Rissa POV
"Kita mau kemana sih Bun. Kok pakai baju rapi?"
"Kita mau ketempat Om Firly sayang." Kiran hanya ber-oh-ria. Aku melirik arloji ditangan. Firly bilang jika dia sudah mau sampai.
Sebenarnya aku ingin tak usah dijemput. Melihat rumahku yang jauh, lebih efektif jika aku dan Kiran berangkat sendiri kerumah Firly. Namun dia memaksa ingin menjemput kami. Yasudahlah. Aku hanya menurut. Hitung-hitung irit bahan bakar.
Kuambil nafasku dalam, berusaha meyakinkan jika ini yang terbaik. Tuhan. Jika memang Kau izinkan aku bersama Firly maka mudahkanlah. Semua yang akan terjadi hari ini aku serahkan semua padaMu.
Suara klakson mobil terdengar. segera kuambil clutchku dan menggandeng Kiran keluar dari rumah. Disana telah ada Firly dengan pakaian yang tak kalah rapi dengan kami.
Setelah melalui sejam perjalanan, akhirnya kami sampai dirumah keluarga Firly. Ternyata rumahnya hanya terhalang satu rumah dengan rumah orang tua Devan. Bahkan tadi kami melewati rumah orangtua Devan. Aku baru ingat jika Devan dulu pernah bilang Firly adalah teman masa kecil abangnya. Jadi wajar jika mereka ternyata bertetanggaan.
Aku menggandeng Kiran dan mengikuti Firly masuk kedalam rumah besar itu. Walaupun masih kalah besar dengan rumah orangtua Devan.
"Akhirnya kalian sampai juga. Jadi kamu wanita yang diceritakan Firly." Kami disambut oleh seorang ibu-ibu yang mungkin adalah ibunya Firly. Entah mengapa aku merasakan hal yang tidak enak. Dia menyapaku biasa saja namun rasanya ada yang aneh.
Apalagi ketika dia melihat Kiran. Seperti ada hal yang disembunyikannya."Iya tante." Jawabku singkat.
"Kita langsung ke meja makan saja yuk. Makan siang sudah siap."
aku melihat Firly dan Firly hanya tersenyum.
"Ayo. Jangan malu-malu." Firly merangkul bahuku dan menuntun kami masuk keruang makan yang letaknya bersebelahan dengan ruang keluarga.
Aku melihat meja makan sudah penuh dengan beragam jenis makanan. Dan disana telah ada laki-laki paruh baya dan dua orang perempuan yang lebih muda dari Firly. Kemungkinan mereka adalah adik-adik dari Firly.
"Silakan duduk."
Kiran duduk diantara aku dan Firly. Ibunda Firly duduk disamping kedua perempuan tadi dan ayah Firly duduk di kepala meja makan.
Semuanya memulai makan siang sambil sesekali mengobrol ringan. aku pun ditanyai beberapa pertanyaan oleh kedua orangtua Firly. Seperti umur, pekerjaan dan hal-hal umum lainnya.
"Bun. Kiran nggak mau wortelnya." Aku langsung menoleh kepada Kiran. Kuambil wortel dari piring Kiran dan memindahkannya kepiringku.
"Bun? Bunda?" Aku langsung melihat lagi kearah ibu Firly yang juga sedang melihatku dengan pandangan bingung. Aku tak mengerti apa maksud pertanyaannya. Mengapa dia seakan kaget ketika Kiran memanggilku Bunda.
"Ma, Firly memang belum memberitahu mama. Tapi Firly sudah yakin dengan pilihan Firly." Kini aku menatap Firly bingung. Apa yang belum disampaikannya? Jangan-jangan Firly belum mengatakan statusku yang sebenarnya.
"Apa maksud kamu Fir?" Kini nada suara ibu Firly berubah menjadi angkuh. Apa-apaan ini.
"Rissa adalah janda. Almarhum suaminya adalah Farhan teman kuliah Firly dulu." Jadi Firly memang belum mengatakan semuanya tentangku. Bagaimana mungkin dia belum mengatakannya padahal hal tersebut sangat penting.
"APAAA!!! JANDA??!!" Kiran langsung memelukku erat. Dia sangat ketakutan. Haruskah ibu Firly berteriak seakan kami ada dihutan.
"Kamu pikir kamu layak untuk anak saya. jangan-jangan kamu hanya mengharapkan harta anak saya. Bagaimana bisa anak saya tertarik dengan janda sepertimu." Aku menatap ibunya Firly geram. Memangnya ada yang salah dengan Janda. Apakah berdosa. Toh aku menjadi janda karena mas Farhan yang meninggal, bukan karena aku wanita nakal atau hal-hal negatif lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Listen To My Heart
RomanceMasa lalu adalah hal terkejam bagi mereka. Kehilangan orang yang mereka cintai selama-lamanya membuat separuh jiwa terbang pergi entah kemana. Hingga akhirnya kedua jiwa yang tinggal setengah itu bertemu. Menguatkan satu sama lain, menjadi obat satu...