Release Me

11.2K 310 25
                                    

Author Pov

Pukul 22.00 wib Liana sudah berada di salah satu club malam favoritnya. Tidak ada bosan-bosannya ia mengunjungi club tersebut karena setiap harinya ia akan mendapat teman baru. Sekarang ia sudah bersama ke 7 temannya dan mereka semua telah menghabiskan 1 krat bir. Tidak biasanya mereka meminum bir sebanyak itu, entah setan apa yang merasuki mereka hingga mereka bisa menghabisakan itu semua tanpa sisa. Mereka semua telah kehilangan setengah kesadarannya. 

Liana merasa bahwa dirinya sudah cukup mabuk untuk minum lagi. Ia pergi keluar untuk menghubungi mucikari langganannya.

Liana Pov

"Hallo Om, hari ini aku mau yang nyantai aja ya jangan kaya yang kemarin, kasar banget mainnya. Badanku pada biru-biru nih jadinya"

"Oke, nanti saya carikan yang mainnya halus. Kalau sudah ketemu saya smskan alamat dan nomor kamarnya"

"Uangnya aku transfer ntar ya Om, thanks"

Tidak menunggu lama, aku sudah di smskan alamat dan nomor kamarnya. Aku langsung menuju alamat yang tertera di layar HPku. Ternyata tempat yang ku tuju adalah hotel yang biasa-biasa saja namun terkenal dengan layanan ++nya. Kalian tahulah apa yang dimaksud layanyan++. Ya, hotel ini menyediakan para cewe dan cowo pemuas nafsu. Aku masuk melalui pintu samping. Pintu samping adalah pintu khusus bagi orang-orang yang sudah membooking. Tinggal menyebutkan nama dan kata sandi kita sudah bisa masuk, karena kita sudah mendapat akses melalui mucikari-mucikari yang juga sudah berberjasama dengan hotel ini.

"Liana, release me"

"Silahkan masuk"

Release me adalah kata sandiku. Entah mengapa si Om menggunakan kata itu untuk kata sandiku. Tapi, yasudahlah yang penting sekarang aku sudah masuk dan siap untuk bersenang-senang. Sambil berjalan aku melihat HPku untuk mengetahui kamar nomor berapa yang akan kumasuki. Tiba-tiba kepalaku terasa sangat sakit, aku berjongkok sambil memijat pelipisku. Mungkin ini efek karena minum terlalu banyak. Setelah sakitnya mulai berkurang aku berdiri perlahan. Kulihat HPku dan ternyata aku mendapat kamar nomor 436. 

*Ting* 

Bunyi itu adalah tanda bahwa aku sudah sampai di lantai yang kutuju. Mataku jeli mencari-cari pintu bernomorkan 436. Lorong-lorong hotel disini sangat gelap, berbeda dengan hotel-hotel lainnya. Akhirnya aku sampai di depan kamar yang akan menjadi saksi kegiatan terlarangku. Tanpa mengetuk pintu aku langsung masuk. Tak kusangka kamarnya sama gelapnya seperti lorong-lorong yang kulewati tadi. Cahaya hanya berasal dari sela-sela pintu kamar mandi yang tertutup.

"nghhh... "

"Ya Tuhan suara apa itu?" kataku dalam hati. Bulu kudukku mulai berdiri satu persatu. Aku tidak yakin suara apa yang ku dengar barusan, tapi seperti terdengar seperti rintihan seorang wanita.

"Ayo cepat kemari, Om"

Aku diam seribu bahasa. Kakiku sangat berat seperti ada semen seberat 50 kg yang sedang menindih kakiku. Aku sangat yakin 100% itu adalah suara yang berasal dari seseorang yang juga sejenis denganku.

"Duh kayaknya gue salah kamar deh" batinku. Aku langsung mengambil HP dari saku-ku dan melihat kembali nomor kamar yang dikirimkan oleh mucikari langgananku. 

"435" Ketakutanku benar saja terjadi.

"Jir bodoh banget sih gue pake salah kamar segala" aku mengutuki diriku sendiri.

"Maaf saya salah kamar" kataku meminta maaf sambil berjalan kearah pintu

"ngghhhh.. awww...."

Reflek aku langsung kembali menatap asal suara itu. Aku yakin bahwa ada yang tidak beres dengan wanita itu. Dengan hati-hati aku mendekati asal suara itu dan mencari tombol lampu.

*Cetek*

"Oh God" spontan kata itu yang keluar dari mulutku. Kakiku lemas, benar-benar lemas. Tidak pernah kubayangkan sama sekali akan melihat pemandangan mengenaskan seperti ini. Wanita seumuranku dengan pakaian setengah telanjang. Bagian dada dan perutnya penuh dengan sayatan-sayatan silet. Di bantalpun banyak sekali bercak-bercak darah yang berceceran. Ku tatap lekat benda yang berada di meja sebelah ranjang. Jarum suntik, aku yakin itu adalah jarum suntik. Apakah wanita ini menggunakan heroin?

Kuberanikan diri duduk di sisi ranjang agar bisa melihat keadaan wanita ini lebih jelas. Wajahnya pucat sekali, keringatnya berjatuhan dari setiap sisi wajahnya. Dengan sedikit gemetar tanganku mengusap dahinya. 

"Dingin banget" lirihku.

Apa yang harus aku lakukan Tuhan ? Gak mungkin aku ninggalin wanita ini sendirian, tapi gak mungkin juga aku bawa dia pergi dari sini. Dua pilihan itu terus beradu di otakku dan menunggu siapa yang akan menjadi juaranya. Akhirnya aku memutuskan untuk membawanya pergi. Ku ambil selimut yang berada didekatnya dan kugunakan untuk menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.

"Ayo" ajakku sambil mengulurkan tangan

"nghh.." tolaknya dengan menggelengkan kepalanya

ehh kok dia ga mau di bantuin sih ? Apa dia ga bisa bangun sendiri ya? beribu pertanyaan berkecamuk di pikiranku.

"Sakit ya? Sini di gendong"  Aku berinisiatif untuk menggendongnya. Akhirnya dia mau dan saat ini sebagian besar tubuhnya sudah berada di punggungku. Aku tergopoh-gopoh berjalan ke arah pintu. Setelah keluar pintu aku langsung mencari lift yang ku naiki tadi. Aku tidak peduli sama sekali jika ada cctv yang merekamku saat ini. Lagian lorong ini gelap, apa yang bisa mereka lihat? Sesampainya di lift aku memencet tombol B2. 

Tiba-tiba saat sedang di lift aku teringat sesuatu. Saat aku masuk kesini sepertinya aku melewati.... seorang penjaga! Tubuhku langsung tersentak saat mengingat bahwa ada penjaga di pintu yang aku lewati tadi. Gimana cara melewati penjaga itu ? Tuhan tolong bantu aku. 

*Ting*

Pintu lift terbuka dan aku tersadar dari lamunanku. Aku masih berdiam di depan lift untuk memikirkan bagaiman cara melewati penjaga itu. Setelah melihat-lihat sekeliling ruangan, mataku menangkap sebuah tabung pemadam kebakaran. Kalian pasti tau apa yang akan aku lakukan. Aku menyenderkan wanita itu disebelah lift, dan dengan hati-hati aku berjalan ke arah penjaga itu. 

1, 2, 3.... *Brukk* 

"Tepat sasaran" lirihku dengan senyum yang mengembang seperti sehabis memenangkan lotre.

Aku kembali untuk menggendong wanita itu dan membawanya ke mobilku. Setelah memasangkan sabuk pengaman aku langsung tancap gas ke apartemenku.

Sesampainya di apartemen aku langsung meminta bantuan security yang berjaga di depan gedung untuk membawa wanita ini ke apartemenku. Aku berbohong kepada pak security bahwa wanita ini adalah temanku yang sedang kemalingan dirumahnya dan terluka saat mencoba melawan maling tersebut. Pak security percaya-percaya saja dan membantuku membawa wanita ini sampai di ranjangku.

"Makasih ya pak, maaf udah ngerepotin Bapak. Ini uang rokok buat bapak" kuselipkan uang 50 ribu saat berjabat tangan dengan Pak security.

"Wah makasih banyak ya mbak. Sebenernya gausah repot-repot ngasih uang rokok segala. Tapi kalo maksa ya gak apa-apa" 

Aku langsung mengunci pintu apartemenku. Ku ambil beberapa obat yang ada di kotak P3K. Dengan teliti aku obati lukanya satu persatu. Selesai mengobati lukanya aku berjalan ke arah jendela  dan menatap lekat gedung-gedung pencakar langit yang tepat berada di sebrang apartemenku.

"Kekacauan apa yang telah aku perbuat hari ini?" Batinku






Kemarin pas kumpul keluarga dirumah saya, kita membicarakan topik tentang berkembangnya LGBT. Keluarga saya dengan terang-terangan menentang LGBT. Bahkan salah satu Om saya yang berpendidikan tidak mentoleransi sama sekali dengan keberadaan LGBT. Memang pendidikan tidak menjamin adanya toleransi antar sesama. Saya bisa apa ?


Wrong RoomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang