Mekah hari itu begitu cerah. Awan-awan putih berarak indah laksana bentangan-bentangan kapuk putih yang menari-nari diatas langit. Sementara hembusan angin gurun mendesah-desah, menyapa segala sesuatu yang dilewatinya.
Disebuah rumah yang sederhana seorang perempuan paruh baya duduk termenung seorang diri. Sesekali matanya berkedip-kedip pelan sambil pikirannya menerawang jauh melewati sekat-sekat ruang dan waktu. Hatinya diliputi dengan pengharapan dan perasaan yang berat.
Wanita itu adalah Khadijah binti Khuwalaid, seorang perempuan mulia dan cantik, istri Rasulullah SAW. Beberapa hari terakhir ini Khadijah merasa hatinya begitu gundah. Pasalnya, sudah setahun ia menikah dengan Muhammad namun belum juga ia merasakan adanya tanda-tanda kehamilan pada dirinya. Pikiran-pikiran itulah yang membuatnya terkadang sering merenung dan membatin.
Kala itu Khadijah berpikir, apakah setelah melewati usia 40 tahun dia menjadi seorang perempuan mandul? Sehingga tidak bisa memberikan keturunan kepada suaminya tercinta. Akan tetapi dia merasa dirinya sehat, kuat, dan normal. Apalagi dia juga mengalami menstruasi secara teratur. Apa yang salah pada dirinya? Batinnya di dalam hati.
Tahun kedua pun berlalu. Khadijah belum juga menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Walau dia tidak pernah kehilangan harapan sama sekali. Namun perasaan bahwa dia tidak mampu memberikan keturunan bagi suaminya membuatnya jiwanya tertekan.
Kadang-kadang Khadijah merasa tidak bahagia dengan kehidupannya bersama Rasulullah. Bagaimana tidak, dua pernikahannya sebelum ini telah memberinya tiga orang anak. Sementara dengan Muhammad dia tak beroleh keturunan sama sekali. Dia pun bertanya apa yang terjadi dengan pernikahannya kali ini? Apakah Tuhan tidak mentakdirkannya memiliki anak dari Muhammad?
Lama-lama Khadijah makin merasa khawatir. Dia tahu bahwa setiap orang mendambakan keturunan dari pernikahannya. Muhammad tentu bukan pengecualian dalam hal ini. Apa yang akan terjadi jika dirinya tidak mampu memberikan anak kepada suaminya itu? Tidakkah dia akan memilih wanita lain untuk dinikahi? Wanita yang mampu memberinya keturunan dan melanjutkan silsilahnya.
Kekhawatiran itu memenuhi perasaannya sepanjang tahun kedua pernikahannya. Hanya keyakinannya pada rahmat Tuhanlah yang membuatnya mampu untuk bersabar dan bertahan. Siang dan malam Khadijah selalu berdoa, memohon agar Tuhan mengabulkan keinginannya untuk memberikan keturunan kepadanya. Bertahun-tahun lamanya dia menjalani hidup yang bersih dan suci, apakah itu bukan alasan yang cukup bagi Tuhan untuk mendengar doanya?
Beberapa bulan dari tahun ketiga terlampaui sudah. Kesabaran Khadijah sudah hampir habis. Di saat kritis itulah rahmat dari Tuhan turun. Khadijah merasakan apa yang biasa dirasakan para wanita di tahap-tahap awal kehamilan. Akan tetapi Khadijah sering merasa ragu. Tidakkah itu sekedar ilusi karena keinginannya untuk beroleh anak yang begitu kuat? Akan tetapi makin lama tanda-tanda kehamilan di perutnya semakin terlihat kuat dan jelas. Janin yang dikandungnya kini sudah mulai bergerak-gerak, bahkan menendang-nendang. Betapa lega dan bahagianya Khadijah! Dia segera mengabarkan berita gembira itu kepada suaminya tercinta. Muhammad pun menerima kabar tersebut dengan rasa gembira yang tak terlukiskan. Mereka berdua berpelukan sambil tak henti-hentinya menghaturkan syukur ke hadirat Allah SWT.
Sesudah Khadijah menjalani masa-masa kehamilannya, sebagaimana wanita-wanita Quraisy di masa itu, Khadijah mengharapkan anak yang dikandungnya kelak lahir sebagai bayi laki-laki. Kaum Quraisy tidak pernah bangga memiliki anak perempuan seperti kebanggaan mereka memperoleh anak laki-laki.
Bulan berganti sampai tiba saatnya bayi yang dikandungnya akan dilahirkan. Khadijah makin intens melakukan persiapan-persiapan menjelang proses persalinan. Penantian terhadap lahirnya anakpun semakin menggebu-gebu. Orang yang akan menangani proses persalinan itu adalah Salma, pelayan wanita milik bibi Muhammad, Shafiyyah binti Abdil-Muththalib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukan Terakhir Ibunda Aminah
SpiritualPelukan Terakhir Aminah Ibunda Aminah, merupakan novel yang mengisahkan perjalanan paling memilukan dari kehidupan manusia agung, Muhammad SAW; Bagaimana kesedihan Muhammad kecil tatkala ia menjiarahi pusara ayahnya, Abdullah ditemani oleh Barakah...