2. Tetangga Baru

5.1K 283 9
                                    


KRINGGG

Bel pulang sekolah telah berbunyi dengan kerasnya. Suara itu, suara yang sangat dinantikan oleh para murid, begitu pula diriku.

Sebelumnya, bel penanda berakhirnya kegiatan sekolah tidak terlalu berarti bagiku. Karena sekolah bukan hal yang buruk, terlebih lagi karena aku bisa bertemu dengannya di tempat itu. Hanya di tempat itu, sekolah. Tapi hari ini rasanya sangat berbeda. Sejak pagi, aku sudah mengharapkan pukul dua siang untuk segera tiba. Ya, aku ingin segera pulang.

Apa hatiku benar-benar menginginkan ini? Perjuangan yang menyakitkan ini?

"Nathan, aku duluan, ya! Hari ini aku mau pindahan," aku mendengar Adel sedikit berteriak dari arah pintu.

"Oh ya udah, Del. Hati-hati!" balas Nathan pada Adel yang mulai menghilang di balik pintu kelas.

Di kelas hanya tersisa aku dan Nathan. Mungkin jika suasana hatiku sedang tidak buruk, aku akan mengajaknya bicara. Tapi kali ini aku memilih diam tanpa menganggap bahwa keberadaan Nathan ada di sini, bersamaku.

"Soph!" baru saja aku hendak memasukkan buku-buku ke dalam tas, sebuah tangan besar secara tiba-tiba menepuk pundakku. Tidak salah lagi, pemilik suara dan tangan itu adalah Nathan.

"Apa, Than?" jawabku sembari melanjutkan kegiatanku mengemas buku-buku ke dalam tas, kemudian dilanjutkan dengan mengangkat bangku ke atas meja.

"Kok dari tadi diem aja, Soph. Sakit?" tanyanya sambil membantuku mengangkat kursi.

"Enggak, Than. Pulang dulu, ya," tidak ingin melanjutkan percakapan ini, aku pun segera mengakhirinya dan pergi keluar kelas, meninggalkannya sendirian di dalam.

Dasar, Nathan. Memang dia pikir karena siapa aku jadi diam seperti ini?

***

Kebetulan, sekolah ini dekat dengan rumahku. Jadi, untuk masa SMA ini aku akan pulang dan pergi ke sekolah dengan berjalan kaki.

Berjalan kaki menuju sekolah itu sangat menyenangkan. Aku tidak perlu menunggu jemputan, tidak perlu berdesak-desakan mengambil kendaraan di tempat parkir, juga tidak perlu menunggu antrean yang begitu panjang untuk dapat keluar dari gerbang sekolah menggunakan kendaraan pribadi.

ZRASHH

Berjalan kaki memang menyenangkan. Tapi sialnya, hari ini aku lupa membawa payung. Dan aku harus menunggu. Aku berdesak-desakan di teras sekolah untuk menunggu hujan reda. Menunggu hujan reda bahkan terdengar lebih parah dari menunggu jemputan.

Ketika sedang berdiam menunggu hujan reda, tiba-tiba kedua mataku menangkap Nathan yang tengah berlari ke arahku. Nathan berlari dari tempat parkir mobil di tengah hujan, tanpa menggunakan payung. Ia terlihat sangat basah karena air hujan.

"Aduh, dingin! Geser dong, Soph," ujarnya ketika ia sampai di teras tempatku berdiri.

"Lagian salah kamu, Than. Udah tau hujannya deres kayak gitu, kamu nekat lari ke parkiran mobil," jawabku.

"Yah, soalnya tadi aku kira itu jemputan aku. Ternyata bukan," balasnya kepadaku.

Suasana yang paling aku benci, tercipta lagi di antara kami berdua. Suasana canggung. Bagaimana bisa aku tidak canggung setiap aku berada di dekatnya? Aku tidak bisa.

Hatiku berdegup dengan sangat kencang setiap pujaan hatiku berada di dekatku.

Dan saat ini, lengan kami hampir bersentuhan. Di sini begitu ramai, sehingga tidak ada tempat yang cukup luas untuk berdiri.

Si Tampan dan Gadis Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang