Bagian 10

2.7K 231 6
                                    

Boggi sedang berjalan menyusuri bangsal. Baru saja Dokter Shani menelponnya, memanggil Boggi ke ruangannya di bangsal penyakit dalam. Boggi tahu, ini pasti sehubungan dengan peristiwa malam minggu kemarin. Boggi menggigit bibirnya, kesal becampur khawatir. Ah, tapi apapun yang akan dikatakan atau dilakukan Dokter Shani, dimarahi atau nilai kelakukan baiknya dikurangi, Boggi tidak peduli.

Dari arah berlawanan Boggi melihat Igo sedang berjalan bersama dua orang perawat bangsal, Gina dan Tita. Mereka tertawa-tawa, sepertinya sedang menceritakan pasien mereka di bangsal. Sesaat mata mereka bertemu, namun Boggi segera membuang mukannya melihat taman dan Igo juga seolah-olah tidak melihatnya, meneruskan bercakap-cakap dengan dua perawatnya. Malahan Gina yang menyapa Boggi dan Boggi membalas dengan senyuman.

Mereka belum berbaikan, kejadian itu baru dua malam yang lalu dan Boggi masih sakit hati dengan ucapan pedas Igo. Boggi mempercepat langkahnya, hari ini Boggi hanya mendapat jatah jaga bayangan, jadi tidak ada kegiatan wajib yang harus dilakukannya. Rencananya, setelah bertemu Dokter Shani Boggi ingin mengisi waktu dengan membaca di perpustakaan.

Igo menarik nafas panjang setelah menjauh. Baru kali ini Igo marah dengan Boggi yang sebenarnya sangat merugikan Igo, karena Igo kehilangan tempat bertanya dan bantuan mencarikan bahan presentasi. Tapi biarlah, kadang-kadang Boggi harus tahu pikiran orang lain supaya Boggi tidak terlalu sempit memandang sesuatu.

'Nanti juga akan membaik sendiri.' kata Igo dalam hati.

Boggi sampai di muka pintu ruangan Dokter Shani, mengatur nafasnya sebentar dan mengetuk pintu.

"Masuk." sahut Dokter Shani dari dalam.

Dokter Shani sedang menata beberapa berkas di mejanya. Melihat Boggi masuk, Dokter Shani tersenyum dan menyapa ceria.

"Hai Boggi, mari... mari..." Kata Dokter Shani.

"Aku masih beresin laporan seminar Bali kemarin untuk presentasi bagi ilmu besok. Wah asyik banget kemarin Gi, banyak dibahas tentang kombinasi ARV, terutama untuk pencegahan pasca pajanan." Ujar Dokter Shani panjang lebar.

Boggi hanya tersenyum kecil, kurang mengerti maksud Dokter Shani. Boggi terlihat salah tingkah di tempat duduknya.

"Gi, apa pendapatmu kalau ku bilang bahwa aku HIV positif?"

Boggi mengangkat wajahnya, nampak terkejut.

"Hah, apa benar mbak?" tanya Boggi tak percaya, dan Dokter Shani menatapnya serius.

"Apa pendapatmu? apa reaksi mu?" Dokter Shani mengulang pertanyaannya.

Boggi masih dengan rasa terkejut yang nampak dari mata dan ekspresi wajahnya menatap Dokter Shani lekat-lekat. Seniornya ini masih muda, usianya baru sekitar akhir tiga puluhan, cantik, cerdas dan sedang mengambil pendidikan doktoral, seorang aktivis HIV/AIDS, pembicara dimana-mana, kesayangan super seniornya para Profesor, sudah memiliki tiga anak yang masih kecil, suaminya seorang arsitek sangat menyayanginya.

Dokter Shani terkena HIV? Boggi tidak bisa berkata-kata.

"Kamu masih mau bertemu dengan ku? masih mau bicara denganku?" kejar Dokter Shani.

Boggi terdiam. Dokter Shani mengulurkan tangannya.

"Ayo kita salaman, aku HIV positif." kata Dokter Shani.

Boggi tergagap. Boggi tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan Dokter Shani yang terulur.

Boggi tidak habis pikir, darimana Dokter Shani bisa tertular? Apa karena tertusuk jarum dari pasien? Mungkin begitu, karena Dokter Shani orang baik-baik. Nah, ini yang membedakan Dokter Shani dengan orang-orang itu. Boggi mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Dokter Shani. Dokter Shani tersenyum lebar.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang