Part 9. Gara-gara telur dadar 2

3.8K 354 55
                                    

Yang nunggu jawaban Mara, ini dia ... Selamat membaca.

typo lgsg komen, lgi malas ngedit.

Voment adalah semangatku menulis ^^v
Ditunggu  Voment-nya xoxoxo

***

Aku menatap Arlan dengan perasaan bersalah. Aku bingung harus menjawab apa? Ini terlalu cepat bagiku. Aku memang sudah membuka hati untuknya, tapi semua butuh waktu. Sekarang yang kupikirkan bukanlah soal perasaan hatiku saja, namun perasaan Daralah yang harus lebih penting.

"Kamu nggak perlu jawab Mar, memang ini terlalu cepat."

"Maaf." Hanya itu yang bisa kuucapkan. Aku tidak bermaksud menunda-nunda. Aku hanya butuh keyakinan. Semua tidak semudah yang dibayangkan, butuh pertimbangan agar ada keraguan lagi kedepannya.

"Kamu nggak pa-pa?" Aku bertanya sedikit ragu, takut dia kecewa.

"Aku nggak pa-pa, aku akan nunggu kamu sampai kamu siap," jawabnya sambil tersenyum memaklumi. Senyumnya yang indah dan tulus menular ke bibirku.

"Terima kasih," ucapku dengan masih menyunggingkan senyuman.

"Oh ya ..." Dia melirik jam di pergelangan tangannya, "Sudah larut malam, sebaiknya aku pulang. Terima kasih untuk telu dadar spesialnya, maaf merepotkanmu," ucapnya seraya berdiri, ada nada geli saat dia menyebutkan telur dadar. Ahh dasar kau telur dadar! karena ulahmu membuat keadaan jadi serba salah seperti ini.

Aku pun ikut berdiri, mengantarkannya ke pintu utama.

"Hati-hati, Mas," ucapku saat sudah berada di depan rumah.

"Iya." Arlan melangkah mendekat, tangan kanannya terangkat menyentuh daguku, mendongakkannya. Dia menunduk lalu mencium keningku, cukup lama sebelum menjaukan wajahnya kembali.

"Aku akan menunggu dengan sabar, sampai kamu siap," lanjutnya.

Perasaan bersalah itu muncul lagi. Mataku berkaca-kaca, menatapnya sedih.

"Maaf," ucapku pelan, terdengar serak karena aku menahan cairan bening itu keluar.

"Aku nggak pa-pa, seharusnya aku yang minta maaf. Aku yang memaksa hubungan ini, aku akan bersabar sampai kamu bersedia seutuhnya untukku," ucapnya kembali mencium keningku, lalu kedua mata, hidung, dan berakhir mengecup bibirku.

"Yaudah, aku pulang dulu, sampai jumpa besok. Dah ..."

"Dah...."

Aku masih melambaikan tangan hingga mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Dan pada saat itu aku melihat sebuah mobil yang begitu familiar terparkir tidak jauh dari depan rumahku.

Sedang apa dia di sana?

***

Kembali aku tidak bisa tidur semalaman. Memikirkan tentang kelanjutan hubunganku dengan Arlan. Namun, yang lebih mengalihkan pikiranku adalah Dia, sejak kapan dia di sana? Apa dia melihat semuanya?

Ohh tidak! Aku harap dia tidak berbuat nekat seperti dulu lagi. Sekarang aku benar-benar takut. Takut akan kemungkinan dia akan muncul tiba-tiba, lalu melakukan itu lagi.

"Mar." Aku tersentak saat sebuah tangan bergerak turun naik di depan wajah.

"Maaf, aku nggak bermaksud ngagetin kamu," ucapnya seraya mengelus pundakku. Aku hanya menatapnya bingung. Sejak kapan dia di sini?

"Kamu kenapa?"

"Aku nggak pa-pa, Mas. Dara mana?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Mandi sama Lala."

Second WEDDINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang