Another Son - Chapter one

947 42 10
                                    


Seoul, Five years ego

"Bawalah dia pergi Ria-ssi, aku mempercayaimu. jangan biarkan mereka mengetahui keberadaan Jaerim."

Petir beradu untuk saling menyambar, seakan menjadi suara latar untuk jeritan hati perempuan muda itu. disampingnya berlutut seorang gadis, menggenggam tangan perempuan muda tersebut untuk memberi kekuatan.

"Profesor!." digengganmnya semakin erat tangan dingin perempuan itu. ia masih kaget dengan permintaan profesornya.

"Aku mohon Ria-ssi, jebal."

Gadis muda itu terus menangis, mulutnya tak henti-hentinya merapalkan doa permohonan kesembuhan untuk perempuan yang terbaring lemah di tempat tidur rumah sakit.

"Hanya kamu satu-satunya yang aku punyai untuk menjaga Jaerim, bawalah dia ke negaramu, asalkan Jaerim jauh dari mereka." suara lirihnya. Mencoba untuk membangunkan dirinya untuk bersandar pada gagang ranjang bangsal rumah sakit.

"Apa yang terjadi Profesor? Ada apa Prof? tolong jelaskan kepada Ria?" gadis itu masih bingung dengan situasi yang terjadi. Sepulang dari tempat kerja part time nya, tiba-tiba Profesor Jae shin menelpon, menyuruh dia untuk menemuinya disebuah rumah sakit.

Tentu saja Ria kaget, selama ini. sepengetahuan Ria, Profesornya baik-baik saja. bahkan kebugaran tubuhnya terjaga dengan baik, tapi malam ini tiba-tiba profesor menelponnya, dan memberitahukan bahwa dia berada di rumah sakit.

Profesornya yang selalu membantu dia di negeri ini, ketika jauh dari sanak saudara, merantau ke negeri orang untuk menuntut ilmu.bagi Ria, profesornya itu seperti keluarganya sendiri selama dia berada di negeri ini.

Selama ini, ia mengetahui bahwa Profesornya tidak memiliki keluarga selain anak laki-lakinya, yang saat ini baru berusia 2 tahun. Karena kebaikan Profesor Jae Shin lah, Ria bagaikan menemukan keluarga baru ditengah-tengah orang asing.

"Maafkan aku Ria-ssi, tapi percayalah. aku ingin kamu membawa Jaerim pergi sejauh-jauhnya dari negeri ini. bawalah dia bersama mu." Ria masih tak mengerti dengan situasi yang terjadi dengan profesornya. memang minggu depan dia akan diwisuda. untuk itu, disamping bekerja, dia juga disibukkan oleh berbagai persiapan untuk wisudanya, sehingga sudah terhitung 2 mingguan ia jarang bertemu dengan profesor JaeShin dan Jaerim.

Biasanya, setelah kuliah dan bekerja, Ria selalu menemui Profesor dan tentunya Jaerim, karena ia juga lah yang menjaga Jaerim selama profesor Jae Shin ada urusan dengan profesinya.

Rencananya setelah wisuda dia akan pulang ke negeri tercintanya. melepas rindu pada keluarga yang selama 4 tahun terpisah karena dia menerima beasiswa pendidikan dari pemerintah negeri ginseng.

"Setidaknya profesor harus menjelaskan kepada saya, apa yang sebenarnya terjadi pada profesor ? siapa mereka ? kenapa Jaerim harus saya bawa pergi dari negaranya ? memangnya profesor mau kemana ? sungguh Ria tak mengerti." tangan lemah itu digerakkannya kearah tangan mungil Ria. digenggamnya, mencoba memberi ketenangan untuk Ria. dia tahu saat ini anak didiknya itu sedang kebingungan.

"Aku sakit, waktu ku tak banyak. mungkin saat inilah aku harus pamit kepadamu Ria-ssi. jagalah Jaerim, aku percaya padamu."

"Tapi Prof ?"

"Keluarga Ayahnya tak akan pernah membiarkan Jaerim hidup, aku mohon bawalah Jaerim pergi secepatnya dari sini, sebelum mereka menyadarinya."

Ria semakin bingung dibuatnya. benaknya bertumpuk-tumpuk pertanyaan tapi melihat keadaan profesornya, Ria merasa iba untuk menanyakan lebih jauh.

"Baiklah prof, setelah Ria wisuda, segera Jaerim saya bawa pulang ke Indonesia."

"Terima kasih banyak Ria-ssi. mungkin aku tak bisa menjelaskan lebih banyak lagi kepadamu, terimalah ini, didalam buku ini semua pertanyaanmu akan terjawab." suara profesornya semakin melemah.

"Profesor, Ria mohon bertahanlah. Ria akan memanggil euisa-nim, saya mohon bertahanlah." sebelum Ria berlari, tangan profesor telah mencegahnya.

"Tidak usah Ria-ssi, mungkin ini sudah waktunya. jemputlah Jaerim."

"Prof.." tangisan Ria pecah sudah, sedari tadi ia mencoba untuk tak menangis dihadapan profesornya. tapi saat ini ia tak memperdulikan lagi, melihat wajah pucat, mata terpejam dan semakin melemahnya detak jantung dilayar EKG, membuat Ria histeria. dokter dan perawat berdatangan untuk memeriksa tapi sudah terlambat. profesornya sudah pergi.

"Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun"

Another HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang