Chapter 9

1.1K 109 50
                                    

kembali lagi ni hehe. sebelumnya maaf jika ada beberapa kata yang belum teredit

Happy reading^^

Mark POV

Hyung... Hyung..."

Aku mengibaskan tangan, mengusir siapapun yang sedang berniat membangunkanku. Mataku masih berat untuk terbuka mengingat aku baru saja tidur sekitar 3 jam yang lalu. Yah, pada akhirnya aku tidak bisa tidur semalam.

Tiba-tiba aku tidak bisa bernapas. Sesuatu menjepit hidungku sampai aku gelagapan mengambil napas. Seseorang terkikik, menertawakan aksiku yang masih bersikukuh tidak mau bangun meski jalan pernapasanku ditutup.

"Siram saja dengan air," datang suara lain yang aku kenali sebagai suara Yugyeom.

"Jangan sekejam itu, Brownie."

Tapi sepertinya Yugyeom tidak mendengarkan. Beberapa saat kemudian aku merasakan cipratan air beberapa kali, cukup mengganggu tidurku dan akhirnya bangun dengan geraman jengkel. "Apa sih mau kalian?"

Bambam terkekeh, sedangkan Yugyeom hanya mendengus kemudian pergi ke dapur. "Hyung, ini sudah siang. Hyung tidak masuk kerja?"

Aku meraih ponselku di atas meja rendah tepat di depan sofa dan mengecek hari apa dan jam berapa sekarang. Aku menyumpah. Sudah tidak mungkin aku berangkat ke kantor sekarang. Aku memutuskan untuk tidak masuk kerja dan beralasan tidak enak badan.

Aku kembali merebahkan diri ke sofa. Menghela napas lelah sambil menutup mataku dengan punggung tangan. Sesaat kemudian aku merasakan tekanan-tekanan pelan di wajahku. Bambam mengusap titik-titik air di wajahku dengan tisu.

"Sudah berbaikan dengan Yugyeom?" gerakannya terhenti sesaat sebelum ia mengiyakan bersamaan dengan helaan nafasnya. Kuangkat tangan yang menutupi tanganku untuk menahan tangannya yang sedang mengeringkan titik-titik air di wajahku. Senyum di wajah Bambam perlahan mengendur.

Aku menatap wajahnya sambil menimbang-nimbang apakah pantas jika aku menanyakan apa yang terjadi semalam. Bambam juga menatapku dalam diam seolah menunggu.

"Ada sesuatu yang kau inginkan?" tanyanya saat aku tidak juga mengatakan sesuatu. Aku hanya diam. "Tunggu sebentar."

Bambam pergi entah kemana, mungkin ke dapur, lalu kembali dengan permen yang sudah siap masuk ke dalam mulutnya. Ia berjongkok di sampingku sambil mengemut permen itu sebentar sebelum ia mencondongkan tubuhnya satu tangannya mendarat di dadaku untuk menahan berat tubuhnya, sedangkan tangan yang lain hinggap di rambutku dan membelainya pelan hingga aku menutup mata dengan sendirinya. Kenapa aku bisa begitu gampang terhipnotis oleh sentuhannya? Aku juga tidak tahu.

Bambam menempelkan bibirnya sambil memainkan rambutku yang masih acak-acakan. Sepertinya itu adalah salah satu caranya untuk menghipnotisku karena selanjutnya yang aku sadari aku telah membuka mulutku untuknya. Sesuatu yang licin dan manis keluar dari mulutnya dan ditransfer ke dalam mulutku. Kedua bibirnya dengan lembut mengulum bibirku sampai menutup. Aku mengemut benda itu dan barulah aku menyadari bahwa itu adalah permen mint yang dimakan Bambam sebelum menciumku.

"Morning kiss," bisiknya lirih. "karena kau belum sikat gigi, aku gunakan permen penyegar mulut agar aku tidak terganggu dengan bau mulutmu." Bambam menjulurkan lidahnya.

Bukan ini yang aku inginkan dengan manatap wajahnya tadi. Bambam telah salah mengira. Apa dia menganggap bahwa ciumannya lah yang selalu aku inginkan? Aku berdehem dalam benakku sendiri. Oke, mungkin aku memang sudah kecanduan dengan bibir itu. Sepertinya aku harus memampatkan dalam otakku bahwa jika kau ingin terhindar dari bahaya yang bisa ditimbulkan Bambam, kau harus menghindari bibirnya, karena bibirnya sungguh... adiktif. Tapi... untuk sesaat– yah, untuk sesaat, aku bisa, kok, tidak memikirkannya.

Kiss buddyWhere stories live. Discover now