Chapter 3

72 29 3
                                    

Ava Allan as Nidya Anindita is on mulmed.

~

"Belfa, Rezki, Nidya, Deva!" seru salah satu perempuan yang satu kelas dengan mereka.

Yang dipanggil pun menghentikan langkah mereka. Dilihatnya orang yang memanggil.

"Apaan?" tanya Rezki tengil.

"Ini hasil ulangan harian fisika lo semua," jawabnya.

"Hah? Hasil ulangan?" tanya Belfa yang sedikit shock.

"Iya," perempuan itu memperjelas lagi lalu memberikan hasilnya.

"Anjir lah gua dapet 6," keluh Deva.

"Mampus dah, gue dapet 5 anjir. Bisa ngamuk nih bokap gue," gerutu Belfa.

"Yaelah gue dapet 6. Bisa gak dikasih uang tambahan lagi lah gue," gerutu Nidya juga.

"Yaelah, gue aja dapet 5. Lo semua selo aja napa," ucap Rezki dengan gaya tengilnya.

Nidya menoyor kepala Rezki. "Bego kok dipelihara,"

"Kita gak bisa kaya gini terus. Kayanya kita harus les tambahan, biar nilai kita agak naikkan. Iya gak?" saran Belfa.

"Lebay lu pake les-"

"Tapi lagian kita gimana sih. Temenan berempat, tapi gaada yang pinter. Bego semua," ucap Deva yang memotong ucapan Rezki.

Belfa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya mau gimana lagi,"

"Yaelah emang siapa sih yang dapet nilai sempurna? Emang ada?" tanya Rezki masih diikuti gaya tengilnya.

Dari kejauhan terlihat beberapa teman sekelas mereka keluar kelas dan menghampiri Levi.

"Lev, gue pinjem kertas lo dong,"

"Gue liat rumus sama caranya dong, Lev,"

"Woy gua duluan yang liat,"

Kira-kira begitulah beberapa kalimat yang diucapkan teman-teman sekelasnya. Membuat Levi cukup bingung harus bagaimana.

"Eh ambil dah. Ganti-gantian, jangan ilang," ucap Levi tidak mau ambil pusing. Ia lalu pergi dari kerumunan.

Melihat hal itu, Nidya dan teman-temannya menyimpulkan bahwa Levi sang pemilik nilai sempurna.

"Lah dia lagi?" tanya Deva memastikan.

"Tai lah dia aja terus yang dapet," kata Rezki sedikit kesal.

Belfa menatap aneh ke arah Levi. "Lah terus masa kita harus kursus sama dia?"

"Yakali. Kalo kita samperin aja dia gak pernah berani. Paling sama si bocah satu ini doang," balas Deva seraya menunjuk Nidya.

"Lu kaya gaada guru les lain aja dah. Lagian lebay banget lu, tumben ngurusin nilai. Biasanya juga bodo amat," cibir Rezki.

"Ujian bentar lagi, bego. Lu kalo masih gini kapan mau maju coy," kata Deva berlagak asik.

"Sok asik lu, jing," balas Rezki menatap geli Deva.

"Lah lu bego mah sendirian aja. Gausah ngehasut orang," tambah Belfa.

Rezki mendengus. "Tai kali lu mainnya keroyokan bacot. Gua kalah mulu,"

"Woy, Nid! Nidya! Diem aja lu," pekik Deva.

"Hah? I-iya apaan?" Nidya yang terkejut bangun dari lamunannya.

"Bengong mulu, entar kerasukan kaga ada yang mau nolongin," kata Deva seraya terkekeh.

"Tai. Udah ah gue ke kelas aja dah," kata Nidya lalu berjalan ke kelas diikuti ketiga temannya.

Sepulang sekolah, Nidya langsung berjalan ke gerbang sekolah. Setelah melihat sekeliling, ia berjalan dan masuk ke dalam mobil sedan berwarna silver.

"Siang, non. Langsung pulang?" tanya pak Supri. Supir keluarga Nidya.

"Yeo, pak," jawab Nidya seraya tersenyum.

Sepanjang perjalanan, ia hanya melamun. Memang sepertinya hal itu sering ia lakukan. Tiba-tiba ia mengingat sesuatu.

"Bener juga sih kata Belfa. Apa gue minta ajarin sama Levi aja ya?" tanya Nidya entah pada siapa.

"Hah, kenapa non?" tanya pak Supri yang mengira bahwa Nidya bertanya padanya.

"Eh, g-gapapa pak," balas Nidya seraya memamerkan giginya.

***

Nidya memasuki rumahnya yang terlihat kosong itu. Ia berjalan ke arah dapur dan mendapati Linda dan Meli sedang membuat sesuatu bersama.

"Eh ada tante Meli," sapa Nidya ramah. Ia lalu mencium tangan Linda dan Meli.

"Eh, Nidi udah pulang. Tadi pulang bareng Levi ya?" tanya Meli.

"Enggak kok, tan. Tadi pas aku pulang, Levi udah gaada," jawab Nidya.

"Oh gitu. Paling dia langsung ngajar tambahan les," balas Meli.

"Ngajar les?" tanya Nidya penasaran.

"Iya, dia itu kan sukanya belajar dan mengajar. Makanya sampe sekarang dia itu gapunya pacar. Ya gimana, dunianya dia kan cuma buku doang," jelas Meli lagi.

Linda yang juga mendengarnya itu hanya terkekeh dengan penjelasan Meli.

"Oh iya, tan. Kapan-kapan mau gak ya Levi ngajarin aku belajar?" tanya Nidya.

"Ya boleh, lah. Emangnya kenapa?"

"Ya gapapa. Aku mau aja belajar sama Levi, dia kan pinter. Siapa tau aja, nanti nilaiku bakalan bagus kalo diajarin dia," jawab Nidya.

"Tumben kamu mau belajar, biasanya kan paling males," ucap Linda.

Nidya memutar kedua bola matanya karena ucapan mamanya itu. Harus sekali aibnya disebar di depan orang lain seperti ini. "Ma, jangan ngomong gitu dong,"

"Yaudah kamu tenang aja, nanti tante bilangin. Dia pasti mau kok," kata Meli.

Senyuman terukir di wajah Nidya. "Makasih tante,"

"Nih, kamu mau bantuin gak?" tawar Meli.

"Eh? E-engga deh, Nidi mau ke kamar aja ya," tolak Nidya canggung. Ia memang paling malas untuk masalah dapur.

***

Meli menghampiri anak laki-lakinya itu yang sedang melahap makan malamnya di meja makan. "Lev,"

"Eh iya. Kenapa ma?" tanya Levi.

Meli menarik kursi di sebelah anaknya lalu mendudukinya. "Tadi mama ke rumah tante Linda, bikin kue bareng. Terus Nidya cerita katanya dia mau belajar bareng sama kamu,"

Ucapan mamanya itu membuatnya tersedak. "Apa? Belajar bareng?"

"Iya, kasian kan Nidi. Dia itu pengen banget belajar, tapi dia gak punya temen. Nah sekarang kan kalian udah tetanggaan, kan bisa belajar bareng," jelas Meli pada anak kesayangannya itu.

"Ma, yang ada tuh bukan belajar bareng. Tapi aku yang ngajarin dia,"

"Ya gapapa dong. Lagian biasanya kamu juga ngajarin orang,"

"Ya tapi kan bukan dia, ma,"

"Haduh, kamu tuh ya. Udah ah pokoknya mama gamau tau, kamu ajarin dia. Kasian kan nilainya banyak yang jelek,"

"Iya iya," balas Levi pasrah.

*****

Haloo! Maaf baru update lagi hehe. Semoga gak ngebosenin yaa

UnexplainableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang