3. Not Easy To Be Me

9.3K 928 56
                                    

"Nih, boarding pass punya lo. Besok kita flight jam delapan pagi. Terus, lusanya kita balik lagi ke Jakarta karena malemnya lo harus perform di Hotel Kempinski untuk acara staff party mereka. Gue kasih lo waktu satu hari buat santai. Biar lo nggak stress, kayak orang kurang piknik."

Diayu menerima amplop putih yang diberikan Anggun.

Setelah menuntaskan pendidikannya dan meraih gelar sarjana, Diayu memfokuskan diri dengan profesinya sebagai seorang DJ. Karena kesuksesannya itu, membuat Diayu membutuhkan manajer untuk mengatur schedulenya yang sebelumnya selalu berantakan. Beruntung, Anggun masih belum memiliki pekerjaan saat itu, hingga akhirnya gadis itu pun menerima tawaran yang diberikan Diayu untuk menjadi manajernya.

"Kapan schedule gue kosong, Gun?"

Anggun tampak memperhatikan tablet yang berada di tangannya. "Bulan ini yang jelas nggak ada. Schedule lo padet banget kayak penduduk di Jakarta. Dan lo inget kan, Di, tanggal duabelas besok lo harus ngisi acara DWP di JIExpo? Dari tiga hari sebelumnya, Mada yang nantinya akan bantu lo untuk remix lagu baru."

"Lo bilang siapa tadi? Mada? Emang nggak ada arranger lain yang lebih compatible lagi apa, selain si bastard itu?"

"Emang kenapa sih, Di? Apa karena lo punya masa lalu sama dia? Mungkin ini emang udah waktunya lo untuk move on. Ini udah lebih dari tujuh bulan lo putus dari Egar, dan hidup lo masih begini-begini aja. Come on, beb. It becomes a part of your past. Forget it and start moving on."

"Iya, tapi bukan sama Mada juga kan, beb?"

"Tapi Mada cinta pertama lo. Dan waktu kemaren gue ngobrol sama dia, gue lihat dia udah berubah banget,"

"Berubah jadi satria baja hitam maksud lo?"

"Gue serius, Di. Dia udah bukan asshole kayak dulu lagi. He's 25 and well-established with a career. Percaya deh sama gue. Dia udah lebih dari sekadar worth it sekarang."

Anggun menyeret tubuhnya, memosisikan diri merapat disamping Diayu. "Gue pernah baca salah satu tulisan Jess C. Scott. Dia bilang: My head'l if i continue with this escapism. Gitu juga sama lo, Di. Kepala lo bisa ancur kalo lo terus-terusan lari kayak gini. Seperti yang gue bilang tadi; ini udah waktunya lo untuk bergerak. Lo pikirin baik-baik omongan gue. Gue balik ya. Cowok gue udah jemput dari tadi."

Anggun mencium pipi kiri dan kanan Diayu sebelum berdiri dan melangkah keluar dari dalam apartemennya.

"Gun," panggil Diayu, menahan Anggun ketika ia akan membuka handle pintu. "Thank's."

Anggun tersenyum tulus sebelum menjawab, "Gue sayang sama lo, Di. Cuma lo sahabat gue yang paling deket sekarang. Milan sama Ligar udah tinggal jauh banget di Riau. Gitu juga sama Ello yang sekarang udah sibuk dinas luar kota terus. Gue cuma pengen lo nemuin kebahagiaan lo. Biar gue tenang ninggalin lo kalau tiba-tiba cowok Turki gue ngelamar."

Setelah kepergian Anggun, Diayu kembali merenungi kesalahan yang dilakukannya dua bulan lalu. Sebuah kecelakaan yang tidak sepantasnya mereka lakukan. Baik Egar maupun Diayu, sepakat untuk merahasiakan hal itu dari siapa pun.

Pikirannya kembali mengulang kejadian malam itu, saat dirinya terbangun di atas sofa bed dalam keadaan polos tanpa busana. Kepalanya menoleh, mencari-cari seseorang yang membuatnya seperti ini. Hingga saat pandangannya menuju arah balkon, dia menemukan seorang laki-laki tengah duduk di atas kursi malas dengan kepulan asap rokok di sekitarnya.

"Egar," dia memanggil, membuat laki-laki itu menoleh, kemudian beranjak menghampirinya.

"Lo baik-baik aja, Di?" tanya Egar, duduk di samping Diayu.

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang