Bagian 3

3.9K 301 1
                                    

Boggi mengecek penampilannya dengan cepat di spion depan sebelum keluar mobil. Boggi mengumpulkan berkas jurnal terjemahannya, beberapa textbook penyakit bedah yang mau dipinjam Julian, dan memakai jas putihnya. Kemudian Boggi keluar mobil, siap memulai hari di Rumah Sakit.

Jam ditangan baru menunjukan pukul enam limabelas menit, Boggi masih memiliki waktu untuk berjalan santai menuju ruang konferensi. Setiap pagi, di bagian UGD selalu dilakukan presentasi kasus malam sebelumnya yang dilakukan oleh dokter umum jaga UGD, dihadiri oleh seluruh dokter umum dan dokter spesialis.

Menurut Boggi itu merupakan rutinitas yang cukup baik. Mereka bisa saling belajar kasus yang dihadapi teman sejawat lain, mengoreksi jika ada penanganan yang kurang tepat, mencontoh cara terapi yang baik, dan membagikan ilmu terbaru tentang pengobatan dan tindakan medis. Ilmu-ilmu lama yang sudah usang bisa diperbarui, demi pelayanan yang optimal kepada pasien.

Dokter-dokter spesialis di Rumah Sakit itu pun sangat komperatif. Mereka tidak memandang juniornya sebelah mata. Bimbingan dan konsultasi selalu diberikan dengan ramah dan terbuka. Suasana kerja di Rumah Sakit itu membuat Boggi betah selama satu tahun ini.

Kesibukan Rumah Sakit pagi itu sudah mulai terasa, sesuatu yang selalu menakjubkannya. Rumah Sakit tidak pernah tidur, duapuluh empat jam, kegiatan selalu berjalan. DI UGD, pasien tidak ada putus-putusnya masuk untuk ditangani. Di bangsal, selalu ada pasien baru yang masuk atau pasien lama yang bermasalah. Di ruang persalinan, setiap saat terlahir jiwa baru. Dan di beberapa tempat, beberapa jiwa meninggalkan dunia dengan tenang. Sungguh pembelajaran siklus hidup yang luar biasa.

Boggi tersenyum, menyapa petugas oksigen yang berpapasan dengannya, hendak mengambil persedian oksigen di tabung oksigen raksasa dekat lapangan parkir. Pak Jon pagi ini kelihatan lelah, tapi tetap bersemangat mendorong tabung yang beratnya puluhan kilo, mungkin melebihi berat badannya sendiri.

Boggi berjalan melewati pintu UGD, berpapasan dengan seseorang kakek yang nampak sesak nafas dengan selang oksigen terpasang menutupi mulut dan hidungnya, didorong diatas brankar. Di tangan kirinya terpasang selang infus. Pak Wito, satpam jaga, membantu Galih, perawat jaga malam, mendorong pasien ke dalam UGD.

'Hmmmm... Pasien gangguan nafas akut. Mungkin asma atau Penumpukan cairan pada paru (udem pulmo)' batin Boggi.

"Selamat pagi dokter Boggi." Sapa pak Wito ramah.

Boggi tersenyum manis.

"Pagi pak Wito, pasien rujukan?" Boggi bertanya sambil ujung matanya melirik ke pasien di atas brankar. Pak Wito mengangguk.

"Iya dok, kiriman dari Wonosari." Jawab Pak Wito.

Boggi mengangguk maklum. Ia menyapa pasien, berbincang sejenak, lalu pamit sambil memberinya senyuman.

"Semoga cepat sembuh." Kakek itu mengangguk dan tampak senang walau kepayahan menghirup oksigen dan maskernya.

Kemudian Boggi mengucapkan selamat bekerja kepada Pak Wito dan Galih, dan berjalan terus menuju ruang konferensi di bagian belakang bangunan UGD.

"Sudah pak Wito, bantuin saya mindah pasien." Galih mengalihkan perhatian Pak Wito yang terus menatap punggung dokter Boggi, Pak Wito tersadar.

"Iya, as Galih. Dokter satu itu ramah sekali. Senang saya lihatnya. Apalagi kalau sama pasien. Wah.. kalau semua dokter banyak begitu, saya rasa nggak ada pengaduan dokter malpraktek ya." Pak Wito mengomentari sambil membereskan ujung selimut Kakek itu, siap mengangkatnya.

Galih mengangguk setuju, mengatur selang oksigen yang membelit tiang infus.

"Memang kalau menurutku ya pak, di antara dokter umum yang jaga disini, dokter Boggi itu paling perhatian sama pasien. Penjelasannya juga enak diterima pasien, jadi jarang ada pasien yang komplain karena kurang paham atau salah pengertian. Dia juga mau kalau ditanyai perawat, suka ngajarin gitu. Pinter, enak ngejelasinnya... " Galih menambahkan. Sekarang mereka siap untuk memindahkan Kakek itu dari branker ke tempat tidur UGD.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang