"Izinkan aku melamarmu, untuk jadi pendamping disisa hidupku, berlayar merenda keluarga, meretas hidup bersama dan imam Dalam bahtera rumah tangga ..."
**
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, tepatnya 1 bulan yang lalu Inas melamar Ardan tapi apa daya jikalau sang mempelai prianya tak kunjung mengatakan jawabannya. Hati Inas terasa ketar ketir menunggunya, "apa ini penolakan secara halus" batinnya setiap kali Inas teringat.
Hingga hari berganti hari, minggu pun menyertai untuk beranjak serta bulan yang terus meninggalkan bilangan 1 hingga 12 dan sampailah dipenghujung tahun, genap sudah 1 tahun Inas menjalani hidupnya yang hampir berubah drastis selama setahun ini.
Setelah 2 bulan tak kunjung mendapatkan kabar dari Ardan, Inas memutuskan untuk meninggalkan kota metropolitan tempat ia bernaung selama kuliah dan bekerja.
Datang kembali ke sebuah kota pinggiran yang terletak di perbatasan antar provinsi yang menjadi tempat ibunya dilahirkan. disanalah ia memulai kehidupan barunya, menjadi guru disebuah TK.
"Assalamualaikum....." sapa Inas ketika memasuki ruangan yang cukup besar, di atas pintu terdapat papan tulis berukuran kecil tergantung dengan tulisan 'Kantor'
"Waalaikumsalam...." senyum Inas merekah ketika didalam ruangan tersebut sudah banyak guru pengajar lainnya yang datang.
"Tumben bu Inas pagi ini datangnya paling akhir, biasanya selalu paling awal." kata bu Madiyah sambil mengumpulkan buku-buku yang akan dia bawa untuk mengajar.
Inas hanya tersenyum menanggapinya.
Kemaren malam Inas tidak bisa tidur memikirkan tawaran pindah dari ibu kepala yayasan TK. mungkin lebih tepatnya kepala yayasan meminta Inas untuk ditempatkan ke sekolah TK di ibukota yang masih dalam satu yayasan tersebut.
Mungkin sebagain guru akan senang bila dipindahkan ke sekolah yang berada di ibukota, karena secara otomatis gaji dan jabatan mereka juga akan mengalami kenaikan. tapi bagi Inas, kembali ke ibukota seakan berat untuk dijalaninya, bukan. bukan karena lamarannya yang tak kunjung ada jawaban, tapi Inas sudah merasa nyaman berada di lingkungan desa ini.
Lagi-lagi Inas tersentak akan suatu hal, pemahaman yang sudah tertancap dalam dirinya. ia meringis akan dirinya sendiri, bagaimana bisa ia sempat berfikiran seperti itu, bukankah dimanapun ia berada seharusnya ia membawa suatu kebaikan bagi dia dan lingkungan sekitarnya. tidak hanya merasa nyama untuk dirinya sendiri. merasa dirinya sangat egois. segera ditepisnya jauh-jauh rasa ke-egoisannya.
Mendedikasikan untuk menjadi pengajar adalah sebuah panggilan jiwanya. mendidik dan memberikan pemahaman agama untuk anak didiknya adalah suatu hal yang paling ia ingini sedari dulu. dan baru setahunan ini ia mendapatkan kesempatan itu, dan Inas akan melakukan dengan sebaik-baiknya.
Inas meringis, batinya berkata "memang syaitan sangat ahli dalam menyelinap disetiap cela untuk menggoda manusia." kemudia ia beristighfar.
Dengan langkah penuh semangat, Inas mendatangi ruangan ibu kepala yayasan yang masih berada dalam satu ruangan kantor ini, hanya dipisahkan oleh pintu penghubung.
"Tok..Tok, Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam, masuk." suara dari dalam mempersilahkan Inas untuk memasuki ruangan.
Perempuan berkerudung itu tersenyum setelah mengetahui bahwa Inaslah yang mengetuk pintu ruangannya. menjelang usianya yang ke-60 tahun, bu Hasanah masih terlihat muda bagi Inas. perempuan baik hati itulah yang telah menawari Inas untuk menjadi guru di TK yayasannya setahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Heart
Historia CortaI pray to God, with my heart, soul and body. every single day of my life With every breath I solemnly promise #CerBung