Sebuah gelang pasien bertuliskan Aliando Matheo melingkar di tangan kanan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun. Wajahnya terlihat pucat, dengan hidung yang masih di tutup oleh selang oksigen.
Didekatnya terlihat seorang gadis kecil sebaya anak laki-laki itu sedang menangis sesegukan di samping ayahnya.
"Pa, Ali kok belum bangun?" tanya gadis kecil bernama Aprillya Desvina seperti yang tertera pada name tag baju sekolahnya.
"Ali lagi tidur, nanti juga pasti dia bangun," jawab seorang lelaki dewasa yang di panggil Prilly dengan sebutan Papa.
Tidak lama pintu ruang perawatan itu terbuka. Terlihat sepasang orang tua yang nampak menatap sedih ke arah Ali yang sedang terbaring lemas.
"Apa kata Dokter Mas, Mbak?" tanya ayah Prilly yang berjalan mendekat ke arah mereka berdua.
Kedua orang yang di kenal Prilly sebagai Papa dan Mama Ali itu pun nampak menceritakan semua yang diberitahukan Dokter tentang kondisi Ali. Namun, Prilly kala itu hanya bisa mendengarkan tanpa mengerti apa yang sedang para orangtua mereka bicarakan.
Ayah Prilly bernama Wibowo, menjadi single parent setelah Ibunda Prilly meninggal satu tahun setelah melahirkannya. Penyakit asma akut yang dideritanya mengharuskan dia berpisah dengan Prilly yang masih sangat muda. Wibowo bukanlah seseorang yang mapan kala itu. Dia harus mengasuh Prilly seorang diri hingga akhirnya bertemu Gunawan, orangtua Ali yang menjadi sahabat karib sewaktu SMA. Sejak itu Wibowo bekerja di perusahaan milik keluarga Ali dan mengharuskannya pindah ke tempat yang lebih dekat dengan kantornya bersama Prilly, anak semata wayangnya.
Sebuah rumah dengan dua kamar yang tidak terlalu besar menjadi tempat tinggal Wibowo dan Prilly sekarang. Rumah itu berdekatan dengan rumah mewah Ali. Hampir semua fasilitas, mulai dari sekolah yang sekarang dirasakan oleh Prilly adalah bantuan dari orangtua Ali yang menyayangi Prilly seperti anak mereka sendiri. Sejak itu Ali dan Prilly tumbuh dekat satu sama lain. Ali dan Prilly sudah menjadi sahabat sejak mereka bersekolah di taman kanak-kanak. Ali begitu menjaga Prilly, dan Prilly begitu menyayangi Ali.
Sejak dulu, Ali adalah anak yang aktif. Tidak jarang orangtuanya mendapat panggilan dari sekolah karena Ali yang berkelahi dengan teman sekolahnya. Namun orangtua Ali selalu tersenyum ketika Ali menjelaskan alasannya. Ia hanya tidak ingin melihat Prilly menangis karena di ejek oleh teman-teman sekolahnya. Prilly pun selalu siap sedia di kala Ali terjatuh dan terluka. Ia berlagak bagai seorang dokter untuk selalu siap merawat Ali.
Satu permainan yang selalu menjadi favorit mereka adalah basket. Permainan yang awalnya hanya disukai Ali itu kini juga menular kepada Prilly. Permainan itu menjadi permainan rutin mereka hampir setiap hari. Di sekolah atau pun di rumah, permainan itu selalu mereka mainkan.
Namun, hari ini untuk pertama kalinya permainan itu terasa tidak menyenangkan. Saat jam pelajaran olahraga siswa kelas 4 Sekolah Dasar berlangsung, Ali yang termasuk salah satu siswanya tiba-tiba menjadi perhatian hampir seluruh sekolah. Saat permainan basketnya bersama Prilly dan teman-teman sekelasnya yang lain berlangsung, Ali tersungkur di tengah lapangan. Wajahnya berkeringat dan nampak kelelahan, padahal biasanya Ali mampu menyelesaikan permainan ini dalam dua jam pelajaran. Namun kini baru saja Ali bermain, Ali sudah terlihat lemas. Prilly dan guru olahraganya dengan cepat menghampiri Ali, namun sesaat kemudian mata Ali tertutup, kesadarannya pun hilang.
***
Kini sudah delapan tahun berlalu sejak peristiwa itu. Prilly kini tumbuh menjadi gadis cantik dengan sedikit sisi tomboy di dirinya. Ali menjadi anak laki-laki yang tampan,badan gembulnya dulu kini sudah terlihat lebih kurus.
Masa SMA mereka sudah berakhir dua bulan lalu, kini mereka akan melanjutkan kuliah di satu tempat yang sama pula.
Suara gelak tawa terdengar tidak jauh dari rumah Prilly. Di dekat rumahnya terdapat lapangan basket mini yang dulu dibuatkan ayahnya untuk dirinya dan Ali. Seperti biasa, dari dulu mereka tidak pernah berhenti memainkan permainan ini.
Saat ini adalah giliran Prilly untuk memasukkan bola ke dalam ring. Bola basket itu nampak memantul-mantul seirama dengan pergerakan Prilly. Prilly hampir saja mencapai ring ketika Ali mendekap pinggangnya dari belakang, sehingga bola basket itu terlepas dari tangannya.
"Ih, lo curang!" Seru Prilly pada Ali.
"Yang curang duluan siapa? Lo tadi juga gelitikin gue, 'kan?" balas Ali yang tersenyum puas sudah membalas kejahilan Prilly padanya.
"Tapi lo lebih sering curang dari gue."
"Enggak."
"Iya!"
"Enggak."
Perdebatan itu tidak akan pernah berakhir. Karena gemasnya Ali merangkul leher Prilly dan menjepitnya di bawah ketiaknya.
"Ih, Ali. Ketek lo bau!" Prilly melepaskan kepalanya dari jepitan tangan Ali sambil menutup hidungnya.
Tidak lama mereka nampak duduk di sebuah batang pohon besar yang sudah lama tumbang di dekat lapangan tersebut. Nafas Prilly masih nampak ngos-ngosan begitu pun dengan Ali. Namun tiba-tiba Ali nampak meringis memegangi tangannya.
"Kenapa?" tanya Prilly.
Ali segera membuka jaketnya, terlihat banyak memar dan guratan-guratan merah di sepanjang tangannya. Beberapa bulan belakangan ini tubuh Ali sangat mudah memar ataupun terluka, padahal Ali tidak pernah melakukan apapun yang menyakiti dirinya.
"Memar lagi? Kita istirahat dulu deh," ajak Prilly yang berdiri dari tempatnya.
"Pril!" Seruan Ali membuat Prilly yang hendak melangkah pergi berbalik menatapnya.
"Sakit gue ini, gue pikir bukan cuma sakit biasa-biasa aja."
Prilly mendekat kearah Ali dan menepuk pundak sahabatnya itu.
"Dokter kan udah bilang, kalo imun tubuh lo itu rendah," ucap Prilly mengingatkan Ali lagi.
"Tapi gue yang ngerasain Pril, dan gue rasa itu bukan hanya karena kekebalan tubuh gue, tapi ada sesuatu yang lain. Nyokap selalu minta gue minum semua obat yang ditebusnya dari Dokter, tapi selalu bilang kalo semua obat dan vitamin itu untuk kesehatan gue."
"Udah lah, ngapain mikir yang nggak-nggak. Toh sampe sekarang lo kan masih baik-baik aja, lo juga masih bisa main basket bareng gue. Bukan orang yang terbaring di rumah sakit atau pun duduk di kursi roda kan? Jadi syukuri aja semua yang ada dalam diri lo itu. Karena gue juga akan selalu ngawasin lo sampe kapanpun."
Ocehan kecil Prilly selalu bisa membuat mood Ali membaik. Ali mengacak-acak rambut Prilly gemas. Punya seorang sahabat perempuan adalah hal yang jarang terjadi bagi kebanyakan anak laki-laki. Namun bagi Ali, Prilly bukan hanya sebagai temannya, tapi sudah menjadi bayangan yang selalu ada untuk dirinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Heart Is Your Heart (Ali - Prilly)
FanficKetika sahabat harus berkorban Ketika perasaan itu terpendam begitu dalam Dan ketika kesadaran akan cinta itu terlahir setelah semuanya sia - sia. Hanya satu kalimat terakhir, Cinta ini akan selamanya tersimpan dihatimu. Karena hatiku akan selalu ad...