- The Night. 6 -

249 37 9
                                    

Sama seperti apa yang dikatakan Ernez kemarin siang untuk kembali ke flat lima pemuda itu. Kini ia tengah berada di kamar Zayn bersama empat pemuda itu.

Mereka tengah menyusun rencana demi rencana yang akan mereka jalankan. Terlihat dan terdengar jelas wajah dan suara mereka sangat serius.

"Okay. Er, aku mohon selamatkan Louis." Suara Zayn frustasi.

"Hanya kau yang bisa bantu kami, Er. Kami mohon." Lagi - lagi kata mohon terlontar dari mulut mereka. Wajah mereka juga sudah benar - benar frustasi.

"Relax guys. Semua akan berjalan sesuai rencana. Kini aku hanya ada satu permintaan."

"Apapun itu, Er?." Tanya Niall dengan dahi yang mengerut.

"Selama aku berinteraksi jangan ada salah satu dari kalian keluar dari kamar ini dan berisik. Mengerti?."

"Dimengerti Ma'am." Sahut Harry cepat.

"Good." Jawab Ernez. Kini matanya beralih pada Liam. Pemuda itu masih bungkam seribu kata sejak kedatangannya.

"Li, are you okay?." Ernez melangkah mendekat lalu berlutut menyesuaikan tingginya dengan Liam yang duduk.

" idk, aku pikir ini tidak akan berjalan mulus." Desisnya. Wajahnya tertunduk lesuh.

"Why?."

"Kau tau. Aku satu-satunya orang yang belum menjadi korban dan mungkin sekarang Louis tengah mengincarku, akan membunuhku, mengoyak daging--."

"Sstt..sstt." tangan Ernez mengelus lembut punggu tangan Liam. "Everything is gonna be fine. Trust me." Liam hanya mengangguk lemah. Ernez kembali bangkit dari posisinya. Ia memperhatikan sejenak Harry, Niall, dan Zayn yang saling terdiam.

"Anyone can take me to Louis' room?." Ucapnya pada tiga pemuda itu.

*

Harry baru saja meninggalkan Ernez sendiri tepat didepan pintu kamar Louis. Disitu tak ada sedikitpun suara yang terdengar. Sangat. Amat. Sunyi. Tak ada tanda-tanda orang lain yang berada disitu.

Ia memperhatikan pintu kamar Louis yang tertutup rapat dengan seksama. Entah mengapa ia harus melakukan itu.

Tangannya sudah menyentuh hendel pintu tersebut. Perasaan gugup tiba-tiba menyerangnya. Berulang kali ia menepis semua pikiran negatif dipikirannya.

Dihirupnya napas dalam-dalam sebelum kembali menghelannya. Perlahan ia mulai memutar engselnya.

Gelap.

Begitulah pemandangan yang terlihat dari ruangan yang ada di depannya. Kakinya melangkah masuk lebih dalam sedangkan tangannya meraba-raba dinding mencari saklar lampu. Setelah ditemukan yang dicari Ernez langsung menekannya.

Sekejap, ruangan menjadi terang dan terlihat jelas setiap incinya. Matanya menyisir setiap inci ruangannya dengan telitinya. Pandangannya berhenti pada sesuatu yang berada pada depan jendela.

Ernez melangkah mendekat. Sumpah demi apapun ia belum pernah setakut ini.

"Lo..Louis." tangannya menyentuh pundak Louis. Louis hanya setengah menengok.

"Hey, kau Louis kan?." Ernez berjalan setengah ngitarinya hingga berjongkok didepan Louis. "Aku Ernez, teman Liam."

Diam. Tak satu pun kata yang terucap dari mulut Louis. Tatapannya juga sangat dingin dan mengintimidasi.

"Okay, c'mon. " diputarnya kursi itu hingga menghadap kasur yang nampak kacau. Ernez pun mendaratkan bokongnya di kasur itu. Sesekali ia menghela napas.

"Dengar, aku mau menolongmu Louis. Kau akan kembali normal. Percayalah. Jadi kumohon juga bantu aku. Bantu aku berinteraksi." Tak ada respon yang dilakukan Louis.

"Tak apa, jangan takut. Aku hanya ingin sedikit bertanya." Ernez terdiam beberapa saat, otaknya sedang mencari pertanyaan yang tepat.

"Boleh aku tau siapa kau sebenarnya?." Tanyanya hati-hati. Perlahan mata yang menatapnya dingin itu berubah menghitam, Udara semakin dingin.

Kekehan kecil muncul begitu saja dari Louis. Senyumnya nampak mematikan sekarang.

"Annabeth." Sebut Louis. Suaranya mendadak berubah saat nama itu. Seperti suara anak perempuan yang kisaran umurnya 14 tahunan.

-------------------------------------------------------------

Gantung gak? Gantung ya? Wkwk abal bgt sumpah :') maap klo gak dpt feelnya.

[ + ] 5 votes for the next chap

sleepwalking [ l.t ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang