Chapter 7 - Kesalahan

955 90 16
                                    

Waktu terasa semakin berlalu..
Tinggalkan cerita tentang kita..
Akan tiada lagi kini tawamu..
Tuk hapuskan semua sepi di hati..

Lagu Semua Tentang Kita dari Peterpan mengalun sendu di dalam mobil Marsha yang sedang melaju menuju rumahnya. Mungkin tak sengaja pak Rahmat menyetel saluran radio yang sedang memutar lagu itu, tapi seakan lagu itu sangat pas memutar semua kejadian yang beberapa tahun ini Marsha alami.

Kilasan bayangan itu kembali muncul di benaknya, betapa dulunya ia sangat bersyukur menjadi gadis yang bahagia. Senyum dan tawanya tak pernah pudar, meskipun banyak kesakitan yang sebenarnya ia rasakan. Kesedihan, ketakutan dan kesendirian seakan hilang karena kedatangan sosok-sosok yang membuat hidupnya begitu berwarna. Selalu menyemangati Marsha untuk selalu kuat menghadapi segala cobaan yang tak pernah habis datang ke kehidupannya.

Namun lagi-lagi kebahagiaan itu kembali harus direnggut dari hidupnya. Sebentar saja, ia baru merasakan hidup kembali. Dengan kejadian yang hampir serupa, membuat para sosok itu satu persatu meninggalkannya. Entah meninggalkannya karena berusaha menjauh, meninggalkan karena sikap yang tak ia sadari sedikit berubah, atau meninggalkannya karena ia benar-benar.......pergi untuk selama-lamanya.

Entah sudah berapa banyak air mata yang telah ia keluarkan sampai detik ini. Luka itu masih saja membekas dihatinya. Ia butuh obat, tapi sudah mencari-cari tak ada yang paling tepat untuk menyembuhkan lukanya. Bahkan obat ia harapkan, hanya menganggapnya tak lebih dari sampah pengganggu.

Laju mobil sudah berhenti dari tadi. Namun Marsha masih enggan turun, ia masih ingin bernostalgia dengan kebahagian dan kesakitan yang ia rasakan sekaligus dalam waktu yang hampir bersamaan.

Pak Rahmat yang sedari tadi menunggu anak majikannya itu di kursi kemudi, akhirnya turun dan mengetuk lewat jendela disamping Marsha. Marsha melirik sekilas, lalu membukanya.

"Sudah sampe loh non, enggak turun?" tanya pak Rahmat.

Marsha menarik napasnya lalu tersenyum "Iya pak sebentar.."

Pak Rahmat hanya mengangguk melihat respon Marsha, namun tetap menunggu di dekat gerbang sampai Marsha turun. Pak Rahmat bisa saja meninggalkan Marsha sendirian disana, namun entah mengapa ia merasa harus tetap menunggu sebagai wujud pengabdiannya pada keluarga Marsha yang sangat baik kepadanya selama ini. Jadi tidak mungkin ia meninggalkannya begitu saja, walaupun sebenarnya ini bukan bagian dari tanggung jawabnya.

Marsha melihat pak Rahmat berjalan, kemudian setelah beberapa langkah pak Rahmat berhenti dan berdiri disana. Merasa tak enak ditunggui seperti itu, lantas Marsha memutuskan untuk turun dari mobil.

"Aku masuk dulu ya pak. Makasih udah nungguin" pamit Marsha sambil tersenyum kemudian menuju kedalam rumah. Marsha melangkah masuk, ia melihat pintu rumah yang tidak terkunci. Pasti mamahnya sedang berada di ruang tamu sehingga membiarkan pintu terbuka.

"Assalamu'alaikum mah"

Tak ada jawaban. Marsha tak menemukan mamahnya di ruang tamu. Ia memutari pandangan ke segala penjuru rumah, namun tidak menunjukkkan tanda-tanda keberadaan mamahnya. Lantas ia memutuskan pergi ke dapur, mungkin mamahnya sedang memasak disana walaupun sama sekali bukan kebiasaan mamahnya memasak di sore hari begini.

Saat hendak melangkah ke dapur, Marsha mendengar suara dari ruang keluarga. Tak berpikir panjang, ia mendatangi arah suara tersebut. Dilihatnya mamahnya sedang memegang sebuah foto keluarga sambil bergumam lirih yang masih bisa didengar Marsha. Memandangi 4 orang difoto itu dengan sendu, keempatnya sedang tertawa bahagia di halaman rumah yang dipenuhi dengan bunga yang sedang bermekaran.

"Kapan kita bisa berkumpul lagi seperti ini?" gumam mamahnya dengan air mata yang tanpa sadar keluar dari matanya.

"Kita jadi keluarga utuh lagi"

Be My BrofriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang