Pagi yang sunyi. Sudut ruang kamar Adelle terasa senyap dan dingin. Cuaca buruk telah terjadi di luar. Gadis remaja itu hanya terlengkup dalam selimut tebal di atas kasur empuknya. Matanya masih sembab dan kantung matanya semakin hitam.
"Mau sampai kapan kau di dalam selimut terus,Adelle?"
"Biarkan aku sendiri,Zeon."
"Kau hanya akan membuat buruk dirimu sendiri. Tiga hari kau bolos hanya karena tidak ingin keluar dan bertemu kakak mu. Aku yakin dia sangat khawatir." Kembaran Jun itu duduk di tepi kasur Adelle.
"Apa yang sudah dimulai harus diakhiri. Sekarang bangun dan tunjukan pada musuh kalau dia salah memilih lawan." Zeon menarik selimut Adelle.
"Tolong,Zeon. Aku ingin sendiri." Gadis itu membalas tarikan Zeon.
"Aku hanya ingin kau tenang dan seperti biasa,bukan kau yang suram mengerikan seperti ini." Zeon ingin atmosfir mencekam ini pecah dan digantikan suara emosi yang biasa Adelle keluarkan.
Namun,gadis itu masih terdiam.
Kemudian ia berucap. Sangat kecil hingga nyaris berbisik. Nadanya terkesan parau dan menahan isak.
"Zeon. Maaf aku baru memberitahu tentang hal ini."
Niat mengubah atmosfir menjadi ceria sirna sudah.
"Tentang apa?"
"Aku baru ingat. Kalau dulu aku...
... Hilang ingatan."
"Huh?"
***
"Sudah tiga hari sejak itu,ya?" Gadis beriris dark grey itu bergumam. Menatap keluar jendela dengan dagu bertopang pada tangannya. Cuaca di luar sama sekali tidak membaik sejak hari itu. Di mana semua mulai kacau dan runyam. Seperti benang yang awalnya lurus tiba-tiba tersendat karena kusut di tengah jalan.
"Mau jenguk?" Suara familiar itu terdengar jelas di telinga Keenan—gadis dengan iris dark grey tadi— walaupun jaraknya masih beberapa meter dari bangku yang sekarang didudukinya. Perlahan mendekat.
"Ide bagus. Tapi sialnya aku tidak tahu alamatnya." Keenan memerhatikan sosok jakung tinggi menjulang yang mendekat itu,Aaron. Ia sepertinya barusan keluar kelas untuk membeli sesuatu dari mesin penjual. Terbukti dengan sekotak jus melon yang ia isap.
"Aku tahu." Aaron mengambil salah satu bangku terdekat.
"Oh jadi sekarang kau berganti profesi sebagai stalker?, selamat atas kenaikan pangkatnya,saudara Aaron." Tak ada nada menyinggung dalam ucapan barusan Keenan. Hanya datar dan monoton. Terkesan membosankan.
"Aku diberitahu Jun."
Mata Keenan mendadak sinis. Merasa aneh dengan nama yang disebut Aaron barusan. Bayangan gelap melintas di dalam kepala gadis itu.
Sosok kosong yang nampak penuh.
"Oke. Jam pelajaran selesai kita get out."
***
"Kalian mau kemana?" Kevin memergoki Keenan dan Aaron sedang memilah buah-buah segar di toko buah dekat dengan sekolah. Walau Kevin tahu kedekatan Keenan dan Aaron bagai saudara kembar yang tidak bisa dipisah. Tapi,pertanyaannya adalah mengapa di toko buah?
"Kau buta? Apa aku harus menjawab 'kami sedang memancing di kolam berenang belakang sekolah'?" Aaron jenuh. Ia membalas dengan segenap nada menyinggung tanpa menatap lawan bicara.
"Oh man! bukan itu. Kau ingin kemana dengan Keenan dan juga buah segar itu? Seseorang sakit?" Kevin membalas dengan nada biasa, tak ada sindiran yang berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Cry
Mystery / ThrillerSenyum palsu yang terpati di wajah gadis remaja biasa,Adelle Kathylane,semakin sempurna. Tak ada yang tahu bahwa sesuatu yang menyakitkan ada di balik senyum itu. Semua berjalan sempurna bagi Adelle. Dan terkesan 'biasa'. Hingga sebuah kecelakan tra...