Hujan turun dengan deras, aroma petrichor tercium. Aku sendirian, semuanya sudah pulang. Aku terjebak hujan disini karena aku ketiduran didalam kelas.
Apa tidak ada yang membangunkan ku?
Aku menjulurkan tangan untuk merasakan seberapa besar hujannya turun. Tapi hujan sangat deras dan tidak ada tanda tanda bahwa hujan akan berhenti. Akhirnya aku putuskan untuk menerobos hujan.
"Kau gila, huh?" Seseorang meneriakiku. Aku tidak peduli, yang aku peduli, aku ingin pulang sekarang.
Aku terus melanjutkan jalanku. Tapi tiba tiba sebuah tangan menghentikan jalan ku.
"Kau gila? Hujannya sangat deras." Lagi suara orang itu. Aku memutar tubuhku untuk melihat siapa orang yang berani beraninya memegang tanganku. Saat aku bertatapan muka dengannya, aku tersadar, dia Nata.
"Nat..." Nata langsung menarikku untuk masuk kedalam mobilnya.
"Keringkan rambut mu," Nata memberikan ku handuk kecil saat kami didalam mobilnya.
"Akan aku antar kau pulang."
"Tidak, tidak usah. Aku bisa pulang sendiri," aku mencoba menolak ajakannya.
"Pulang sendiri dengan hujan hujanan huh?"
Aku diam
Nata langsung mengendarai mobilnya keluar dari sekolah.
"Apa yang kau lakukan disekolah hingga sore hari?" Tanya untuk membuka pembicaraan.
"Basket," jawabnya singkat tanpa melihat kearah ku.
Setelah itu suasana canggung terjadi. Selama perjalanan aku hanya melihat jalanan, sedangkan Nata sibuk mengendarai mobil. Tiba tiba mobil berhenti. Aku melihat kearah Nata, tapi Nata malah menaikan sebelah alisnya.
"Enggak ada orang ya?" Tanyanya.
"Apa?"
"Rumah kau sepi?"
"Masa sih?" Aku baru menyadari bahwa sudah sampai rumah. "Kita sudah sampai ya?"
"Iya."
"Ya ampun, aku tidak membawa kunci," ucapku panik. Yang benar saja, orang rumah tidak ada yang memberitahuku bahwa mereka akan pergi.
"Ikutlah kerumah ku dulu."
Aku ingin menolaknya, tapi tidak bisa karena Nata sudah melajukan mobilnya.
Nata menyuruhku untuk masuk kerumahnya.
"Nata," seorang perempuan memeluk Nata saat kami baru saja masuk rumahnya. "I miss you. Udah lama enggak bertemu," perempuan itu melepaskan pelukannya.
"Kapan kau datang cel?" Tanya Nata
Cel?
"Baru," jawab perempuan itu. "Dia siapa? Apa dia pacar mu? Oh, cepat sekali kau ganti pacar Nat? Bagaimana dengan Flo?" Seseorang yang dipanggil Cel itu memborong pertanyaan untuk Nata.
"Perkenalkan dia Alina," Nata memperkenalkan diri ku didepan Cel.
"Oh hai Alina. Aku Michelle," dia tersenyum sambil mengulurkan tangannya, aku langsung menjabat tangannya. "Tunggu. Dia Aliooa..." Nata menutup mulut Michelle untuk memberhentikan ucapanya. Nata langsung melirik Michelle, sepertinya mereka berbicara lewat tatapan mata, karena setelah itu Michelle menganggukan kepala tanda mengerti.
Apa yang sebenarnya ingin dia ucapkan?
"Ayo ikut aku. Akan aku pinjamkan baju ku untuk kau ganti," Michelle mengajakku kekamar, entah lah kamar siapa, mungkin kamarnya.
Setelah Michelle memberikan ku baju, aku langsung menggantinya dikamar mandi.
"Akan aku buatkan hot chocolate," Michelle menawariku minuman saat kami baru saja keluar dari kamarnya.
"Kau tunggu sana saja. Boleh menyalakan TV, apa saja sesukamu," ucap Michelle.
"Aku ikut dengan mu saja."
Aku merasa tidak enak jika aku harus menunggu. Lagian aku juga tidak dekat dengan Nata. Apa yang akan dia katakan jika aku menyalahkan TVnya tanpa izin darinya?
"Baik lah," Michelle mengajak ku kedapur rumah Nata.
Michelle sedang sibuk membuatkan 3 hot choclate, untuku, untuk Nata, dan untuknya.
"Kau Alina Arsya Camellin kan?" Tanya Michelle saat sedang membuat hot choclate.
"Ah iya, darimana kau tahu?"
"Seseorang membicarakan banyak tentang mu. Oh ya, apakah kau tidak ingin tahu tentang aku?" Michelle tersenyum.
"Seseorang itu siapa?" Aku bertanya dengan bingung. "Boleh jika kau mau memperkenalkannya."
Michelle sangat lucu, jarang sekali orang akan membicarakan tentang dirinya sendiri.
"Secret," Michelle tertawa. "Perkenalkan, namaku Michelle Nabillarisa. Kau bisa memanggilku Michelle ataupun Cele, terserah kau saja."
Aku menganggukan kepala.
"Selesai. Yuk." Michelle telah selesai membuat 3 hot choclate. Aku tidak membantu apa apa sepertinya, eh tapi memang iya sih.
Michelle mengajaku keruang TV untuk menonton TV. Ternyata disana sudah ada Nata yang sedang sibuk dengan ponselnya. Michelle memberikan hot chocolate untuk Nata.
Kami nonton bersama. Beberapa kali kami akan tertawa, karena Michelle mempraktekan gerakan yang ada ditv. Aneh, gerakannya benar bebar aneh, tidak mirip dengan apa yang ada ditv, tapi dengan percaya diri, Michelle terus melakukannga.
Setelah cukup lama, tidak terasa bahwa hujan telah berhenti, aku pamit untuk pulang kerumah. Lagian, ternyata dirumah juga sudah ada kak Willy. Michelle menyuruh Nata untuk mengantar ku pulang.
"Dia sepupu ku," ucap Nata saat perjalan menuju rumah.
"Apa?" Aku tidak mengerti apa yang Nata bicarakan.
"Michelle, sepupuku. Dia baru datang dari Australia. Kau tidak mengenalnya? Padahal dulu dia pernah tinggal dirumah ku," Nata berbicara banyak tentang Michelle. Aku suka saat Nata berbicara banyak padaku.
"Aku tidak pernah bertemu dengannya waktu itu."
"Masa sih? Kau kan pelupa." Nata tertawa. Untuk pertama kalinya Nata tertawa saat hanya bersamaku.
Aku tersenyum.
"Kenapa?" Tanya Nata saat sudah berhenti tertawa.
"Ah, tidak."
"Mau masuk dulu?" Tawar ku saat sudah sampai rumah.
"Boleh deh, mau liat kak Willy."
Aku mengajak Nata kedalam rumah. Aku menyuruh Nata untuk menunggu diruang tamu saat aku akan memanggil kak Willy.
"Hei Nat." Kak Willy berpekukan bersama Nata, seperti seorang saydaa yang sudah lama tidak bertemu, padahal kemarin mereka bertemu di rumah Florent.
Selanjutnya mereka asik ngobrol bersama. Aku pergi meninggalkan mereka. Sesekali aku mendengar Nata tertawa dengan kak Willy. Kapan lagi Nata akan tertawa bersama ku, hanya denganku?
Setelah cukup lama Nata mengobrol dengan Kak Willy, Nata berpamit pulang, karena tidak enak meninggalkan Michelle sendirian.
Setelah Nata pulang, aku bersama kak Willy bermain ayunan ditaman rumah.
"Dia masih sama kayak dulu Al," ucap kak Willy saat kami sedang bermain ayunan.
"Hanya dengan kakak saja."
Aku berpura pura tidak peduli dengan apa yang dibicarakan dengan kak Willy.
"Semoga nanti enggak."
Sejujurnya aku mendengarnya, hanya saja aku tidak ingin membicarakan Nata. Aku juga berharap seperti itu, berharap bahwa Nata akan bersikap sama dengan ku seperti Nata bersikap kepada kak Willy. Aku hanya tinggal menunggu, kapan waktu itu akan datang.
--

KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting
Teen FictionMenunggu. Aku akan menunggu mu. Menunggu sampai kamu benar benar seperti dulu. Sampai kamu mau melihat ku. Aku memang bodoh. Aku bodoh karena menunggu yang tidak pasti. Tapi bukankah cinta harus diperjuangkan? Tapi mengapa harus aku yang berjuang? s...