Haiii ... aku hadir.
Semoga typonya berkurang hehehe udah malas ngecek. Selamat membaca yaaa.
Voment adalah semangatku menulis #kedip2cantik :*
***
Aku memandangi taman bermain dengan senyum yang tidak pernah lepas dari bibir. Tempat ini adalah saksi bisu, di mana Arlan kembali mencoba melamarku untuk kedua kalinya, dan Dara sangat antusias menyetujui lamaran itu.
"Pa, ke sana yuk."
Dengar saja, bahkan Dara sudah mengubah panggilan 'Om Arlan'nya dengan sebutan 'Papa'.
"Mama ikut?" Dara menatapku.
"Mama di sini aja," jawabku.
"Oke." Dara melangkah dengan mengandeng tangan Arlan, berjalan menuju arena permainan yang tersedia di taman ini. Aku terus memperhatikan mereka, dengan seutas senyum yang tak pernah lepas dari bibir.
Kebahagiaan tiada henti-hentinya melingkupi saat ini. Pria yang perlahan-lahan menarik hatiku, hingga sekarang seutuhnya sudah dimilikinya, selalu memberiku dan Dara limpahan kebahagian yang selama ini begitu kuinginkan. Mungkin ini adalah buah dari kesabaranku menantikan kebahagian. Rasanya aku ingin meminta kepada Yang Maha Kuasa agar menghentikan waktu, aku ingin kebahagiaan ini tak akan pernah berakhir. Ahh andai saja bisa!
Arlan benar-benar menunjukkan keseriusannya. Setiap hari dia hadir walau dalam keadaan sibuk sekalipun. Aku bersyukur, dia sangat perhatian kepadaku maupun Dara.
Setelah beberapa hari melamarku, Arlan mengajak aku dan Dara makan malam bersama dengan keluarganya. Walaupun bukan pertama kalinya aku datang keacara semacam ini, tetap saja aku gugup setengah mati. Aku gugup akan tanggapan dari keluarganya, tapi syukurlah, kehadiranku disambut dengan tangan terbuka. Senyum yang teramat ramah yang kudapat, bahkan Dara pun langsung akrab kepada Papa Arlan. Baru kuketahui, Arlan tidak memiliki saudara. Dia anak tunggal, dan ibunya sudah lama meninggal.
"Semoga hubungan kalian langgeng," pesan Papa Arlan yang kuangguki tanpa ragu. Aku pun maunya seperti itu, semoga saja tidak ada halangan dihubungan kami kedepannya. Amin.
Acara lamaran kepada kedua orangtuaku secara resmi dilaksanakan seminggu setelah pertemuan dengan Papa Arlan. Saat ini aku beserta Mama dan Papa sedang bersiap-siap menunggu kedatangan Arlan dan Papanya di rumah sekaligus toko milikku.
Tidak lama, akhirnya mereka datang. Setelah membicarakan panjang lebar, diputuskanlah kami tidak akan melaksanakan pertunangan atau sejenisnya. Kedua orangtuaku dan Papa Arlan mengusulkan 2 bulan lagi kami menikah saja. Aku dan Arlan pun tidak masalah, lebih cepat lebih bagus. Ahhh kalian jangan kiri ya :p
***
Disela kesibukan mengurus toko kue, aku juga mengurusi persiapan menjelang pernikahan.
"Sudah siap?" Aku menoleh mendapati Arlan berdiri di depan pintu kamar.
"Sebentar," jawabku masih dengan sisir di tangan, sedang mengikat rambut Dara. Saat ini kami sedang bersiap-siap akan pergi ke butik, untuk fitting kebaya pernikahan.
"Sabal Pa, lambut Dala masih diikat," oceh Dara. Aku tersenyum mendengarnya. Ada rasa menggelitik hati setiap Dara memanggil Arlan dengan sebutan 'Papa'. Wajahnya terlalu memancarkan binar kebahagian yang tidak pernah kulihat dulunya. Andai saja aku dan Arlan lebih cepat bertemu, pasti sudah sejak dulu aku melihat pancaran kebahagiaan Dara seperti ini. Itu sangat-sangat luar biasa bagiku, tidak bisa dideskripsikan dengan kata-kata.
"Oke, siap!" seruku semangat. Dara pun langsung turun dari kursi rias, berlari menuju Arlan yang sudah bersiap menyambutnya ke dalam gendongan. Kalian jangan pengen :v
KAMU SEDANG MEMBACA
Second WEDDING
RomanceMara Subandi gadis yang baru berusia duapuluh tahun harus menghadapi lika-liku rumah tangga yang berakhir pada perceraian dan mendapatkan status janda beranak diusianya yang begitu muda. Dalam pernikahan memang tidak selalu berjalan mulus, begitu pu...