Chapter 7

1.2K 129 46
                                    


Happy Reading ^^
________________
Budayakan VOTE sebelum membaca Ne !
___________________________________


MARK POV

Tidak biasanya aku terbangun dengan wewangian makanan. Sudah sewajarnya, karena aku hidup sendiri dan tidak mungkin ada yang akan memasak untukku. Krystal tidak mungkin bisa masuk ke apartemenku karena aku tidak memberinya kunci maupun kode flat-ku.

"Selamat pagi, Tuan Muda."

Aku mengerang. Seolah mengikutiku selama beberapa hari ini belum cukup baginya, dan kini ia berada di dapurku entah dengan cara apa.

"Sudah berapa kali aku bilang, aku bukan lagi Tuan Mudamu."

"Anda dari keluarga Yi-en yang saya layani. Sudah sepantasnya saya memanggil anda Tuan Muda."

"Bagaimana kau bisa masuk?"

"Saya meminta kunci cadangan pada pemilik apartemen ini."

Aku tidak mau tahu apa yang telah ia lakukan untuk mendapatkan kunci itu. Aku sudah bisa menebaknya. Yah, kurang lebih bisa menebaknya.

Dia Pelayan Kim. Pelayan pribadiku saat aku masih tinggal di kediaman Yi-En. Pertemuanku dengannya di gang sempit beberapa hari yang lalu rupanya tidak akan menjadi pertemuan terakhirku dengannya.

"Sampai kapan kau akan mengganggu hidupku?"

"Saya tidak berniat mengganggu hidup anda. Saya hanya ingin anda kembali."

"Kembali? Bagaimana mungkin aku kembali setelah ayah jelas-jelas mengusirku?"

"Anda bisa meminta maaf. Saya yakin Tuan Besar masih ingin anda di sisinya–.."

"Dan menjadi bonekanya?" selaku. "Tidak. Terima kasih."

"Apa Tuan Muda tidak mau kembali karena pemuda itu?"

Aku baru saja akan menggigit roti bakar yang telah disiapkan pelayan Kim di atas meja. Aku meletakkan roti itu dan mengerutkan kening.

"Siapa yang kau maksud?"

"Siapa pemuda itu?" tanyanya balik. Wajahnya berubah serius, tidak ada keramahan dan yang ada hanya wajah polisi yang menginterogasi tersangkanya. "Bukankah Tuan Muda masih berhubungan dengan Nona Krystal?"

Jadi dialah yang mengikuti kami sampai ke apartemen Bambam waktu itu?

Aku sudah berpikir yang macam-macam. Mengira Bambam dalam bahaya sampai aku rela tetap mengantarnya pulang beberapa malam ini karena mengira ada penguntit yang mengancam keselamatannya.

"Dia hanya temanku. Kenapa kau begitu? Ingin menasehatiku, huh?"

"Saya hanya ingin anda baik-baik saja. Pemuda itu tidak baik untuk anda. Dia seorang pelacur, bukan?"

Dalam sekejap aku bisa merasakan darahku naik ke kepala. Aku berdiri dan mencengkeram kerah bajunya. Rasanya sudah lama aku tidak semarah ini pada seseorang. Terakhir kali aku semarah ini saat aku harus meninggalkan rumah karena Ayah yang tetap keras kepala memaksakan kehendaknya.

"Jaga bicaramu. Dia bukan pelacur." Aku yakin jika aku seekor ular, aku pasti telah membunuhnya dengan racun yang keluar dari setiap perkataanku.

"Dia bekerja di Eros. Semua orang tahu tempat seperti apa Eros itu. Jadi–.."

Aku menariknya menuju pintu, masih dengan mencengkeram kerah kemejanya. Aku memeriksa setiap kantongnya sampai aku menemukan kunci duplikat apartemenku. Aku mendorongnya keluar.

Kiss buddyWhere stories live. Discover now