End : There Is a Brighten Day

11.1K 1K 110
                                    

"Selamat siang semuanya. Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih banyak pada kalian semua yang mau menyempatkan waktunya sedikit untuk hadir dalam acara seminar kali ini. Sebenarnya saya ini bukanlah seorang motivator. Saya hanya seorang curhator yang beruntung, sehingga bisa curhat sambil dibayar," canda Diayu, membuat beberapa orang yang berada di dalam aula itu tertawa kecil mendengarnya.

"Saat ini, saya hanya ingin berbagi sedikit tentang cerita hidup saya kepada kalian semua. Cerita hidup yang membuat perubahan besar dalam hidup saya. Membuat perubahan besar dalam cara berpikir saya. Dan mungkin, membawa hikmah yang cukup besar untuk kehidupan saya hingga saya bisa berdiri disini, bersama kalian, untuk berbagi sesuatu yang sama-sama bisa kita jadikan pelajaran. Mungkin bisa kita awali dengan perkenalan, nama saya Diayu Anjani, saya seorang istri dan ibu satu anak. Sebenarnya, saya hanyalah seorang wanita biasa yang berasal dari kalangan biasa. Tidak ada yang istimewa dalam diri saya. Namun ternyata Allah memberikan perhatianNya dengan cara yang tidak biasa kepada saya." Mengambil jeda sejenak, Diayu menolehkan kepalanya ke arah samping panggung. Menemukan keberadaan dua lelaki tampan yang tengah tersenyum menatapnya.

"Cerita awalnya ketika saya menjalin hubungan dengan seorang pria sekitar empat tahun yang lalu. Saat itu usia saya menginjak 22 tahun. Well, jadi pada saat itu hubungan kami memang sedikit berlebihan. Didasari dengan perasaan yang kami yakini adalah cinta, kami pun terjerumus dalam lembah syahwat hingga melakukan hubungan yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pasangan yang belum menikah. Hanya satu kali kami melakukan kesalahan itu, tapi ternyata membawa dampak yang cukup besar, yaitu saya hamil di luar pernikahan. Beruntungnya saya, karena pacar saya bukan seorang pengecut, which is dia mau bertanggung jawab dan berniat untuk menikahi saya. Namun, sebelum kami sampai pada tahap itu, banyak sekali masalah yang menimpa hubungan kami. Salah satunya ketika dokter menemukan keadaan bahwa rahim saya mengalami kerusakaan yang diakibatkan oleh racun nikotin dari rokok yang dulu sering saya konsumsi. Dan menurut diagnosa dokter, janin yang saya kandung tidak bisa berkembang dengan baik karena paparan racun monoksida yang membuat perkembangannya selama berada di dalam rahim menjadi terhambat. Hal itu mengakibatkan anak yang akan saya lahirkan nanti kemungkinan besar tidak akan sempurna seperti anak-anak normal pada umumnya.

"Seperti mendapat hantaman keras, rasanya nyeseeeekkk bangett, waktu saya dengar vonis dokter seperti itu. Ibu mana sih yang tidak akan terpukul mendengar kenyataan bahwa anak yang dikandungnya akan mengalami kecacatan? Walaupun dokter sendiri mengatakan jika hal itu hanya perkiraan dari sudut pandang medis, sedangkan semua kenyataannya tetap Allah yang menentukan. Tapi tetap saja rasanya hancur sekali ketika saya memikirkan nasib anak saya nantinya. Saya seperti kehilangan semangat hidup saat itu. Pikiran-pikiran buruk terus menghantui saya.

"Saya menjalani sisa masa kehamilan tidak lebih baik dibandingkan saat minggu-minggu pertama kehamilan. Beberapa kali saya mengalami pendarahan dan hampir keguguran. Bahkan dokter sendiri sudah menyarankan untuk digugurkan saja karena khawatir jika keadaannya akan semakin memburuk dan justru akan membahayakan bagi keselamatan saya. Namun saya tidak pedulikan saran dari dokter. Saat itu saya benar-benar memasrahkan semuanya kepada Allah, hanya kepada Allah. Saya pasrah jika memang nyawa saya tidak selamat saat melahirkan nanti. Demi Allah, saya ikhlas. Jika pengorbanan itu bisa menebus semua dosa-dosa saya, saya ikhlas. Namun ternyata Allah memiliki rencana lain. Alhamdulillah anak laki-laki saya lahir pada usia kandungan tujuh bulan. Karena berat badannya kurang dari dua kilogram, akhirnya selama hampir dua bulan dia tinggal di inkubator. Setiap hari saya dan suami selalu menjenguk ke rumah sakit untuk membawakan ASI yang sudah saya masukan ke dalam botol kecil untuknya.

"Hampir setiap selesai sholat, saya selalu menangis. Saya sudah menjadi ibu, tapi sekalipun saya tidak pernah merasakan menggendong anak saya sendiri. Bahkan untuk menyentuhnya langsung saja tidak bisa. Hingga akhirnya penantian saya terbayarkan ketika untuk pertama kalinya saya merasakan menggendong bayi saya sendiri dan menyusuinya langsung. Dokter memperbolehkam untuk membawa bayi saya pulang setelah berat badannya cukup. Namun dokter tetap mengingatkan untuk selalu memperhatikan kebersihan, karena bayi saya masih sangat rentan terinfeksi virus dan bakteri." Diayu berhenti berbicara sejenak, kembali kepalanya mengarah pandangan ke samping panggung.

TomorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang