Chapter 2

332 162 17
                                    

-Sandras pov-

"Huahh..haohh..huahmm.." gue nguap sambil meregangkan tangan. Lalu gue beranjak dari kasur untuk bersiwak dan cuci muka. Setelah selesai, gue melangkahkan kaki gue ke balkon sambil membawa boneka textile yang Fino beli kemarin.

Oiya, btw sekarang si Matthew Matthew itu sering main ke rumah ini. Lo tau kenapa alesannya? Karena Fino yang selalu ngajak dia maen ps. Matt itu juga kebetulan temen SMA nya Nilo (sodara cowo gue). Jadi, mereka sering main gitu. sedangkan gue? cuman bisa melongo kaya sapi ompong kalo mereka lagi main ps.

Gue langsung memutar lagu di iPod biru laut gue. Senandung- senandung musik yang mengingatkan gue akan hal 'itu' selalu menjadi favorit gue. Entah kenapa, dan gue gak tau. Gue sedikit menepuk nepukkan tangan gue sesuai irama musik. Im in zone lah istilahnya.

Tiba- tiba iPhone gue berdering tanda ada telepon masuk. Setelah gue liat;
5missed calls from Marco cabecabean kalijodo

'Yailah mager..' gumam gue. Tak lama kemudian, dari bawah terdengar suara motor masuk garasi rumah gue.

"SANDRAA SINI DULU NAKK!!" Teriak Papa dari bawah. Gue berjalan dengan malas ke bawah. Gue kaget saat gue tau siapa yang datang pagi pagi begini. Saat gue mau ngibrit ke kamar gue lagi, Papa memanggil gue dan meminta gue untuk duduk di sebelahnya. Bangke.

"San kenalin, ini Marco, anaknya temen Papa kemarin.." Kata Papa sambil memegang pundak Marco. Marco ngesmirk ke gue. Anjir gue merinding..

"Ayo dong kamu salaman sama Marco. Kok diem aja, sih.." kata Papa sambil menyodorkan tangan gue ke Marco.


"Lo ngapain sih pake segala ke rumah gue?! Turunin gue, cepet!!" Perintah gue ke Marco. Dan lo tau kenapa Marco tadi dateng ke rumah gue? Dia minta izin ke Papa untuk ngajak gue pergi ke Blackmoon cafe-- yaitu cafe pribadinya. Gue gak mau, tapi Papa tetep melototin gue dn beralasan-- "Tawaran bagus gak boleh ditolak, San.." Yaudah gue pasrah.

Daritadi gue udah menggebuk- gebuk pundaknya Marco tapi dia malah tambah ngebut. Alhasil, mau gak mau gue harus bertahan di atas motornya.

"Gue mau jatoh, bangke!"

"Tenang, San. Lo jatoh, nanti gue tangkep.." gue memutar mata gue malas. Gak lama dari itu, motornya berhenti.

"Alay lo! Gue balik." celetuk gue singkat saat gue udah turun dari motornya. Tapi tangan gue dicekal ama dia. Lalu dia meluk gue dari belakang. Bulu kuduk gue meremang, tanda merinding akan makhluk halus yang berkeliaran di sekitar gue (baca: Marco).

"Gue sayang sama lo, maaf kalo selama ini gue cuma modus- modus doang. Maaf kalo gue brengsek, maaf kalo gue bejat, maaf." gue memutar bola mata gue.

"Bullshit! Gak guna lo ngomong begitu. Gak mempan ke gue!"

"Gue anter lo.."

"Gak!"

"Plis, San.."

"Ogah!"

"Ya.. ya? Gue mohonn, San.."

"GAK! LO TUH APAAN SIH!"

"Calon masa depan lo, lah"

"Idih! Najis banget gue sampe punya masa depan sama lo! Minggir!"

"Yaudah gue bakal ngiringin lo jalan sampe rumah."

'Ni anak batu banget, ish!' Rutuk gue sambil berhenti sebentar. Gue tersenyum tipis lalu berlari sekuat tenaga gue.

"Dasar tolol. Gue kan naik motor. Lagipula, kaki lo kan pendek, San.." Marco mengeluarkan smirknya lagi lalu menyuruh gue naik ke atas motornya dan kembali ke cafe. Gue hanya bisa memutar bola mata gue.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

STAY [on going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang