11

114 22 0
                                    

Selesai menonton pertandingan. Aku bergegas pulang kerumah. Selama diperjalanan dari lapangan menuju gerbang sekolah, Naya terus membicarakan betapa hebatnya Tim basket sekolah, tapi sebenarnya Naya lebih menjurus memuji Nata.

"Kamu tertarik sama Nata?" ucap ku ditengah-tengah pembicaraan Naya yang memuji Nata. Kalian jangan berpikir aku bosan mendengarnya, hanya saja aku risih jika Naya selalu membicarakan nata

"Hah? Enggak lah. Nata kan punya kamu."

Perkataanya sontak membuatku terdiam. Ingin sekali aku meng'iya'kan ucapanya. Tapi apalah daya kenyataan bukan seperti itu.

"Suatu saat nanti Al. Percaya deh," ucap Naya.

"I don't believe," ucapku terdengar sangat pelan dan parau.

Naya mengeratkan tangannya pada pundaku. Naya tahu bahwa aku telah menyukai Nata sejak aku SMP, entah karena apa aku menyukainya padahal saat itu Nata telah pergi meninggalkan ku.

"Hei, itu bukannya mobil Kak Bian?" Naya menunjuk kearah mobil yang mirip dengan mobil Kak Bian.

"Sepertinya."

Aku dan Naya melangkahkan kaki menuju mobil yang kami duga adalah mobil Kak Bian. Saat kami berada disamping mobil, pintu mobil terbuka menampakkan seseorang yang menjadi dugaan kita.

"Hai," Kak Bian tersenyum sangat manis. Menampakkan sedikit deretan gigi atasnya yang putih dan rapih. "Baru mau aku massage, eh kalian udah disini."

"Kami apa Alina aja kak?"

"Huss apaan sih." Aku memukul pundak Naya pelan.

"Sebenarnya Alina sih," Kak Bian menggaruk tengkuknya yang sepertinya tidak gatal. "Tapi sekalian aja sama Naya."

Naya hanya tersenyum geli menanggapi ucapan kak Bian. Suasana menjadi canggung akibat perkataan Naya dan aku tidak menyukainya.

"Ayo masuk. Aku antar kalian pulang," ajak Kak Bian.

Kami memasuki mobil Kak Bian, Naya lebih memilih duduk dikursi belakang dan menyuruhku untuk duduk dikursi depan menemani Kak Bian. Ya mungkin memang seharusnya begitu.

Didalam mobil hanya ada suara musik yang terdengar dari tap yang diputar oleh ku. Kak Bian sibuk mengendarai mobil sedangkan Naya sibuk memainkan ponselnya sambil sesekalu tersenyum. Sejak tadi aku selalu melihat Naya tersenyum walau senyumannya hanya senyuman yang tipis.

"Makan dulu ya. Pasti kalian belum makan," ucap Kak Bian yang membuat suasana canggung mulai mencair.

"Wah ide bagus tuh. Verociny cafe ya," ujar Naya dengan semangat.

"Oke."

Kak Bian langsung menuju cafe yang dibilang oleh Naya. Sebetulnya aku tidak yakin bahwa kak Bian mengetahui tempat cafe seperti itu. Cafe yang berada diujung kota dan terkesan sangat klasik dan horror akibat suasananya yang sedikut redup dengan furnitur yang didominankan oleh barang barang berbahan kayu.

Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di depan sebuah restorant yang bertuliskan 'verociny cafe'.

"Aku pikir kakak enggak tau cafe ini dimana," ucap ku setalah kami turun dari mobil.

"Cafe sekeren ini mana mungkin aku enggak tau." Dengan gaya yang cool, Kak Bian berjalan pergi meninggalkan ku dan Naya.

Disini aku dapat melihat Naya yang terkejut. Sepertinya aku tahu niat awal Naya, dia ingin mengerjai Kak Bian yang dia kira tidak mengetahui tempat ini.

"Udah yuk masuk." Aku menarik Naya untuk segera memasuki cafe.

Kami menduduki kursi yang berada dipojok ruangan dengan dihiasi oleh barang barang antik disebelah meja kami. Dari sini, kamu juga dapat melihat pemandangan yang terdapat dibelakang cafe. Cafe ini memiliki kebun sendiri yang terletak dibelakang cafe.

Sambil menunggu pesanan kami, kami isi dengan obrolan singkat dan diiringi oleh alunan melodi yang diciptakan dari pemain musik di cafe yang menambah kesan romantis dan klasik. Begitu tenang. Dan ini menjadi satu-satunya cafe yang tidak dekat dengan pusat keramaian kota.

-W-

"Bye. Hati-hati ya."

Setelah mengantarkan Naya pulang, Kak Bian langsung mengendarai mobilnya untuk mengantarkan ku pulang. Selama diperjalanan, kami isi dengan gurauan serta candaan.

Tidak berapa lama sampai lah dirumah ku. "Makasih kak," ucapku setelah turun dari mobil. "Beneran enggak mau mampir dulu?"

"Enggak deh. Enggak ada Willy."

"Oke."

"Salam aja buat Om dan Tante."

"Siap."Aku melambaikan tangan saat mobil Kak Bian mulai pergi dari pekarangan rumah. Aku tidak tahu apakah Kak Bian melihatnya atau tidak.

Saat aku masuk kedalam rumah, aku melihat bayangan seorang perempuan tergambar dikaca sedang berdiri menghadapku.

"Michelle...,"

-W-

Vommentnya ditunggu.

Tengkyuu

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 16, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WaitingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang