7. Whatever Tomorrow Brings

7.4K 827 65
                                    

Whatever tomorrow brings
I'll be there with open arms and open eyes

-Drive, Incubus-

***

Egar berjalan lunglai saat tiba di rumahnya sepulangnya dari apartemen Diayu. Memikirkan masalah yang tengah dihadapinya hingga membuat penat.

Mengapa sulit sekali baginya untuk mendapatkan perempuan itu sepenuhnya? Walaupun mereka pernah berada dalam keadaan paling intim sekalipun, bahkan hingga menghasilkan janin yang kini tengah bersemayam dengan nyaman dalam rahimnya, tetap saja perempuan itu terasa jauh untuk digapai.

Mengapa hubungan mereka seperti Tom and Jerry yang saling kejar-kejaran? Dan entah bagaimana caranya hingga perempuan itu selalu berhasil membuat kepalanya pusing dengan banyak bintang-bintang berputar di atasnya. Persis seperti si Tom jika sudah dikerjai habis-habisan oleh si Jerry.

Namun bagaimanapun keadaannya, Egar mencintai Diayu sepenuhnya. Mencintai dia dengan ketidaksempurnaannya. Diayu yang angkuh, Diayu yang bitchy, Diayu yang perokok berat dan pecandu alkohol, Diayu yang tidak beragama, apa pun itu, tidak sedikitpun membuat rasa yang ia miliki berkurang.

Saat tiba di ruang tengah, Egar menemukan keberadaan Ligar sedang duduk di sana. Menonton tim sepak bola favoritnya bertanding dengan tim lain dalam pertandingan Liga Eropa. Lelaki itu menghampiri sang kakak dan duduk tepat di sebelahnya. "Yang nungguin Babah di rumah sakit siapa?" tanya Egar, ikut memperhatikan layar televisi di depannya.

"Om Rumi sama Om Azzam. Lo dari mana tiba-tiba aja ngilang?"

"Dari tempatnya Diayu," jawab Egar, melirik jam dinding di pojok ruangan. "Gue lupa belum salat isya."

Mendengar itu, Ligar tertawa mengejek. "Masih inget salat ternyata. Emang yakin salat lo bisa diterima?"

Egar terdiam mendengar ucapan dengan nada penuh celaan dari sang kakak. "Paling nggak gue udah menjalankan tanggung jawab gue sebagai seorang hamba. Masalah diterima atau nggaknya, biar itu jadi urusan Allah."

"Bagus. Emang harusnya kayak gitu. Dan lo juga jangan lupa, lo harus jalani tanggung jawab lo sebagai seorang anak juga. Yaitu menjaga amanat orang tua, karena hanya kita berdua yang bisa menyelamatkan Ummi dan Baba saat melewati jembatan shiratal mustaqim. Sekarang lo pikir, setelah lo ngelakuin dosa besar itu, apa Allah masih mau nerima semua doa-doa lo? Lo tau hukuman saat zaman Nabi Muhammad untuk orang-orang yang berzina? Hukum cambuk dan rajam sampai mati. Harus gue ngelakuin itu sama lo? Supaya gue nggak malu kalau gue ketemu sama Nabi Muhammad di padang mahsyar setelah kiamat nanti."

Egar menundukkan kepalanya. Memang benar apa yang dikatakan Ligar. Apa Allah akan mengampuninya? Masih mau menerima semua doa-doanya? Dan apakah ia harus menjalani hukuman rajam hingga mati untuk menghapus dosa karena perbuatan maksiat yang pernah ia lakukan?

"Sekarang gini, Gar. Gue aja nih ya, sebagai abang lo, bukan orang yang ngandung lo, bukan orang yang nyusuin lo, bukan yang ngurus lo sampai segede ini, bukan yang nyari nafkah buat lo, udah ngerasa kecewa banget sama kelakuan lo. Apalagi Ummi dan Baba."

Egar mengusap wajahnya gusar. Penyesalan memang selalu datang pada akhir cerita. Apakah Allah memang sengaja membuat hubungannya dengan Diayu semakin sulit sebagai hukuman untuk mereka? Membiarkan mereka menjalani hubungan seperti menjelajahi sebuah labirin panjang dan berliku yang tidak mereka ketahui jalan keluarnya. Apakah ini azab? Atau karma yang sedang menunjukkan keberadaannya?

"Abi!" terdengar suara Milan yang tergopoh-gopoh menuruni tangga. "Diayu, Bi."

Mendengar nama Diayu membuat Egar ikut berdiri dan menghampiri Milan. "Diayu kenapa, Mil?"

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang