Satu.

170 6 6
                                    

Rara POV

Siang ini, seperti biasanya, aku ditinggal pulang oleh teman-temanku. Ya, untuk yang kesekian kalinya mereka melakukan hal itu padaku. Entah karena disengaja atau tidak, entah karena lupa padaku atau karena masalah lain. Aku menginjakkan kakiku, menyusuri jalan menuju rumah dengan hati-hati.

"Temen-temennya pada kemana, non?kok sendirian?"

"Ehh.. Iya pak.Sofyan, hari ini aku pulang sendiri. Aku gak ketemu mereka di sekolah"

"Kalo begitu biar saya antarkan non ke dalam"

"Tidak usah, pak. Saya bisa kok ... Tenang aja"

Rasa sedih selalu menghampiri bila ada yang mengkhawatirkanku secara berlebihan seperti Pak Sofyan. Ya, aku tau kini aku tak seperti dulu. Aku bukanlah Rara yang dulu, yang bisa melakukan semuanya sendirian. Aku selalu membutuhkan orang lain untuk membantuku melakukan sesuatu.

####

Ini adalah hari ulang tahunku, hari yang aku tunggu-tunggu sejak lama. Semuanya sudah datang ke rumah dengan membawa bungkusan ditangan mereka. Tapi sebenarnya bukan itu yang aku inginkan, tapi kedatangan mereka lah yang aku tunggu. Dengan hadirnya mereka membuatku tahu bahwa aku termasuk orang yang ada di hidup mereka. Dengan senang hati mereka datang dan meluangkan waktunya untukku. Tidak seperti orang tuaku yang tak berada di sampingku malam ini. Mereka malah sibuk dengan urusannya masing-masing. Tanpa memperhatikan aku yang mereka sebut sebagai anaknya.

"Selamat ulang tahun Raaa!!!" sahut Ita dan Vina hampir berbarengan.

Ita dan Vina adalah teman sekolahku sekaligus teman satu kompleks. Mereka yang selalu pulang dan berangkat sekolah bersama denganku. Mereka juga adalah teman sekelasku.

"Cie udah tujuh belas tahun aja lu, Hahaha" ucap Vina sambil memberikan sekotak kado ukuran besar.

"Iya Ra, udah ga jadi anak kecil lagi nih sekarang" ucap Ita menjahiliku. Aku memang yang paling muda diantara mereka. Hampir terpaut satu tahun umur kami. Bahkan aku juga anak yang paling muda dikelas. Sweet seventeen bagi teman teman seangkatanku adalah perayaan ditahun lalu. Hehe. Memang aku terlalu cepat satu tahun waktu masuk sekolah.

Senyumku semakin melebar karena semakin malam semakin banyak teman yang datang. Semakin menumpuk juga hadiah yang ku terima. Tak tahu isinya apa dan tak tahu akan disimpan dimana kado sebanyak itu. Tapi, yang paling ku tunggu adalah kedatangan someone yang special bagiku. Selalu ada tempat yang berbeda untuknya dariku.

Dia adalah Alvin Cakra Pranata. Nama yang selalu ada di setiap hariku. Yang selalu membuat hari hariku jadi lebih berwarna. Yang selalu datang padaku saat aku sedang susah, namun tak mencari perhatianku saat aku senang. Yang selalu menjadi tempatku berkeluh kesah tentang apa yang menjadi masalahku. Entah kenapa, aku lebih nyaman bercerita pada Alvin daripada teman perempuanku. Mungkin ini karna Alvin sudah ku anggap sebagai seseorang yang special dihidupku. Walau selama ini kita hanya menyebut hubungan kita hanyalah sebatas sahabat.

Semuanya sudah berkumpul didepanku. Kini saatnya aku meniup lilin. Lilin ulangtahunku yang ke tujuh belas. Aku tidak sabar untuk meniupnya namun aku masih menunggu seseorang, Alvin. Dia masih belum juga nampak dihadapanku. Aku tidak mau meniup lilin kalo Alvin belum ada disampingku. Aku hanya berharap ada orang yang aku sayang di sweet seventeenku ini. Alvin sudah ku anggap cukup untuk mewakili kedua orang tuaku malam ini.

"Sekarang aja Ra, temen temen udah pada nunggu" ucap Kak Risa, sepupuku yang sekaligus menjadi MC diulang tahunku malam ini. Kakak ini jugalah yang selalu membantuku melakukan sesuatu, seperti belanja, mencari buku, dan masih banyak lagi.

"Bentar kak, bentar aja. Aku nunggu Alvin" ucapku memohon pada Kak Risa.

"Tapi ini udah telat 30 menit dari jadwal kita Ra. Bisa bisa kemaleman nanti selesainya"

Bukan begini yang aku inginkan. Sudah hampir 1 jam dari jadwal undangan berlalu tapi Alvin belum juga muncul. Aku sudah menelepon ke handphonenya tapi tidak juga mendapat jawaban. Dengan kesal dan tanpa senyum sedikitpun dari bibirku, ku tiup lilin ulang tahunku yang ke tujuh belas tanpa orang orang yang aku sayang. Tanpa mamah dan papah, juga tanpa Alvin.

Aku langsung pergi ke kamar setelah meniup lilin. Tak peduli apa yang dikatakan teman teman, tak peduli apa kelanjutan party itu, tak peduli juga pada suara Kak Risa yang memanggilku berkali kali. Saat ini aku hanya ingin diam dan sendirian di kamar. Ku-kunci pintu kamarku dan menghapus semua make up yang menghiasi wajahku. Malam ini adalah malam terburuk yang pernah aku alami. Aku benci semuanya. Aku benci Alvin.

####

"Pagi Ra, sorry bu-"

"Gausah minta maaf."ucapku memotong perkataan Alvin. Sudah cukup rasa kecewa yang aku rasakan kemarin lusa. Aku tidak mau bertemu dengan Alvin lagi.

"Ra, please semalem gue ha-

"Gue mau ke kelas. Oiya, kita gausah temenan lagi."

"Ra, ga segitunya kali." ucapnya sambil menarik tanganku saat aku sudah selangkah menjauhinya.

Aku hanya berusaha untuk melepas genggamannya dan pergi tanpa melihat wajahnya. Maaf Al, kini aku sangat kecewa padamu.

**

Ini first time nulis di wattpad😂.
Garing kah??
Vote sama comment ya, kritiknya berarti bgt☺

Whats Our Relationship?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang