Egar keluar apartemen Diayu sesaat setelah matahari menampakkan wujudnya. Semalaman mereka bicara banyak hal. Saling membuka diri masing-masing. Saling menceritakan kisah hidup masing-masing.
Egar baru tahu jika Diayu adalah penggemar berat novel sastra fiksi. Diayu suka makanan Jepang, dan benci makanan Korea. Sama seperti Milan, Diayu juga merupakan anak tunggal. Hingga ada satu percakapan yang masih terus terngiang dalam pikirannya,
"Orang tuaku beda agama, Gar. Mama keturunan Tionghoa, Papa orang Solo asli. Dari kecil, bahkan sampai aku segede ini, aku belum punya keyakinan soal agama mana yang mau aku pilih.
Dulu aku sering ikut Mama ke gereja tiap hari minggu, tapi di KTP, agama aku sama kayak Papa, sama kayak kamu juga. Tapi aku nggak pernah salat, Gar. Juga nggak hapal Al Fatihah. Taunya cuma pas Aamiin nya aja. Hahaha... Bego ya aku? Di mana orang lain saling berebut pahala, berburu amal baik yang akan mereka jadikan bekal untuk di akhirat. Sementara aku, umur udah mau 22 tahun, sama sekali belum menentukan jalan mana yang akan aku jadikan pilihan.Tapi, apa karena aku seseorang yang tidak berTuhan, maka aku tidak layak untuk jadi orang yang pantas dicintai? Aku mau ngikutin kamu kalau kamu mau tuntun aku untuk ikut keyakinan kamu. Karena aku sendiri juga capek hidup nggak jelas kayak gini, Gar. Kayak nggak punya pegangan ketika kita mau naik tangga. Berat dan sewaktu-waktu bisa bikin jatuh."
Diayu adalah seorang atheis. Sebuah kenyataan yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya.
Dan kini Egar menyadari bahwa tugasnya semakin bertambah berat. Selain harus memikirkan bagaimana caranya untuk menyampaikan kabar kehamilan Diayu kepada orang tuanya, Egar juga harus meyakinkan ayah ibunya untuk percaya jika dirinya mampu membawa Diayu yang selama ini tak ber-Tuhan, untuk mengikuti keyakinannya dan belajar ilmu agama yang dianutnya sejak lahir. Karena Egar sadar, suatu saat Diayu kembali inkar, maka dirinya lah yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat.
Ketika mobil yang dikendarainya mendekati rumah, Egar melihat sang ibu berdiri di depan gerbang rumahnya sembari berbincang dengan seorang ibu tetangga.
"Loh, Gar, kok sudah pulang lagi?" tanya Maryam saat melihat anaknya baru turun dari mobil.
"Emang udah selesai magangnya, Mi." Egar menjawab, menghampiri Marya dan mencium tangannya. "Ummi sehat? Kenapa ngobrol di luar? Nggak pada di dalem aja?" tanyanya sambil menatap kedua wanita paruh baya itu bergantian.
"Ini lho, Gar, mamanya Adis, tadi dateng waktu Ummi lagi nyiram taneman. Ngasih undangan buat Ummi dan Egar. Adis mau nikah hari sabtu ini. Adis teman sekolah Egar waktu SD, kan?"
Perhatian Egar beralih pada wanita di depannya. "Oh, Adis mau nikah?"
"Iya, nak Egar."
"Kapan, Tante?"
"Minggu depan. Mendadak karena Adis hamil duluan. Udah lima bulan sekarang. Tadinya saya juga belum mau nikahin Adis, Bu Fattah. Tapi udah hamil gini, mau gimana lagi. Saya malu banget sama tetangga. Merasa gagal sebagai orang tua. Dari kecil diurus, dibesarin, gedenya malah ngelemparin kotoran ke depan muka saya sendiri. Salah saya juga sih, karena terlalu manjain anak."
Egar terdiam mendengar ucapan ibunya Adis. Terutama ketika wanita itu sudah mulai menangis dan langsung ditenangkan oleh Maryam. Napasnya tercekat kala membayangkan reaksi ibunya jika nanti tahu bahwa anaknya juga telah menghamili anak gadis lain di luar pernikahan. Tanpa basa basi, ia memilih meninggalkan kedua wanita itu dan bergegas memasuki rumah.
Masuk ke dalam kamar, Egar membaringkan tubuhnya di atas ranjang, mencoba memejamkan mata walau gagal. Pikirannya terlalu sibuk dengan berbagai macam masalah yang tengah dihadapinya saat ini. Walaupun semalaman dirinya tidak tidur sama sekali, tetapi sedikit pun kantuk itu tak juga ia rasakan. Menyadari bahwa dirinya benar-benar butuh Ligar saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tomorrow
Nouvelles"Kamu ingat, dulu aku pernah bilang sama kamu, aku nggak akan pergi walau seburuk apa pun keadaannya nanti. Aku tetep di sini, nggak akan pernah tinggalin kamu" -Egar Arkana Karena satu hal mudharat, membawa mereka menuju sekarat. Karena ketika seka...