku ke apartemen mewah dengan mobilnya. Dorrint An Der Messe Koln. Nama apartemen yang merepotkan. Michael terus menarik tanganku memasuki apartemen itu.

"mulai sekarang dan seterusnya kau akan tinggal di apartemen ini, dan kau harus melakukan apapun yang ku mau mengerti. Dan jika kau berusaha lari para pengawalku akan menangkapmu. Jadi, jangan pernah macam-macam" ujar Michael saat memasuki lift.

"terserah kau saja" ujarku malas.

"kau tau ayahmu itu sangat payah bermain" ujar Michael.

Michael mendorongku masuk ke dalam kamar. Dan menguncinya saat dia juga masuk ke dalam kamar. Michael memelukku dari belakang dan mulai menciumi bahuku.

"hentikan...hentikan....apa yang kau lakukan!" ujarku panik. Berusaha membuka kungkungan lengannya di pinggangku.

"kau harus melakukan apa yang ku inginkan Nona, dan sekarang aku sedang bergairah padamu" ujar Michael.

"lepas...lepas....kita buat perjanjian dulu, karena aku tidak suka di kekang" ujarku spontan.

"baiklah tapi aku tidak suka jika kau punya banyak permintaan" Michael duduk di sofa yang ada di depanku.

Aku duduk di hadapannya.

"baiklah, kau...kau....boleh melakukan itu padaku....tapi jika aku hamil....kau harus melepasku...bagaimana?" tanyaku.

"jika kau takut hamil kita bisa memakai pengaman" balas Michael.

"aku tidak suka...cepat bagaimana....apa kau setuju" tanyaku lagi.

"aku tau kau tidak mungkin mau bertanggung jawab jika aku hamil, dan aku juga tidak suka kau kekang, jadi kita Sama-sama diuntungkan....kau dapat tubuhku, aku dapat kebebasanku lagi...walau aku harus punya satu anak....bagaimana?"

"baiklah...tapi sekarang kau harus memuaskanku"

Michael memegang tengkuk dan lututku, dia mengangkatku ke atas. Dan membawaku ke dalam kamar. Dia menciumi seluruh bagian tubuhku, dan menerjangku tanpa henti hingga tubuhku penuh peluh, aku juga tidak bisa merasakan kakiku.

Saat Michael tertidur di sampingku. Air mataku perlahan menetes tanpa bisa di bendung. Aku tidak tahu apa yang akan ku lakukan, aku harus pergi dari Michael. Aku akan membalas semua perbuatan ayah. Aku harus membalasnya.


Pagi hari datang, aku membuka mataku dan mendapati Michael memelukku dari samping. Baru kali ini aku melihat wajah se-tampan ini. Bulu mata panjang dan alis tebal menghiasi matanya, hidung yang semampai, dan bibir yang tebal di bawah sangat manis. Rambut pirangnya yang berantakan membuatnya terlihat menggoda. Napas yang teratur dan hangat menerpa wajahku. Aku menggerakkan tubuh keluar dari kungkungannya, namun itu membuat Michael terjaga.

"kau tau kau membuatku tergugah lagi" ujar Michael parau.

"diamlah lepaskan aku...aku harus kuliah" ujarku mengangkat lengannya dan perutku.

"baiklah....tapi kau harus kembali ke sini setelah kau menyelesaikan kuliahmu"

"iya..."

Aku beranjak duduk namun nyeri langsung terasa di perut bawahku. Hingga membuatku mendesis. Michael yang beranjak ke lemari dan mengambil celana pendek mendahului ku, menoleh ke arahku dan menaikkan alisnya.

Michael berjalan ke arahku, dan mengangkatku ke kamar mandi. Aku spontan memeluk lehernya dan menjaga selimut yang menutupi tubuhku. Michael menaruhku tepat di bawah pancuran air, dan,mulai membuka keran yang ada di atas kepalaku. Air membasahi selimut yang ku kenakan begitu juga tubuh Michael.

Michael menarik selimut yang ku pakai. Namun aku menahannya. Dan memberinya tatapan membunuhku.

"apa yang kau lakukan!?" tanyaku

"memandikanmu" ujar Michael.

"pergilah sialan...aku bisa sendiri" ujarku mendorong bahu Michael menjauh dengan satu tanganku.

"baiklah" ujar Michael keluar dari kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, aku selesai membasuh tubuhku namun aku tidak tahu harus memakai baju apa, hingga aku hanya melilitkan handuk di sekitar tubuhku. Kemudian aku keluar dari kamar mandi dan mendapati Michael sedang memakai setelah jasnya.

"pakailah baju yang ada di lemari itu" ujar Michael.

Aku berjalan pelan ke arah lemari, dan aku melihat berbagai macam pakaian yang sama seperti yang ada di lemari kamarku. Kaus lengan pendek, jeans, jaket dan syal. Namun semuanya terlihat baru. Tidak usang seperti yang ada di rumah. Aku hendak bertanya pada Michael namun di sudah beranjak dari kamar. Aku menghela napas dan mengambil kaus dan celana jeans juga jaket.

Aku menaiki angkutan umum menuju kampus. Sesampainya, aku berusaha tetap tersenyum saat beberapa orang menyapaku. Saat memasuki kelas aku melepas jaketku karena ruangan kelas di sini mempunyai penghangat ruangan. Aku duduk di kursi yang paling belakang.

Saat kuliah di mulai. Aku melihat ada mahasiswi baru diantar oleh Dr David dan seorang pria paruh baya. Mahasiswi itu terlihat cantik, matanya yang tegas di hias dengan kacamata klasik, hidung mancung, dan bibir tipisnya. Dia terlihat dewasa namun juga terlihat manis.

Aku tersenyum tipis saat melihat kepeduliannya. Ternyata masih ada orang baik di dunia ini. Dan aku juga sudah menduga jika dia orang berada, karena aku seperti pernah melihat pria paruh baya yang mengantar Reina di majalah bisnis saat aku bekerja di kedai.

Ku harap aku bisa mempercayainya.

Reina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang