Jakarta masih gelap tertutup awan. Embun pagi masih menetesi pepohonan dan rerumputan. Disebuah rumah sederhana pak Kemal baru saja bangun sesudah mendengar suara azan subuh berkumandang bersahut-sahutan dari menara-menara masjid di komplek rumahnya. Sebelum mengambil wudhu tak lupa pak Kemal membangunkan kedua anaknya agar mereka turut shalat subuh berjamaah bersamanya.
"Pak, bapak kan masih sakit. Shalat subuh di rumah saja yah?" Ujar ibu Kemal sambil menatap suaminya yang hendak mengambil wudhu.
"Bapak kan punya jadwal memberi kuliah subuh, Bu. Itu adalah jadwal umat, waktu yang dimiliki oleh bapak untuk mensyiarkan agama-Nya," tukas pak Kemal sambil tersenyum kepada istrinya. Rasa dingin yang menjalari tubuhnya tak bisa ia sembunyikan, membuat bibirnya bergetar. Bu Kemal makin khawatir. Sudah seminggu ini pak Kemal terkena demam hebat, terakhir ketika ia memeriksakan kesehatannya, dokter memintanya untuk beristirahat di rumah dan jangan terlalu banyak melakukan aktifitas.
"Kalau sudah sehat saja nanti, Pak," ujar bu Kemal dengan muka penuh kecemasan.
"Bapak masih kuat ko, Bu. Ibu tenang aja yah," sesaat kemudian pak Kemal sudah mengambil air wudhu untuk kemudian dia berangkat ke masjid ditemani kedua anak laki-lakinya. Ibu Kemal menghantarnya sampai pintu dengan tatapan gundah. Perasaanya tidak enak. Namun ia tak bisa mecegah kegigihan suaminya dalam beribadah dan berdakwah, walaupun sebenarnya ia takut dinginnya angin pagi akan makin memperburuk kondisi kesehatan pak Kemal. Maklum jarak masjid dari rumahnya sedikit jauh.
Pagi itu, seusai shalat subuh, seperti biasa Pak Kemal memberikan kuliah subuh bersama jamaahnya. Kecintaanya pada umat dan rakyat membuat dia selalu berusaha agar bisa bersama, dekat, dan membantu mereka. Walaupun pak Kemal orang terpandang namun akhlak dan pribadinya sangat mulia. Pagi itu ia memberikan kuliah subuh dengan tema yang disampaikan kepada jamaahnya mengenai "Pesan Terakhir Rasulallah". Jamaah yang hadir dengan seksama mendengarkan ceramah pak Kemal,
"Pagi itu langit telah menguning," ujar pak Kemal memulaui ceramahnya, " Entah pertanda apa, burung-burung gurun tidak lagi mengepakkan sayapnya. Rasulullah dengan suara terbata memberikan Khutbah.'Wahai umatku kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta-Nya. Maka taatilah Ia dan bertakwalah kepada-Nya. Dan aku mewariskan kepada kalian dua perkara yakni al-Qur'an dan Sunahku. Barangsiapa yang mencintai sunahku, berati ia mencintaiku dan khalik-Nya. Dan orang-orang yang mencintaiku akan masuk surga bersamaku kelak.'
Khutbah itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tajam. Seakan Rasulullah ingin merekam wajah sahabat-sahabatnya tercinta. Ia pandangi mereka satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu tanpa berkata-kata, Umar bin Khatab merasakan dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya, sedangkan Utsman menghela nafas panjang, dan Ali menundukan kepalanya dalam-dalam. Isyarat dari Allah telah datang. Dan saatnya sudah akan tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua, keluh semua sahabat yang hadir saat itu, dalam hati.
Pak Kemal menarik nafas panjang sebelum melanjutkan ceramahnya. Matanya mulai berkaca-kaca membayangkan saat itu ia hadir bersama para sahabat melihat secara langsung detik-detik terakhir wafatnya orang yang sangat ia kagumi dan cintai, Muhamad Rasulullah. Kemudian dengan suara terbata-bata ia melanjutkan ceramahnya,
"Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Sedangkan Jibril memalingkan mukannya dari Rasulullah. Rasulullah bertanya kepada Jibril, 'Jijikah engkau melihatku wahai Jibril?' Jibril menjawab, 'Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal.' Kata Jibril. Beberapa saat kemudian terdengar suara dari bibir Rasulullah. Ia memekik menahan rasa sakit yang tak tertahan. 'Ya Allah dahsyatnya maut ini. Timpakan saja semua ini kepadaku, jangan pada umatku.' Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Sementara bibirnya bergetar seakan ingin membisikan sesuatu, Ali yang berada di sampingnya segera mendekatkan telinganya. Kemudian terdengar Rasulullah berwasiat,'Ushikum bi shalat, wa maa malakat aimanukum.' Peliharalah oleh kalian shalat dan peliharalah orang-orang yang lemah di antaramu."
Mata pak Kemal makin basah. Buliran-buliran bening itu bercucuran menuruni wajahnya yang cekung. Bibirnya bergetar menahan tangis. Ia tidak sanggup lagi melanjutkan ceramahnya. Ia menangis sesenggukan terbawa oleh mozaik cinta Rasulullah yang begitu hebat. Hatinya bergemuruh membayangkan wajah Rasulullah disaat-sata terakhir kebersamaanya bersama keluarga dan para sahabat. Sementara jamaah yang hadir di sana pagi itu berlinangan air mata. Kesedihan merajai hati mereka masing-masing. Dengan suara tercekak pak Kemal berusaha menyelesaikan ceramahnya disela-sela tangis yang tiada terbendung,
"Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan. Sahabat saling berpelukan. Sementara Fatimah, putri kesayangan Rasulullah menutup wajahnya dengan tangan. Ali kembali mendekatkan telinganya ke mulut Rasulullah. Dengan suara lemah Rasulullah berucap kembali,'umatiie, umatiie, umatiie.' Umatku, umatku, umatku. Kemudian Rasulullah menarik nafas panjang dan menutup mata untuk selama-lamanya."
Sesudah menyelesaikan ceramahnya. Tangis pak Kemal makin tak tertahan. Kedua anaknya yang pagi itu menemaninya buru-buru mendekti ayah mereka. Namun belum sampai keduanya disisi ayahnya, Pak Kemal jatuh tersungkur. Para jamaah yang hadir panik dan berusaha untuk membopongnya. Ketika mereka berada disamping pak Kemal. Mulut manusia mulia itu berucap,
"Biarkan aku tidur bersama dengan anggur cinta yang memabukan jiwaku, biarkan aku beristirahat setelah sekian lama jiwa dan ragaku terbingkai fananya waktu. Nyalakanlah lilin itu dan bakarlah segala sesuatu yang ada di sekitarku. Kemudian taburkan dedaunan dan bunga-bunga di atas pusaraku. Kehidupan kita adalah kehidupan mengenai kisah cinta. Cinta yang sebenarnya yang dicontohkan oleh Tuhan dan rasul-Nya."
Sesaat kemudian matanya terpejam dan mulutnya mengucapkan tahlil berkali-kali dengan suara sesekali tercekak, La Ila Ha Ila Allah. Tidak ada Tuhan selain Allah. The Beauty of Death. Kematian yang indah, hanya diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya yang shaleh lagi mulia, baik itu di hadapan Allah, dan juga manusia. ***
![](https://img.wattpad.com/cover/61888935-288-k450107.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelukan Terakhir Ibunda Aminah
EspiritualPelukan Terakhir Aminah Ibunda Aminah, merupakan novel yang mengisahkan perjalanan paling memilukan dari kehidupan manusia agung, Muhammad SAW; Bagaimana kesedihan Muhammad kecil tatkala ia menjiarahi pusara ayahnya, Abdullah ditemani oleh Barakah...