2.Change

98 11 2
                                    

     Mata Adelle begitu berat walau hanya untuk sekedar  membukanya sedikit. Kepalanya terasa pusing sekali. Hal terakhir yang Ia ingat adalah dirinya tertabrak sebuah truk yang melaju cepat.

Setelah itu pandangannya memudar.

Hanya indera pendengaran yang dapat ia gunakan saat ini. Seluruh tubuhnya  kaku,bagai telah dipasung kuat sedemikian rupa.

"Dimana anggota keluarganya?"

"Sudah tidak ada waktu lagi!cepat donor kan mata nya!"

"Tapi,mata ini kan—"

"Kesembuhan pasien tetap nomor satu!"

"B-b-baiklah!"

Adelle tak begitu paham maksud perkataan dari dokter-dokter itu. Ia pasrah. Mau hidup atau tidak,itu bukan masalah bagi Adelle,karena Ia tahu...

Tidak ada yang menangisi kepergiannya.

Bahkan keluarganya sekalipun.

Kalau dipikir-pikir kembali lebih baik Adelle mati saja. Agar siklus mengerikan yang Ia lakukan terhenti dan Ia hidup dengan senyuman tulus di dunia sana. Namun,sosok seseorang kembali menghantui pikirannya.

Jun Allvardz

Aku belum siap untuk melupakannya.

————————————————————

Adelle POV

     Entah sudah berapa pekan aku terbaring lemah di kasur rumah sakit ini. Dan juga...

Kapan perban yang menutupi mata ku dibuka?

Mata ku diperban. Entah sudah berapa lama. Dokter mengatakan bahwa mata 'baru' ku ini belum pulih total. Dan sejak aku sadar dari koma selama satu bulan,aku merasa seperti orang tuna netra. Hanya bisa meraba sesuatu dan menggunakan indera pendengaran ku.

Mengingat tentang indera pendengaran.
Aku rasa...

Ada yang salah dengan telinga ku.

entah apa yang terjadi—karena aku tidak bisa melihat dengan perban di mata ku— setiap malam aku mendengar seseorang berbisik dan itu membuat bulu kuduk ku meremang.

Aku telah mendengar bisikan itu selama tiga minggu. Dan lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan semua bisikan mengerikan itu.

Satu hal yang membuat ku selalu terpikirkan,bahkan sampai sekarang...

Aku mengenal suara itu. Bahkan sangat familiar...

Jun allvardz

Kau kah itu?

————————————————————

     Hari pembukaan perban telah tiba. Aku telah menunggu sekian lama dalam kegelapan dan hari ini lah puncak nya.

"Baiklah,nak. Saya akan langsung buka perbannya"

"Baik,dokter"

Perlahan dokter melepaskan lilitan perban di mata ku. Merasa sedikit gugup bercampur dengan rasa antusias. Namun,ada hal lain yang mengganjal perasaan ku...

"Nah,sudah!sekarang kau bisa buka. Tapi perlahan saja"

Perlahan aku membukanya hingga terbuka total. Semua terlihat formal. Seperti orang yang melihat pada umumnya.

"K-k-kau bisa melihat kan?" Tanya dokter dengan nada gugup.

"Ya. Aku bisa melihat,dok"

Aku terheran mendengarnya.Ku liat dokter itu, perawakan tinggi semampai,berjas putih ala dokter,rambut pendek berwarna hitam,bola mata yang mulai kecoklatan dan kacamata yang bertengger di batang hidungnya. Tipikal dokter pria yang sudah berumah tangga. Dan memiliki dua anak dengan istri bernama— tunggu!

Endless CryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang