13. Asing

4.3K 292 82
                                    

KRING!!

Bel penanda istirahat telah berbunyi. Segera kurapikan barangku sebelum beranjak pergi keluar kelas. Kutolehkan kepalaku ke bangku belakang, tempat dimana Nathan duduk. Ia tertidur, tampak pulas. Aku tidak pernah melihatnya tidur di jam pelajaran sebelumnya. Melihat pemandangan yang begitu asing ini membuatku merasa bersalah.

Tunggu, jangan geer. Mana mungkin dia begadang hanya karena chatting semalam?

Yah, walau hatiku berkata demikian, tapi tetap kulangkahkan kakiku mendekat ke arah Nathan. Tapi sebelum aku dapat mencapai di tempat Nathan berada, sebuah tangan menepuk pundakku seraya berkata, "Ayo ke kantin, Soph." Suara itu tidak salah lagi adalah milik Adel.

Jujur saja, aku ingin menolak permintaan Adel. Aku merasa tidak nyaman berada satu kelompok dengan Adel, kau tahu kenapa. Teman-teman Adel, juga dirinya, adalah orang yang cukup populer. Dengan penampilan yang memukau hingga menyilaukan, aku merasa tidak pantas berada di samping mereka. Tapi sayangnya, aku terlalu bodoh. "Eh, iya. Ayo." Aku menyetujui ajakannya.

"Tunggu, Soph!" Ketika kakiku hampir mencapai pintu kelas, tiba-tiba suara Stefan memaksaku untuk menghentikkan langkahku.

"Ya?" balasku terhadap panggilannya yang memekakkan telinga. Adel juga ikut menghentikkan langkahnya ketika melihatku berbalik arah dan berjalan ke arah Stefan.

"Titip dong."

"Titip apa?"

"Nasi bungkus deh, dua. Than, mau nggak? Woi, bangun!" Stefan berteriak ke arah Nathan sembari menggoncang-goncangkan tubuh Nathan yang tampak begitu nyaman menikmati minpi indahnya.

"Hey, jangan diganggu! Mumpung lagi istirahat, biarin dia tidur dulu. Nanti banguninnya waktu udah masuk. Udah, ah! Ganggu aja," kata Adel tiba-tiba seraya menarik tanganku untuk menjauh dari Stefan dan Nathan. Tapi sebelum ia sempat membawaku lebih jauh keluar kelas, aku berkata, "Eh, tunggu sebentar. Aku mau minta uangnya ke Stefan. Uangku kurang. Sebentar, ya." Aku menahan tubuhku dari tarikan tangan Adel. Aku meminta uang untuk membeli milik Stefan karena jujur saja, uangku tidak bisa untuk menampung pembelian Stefan.

Aku julurkan tanganku ke arah Stefan. Tanpa berkata apapun juga pasti dia tahu apa yang kumaksud. Kulihat Stefan merogoh kantongnya, lalu mengeluarkan beberapa lembar uang. Namun sebelum uang itu mendarat di telapak tanganku, ada sesuatu lain yang menyambut hangat tanganku.

Itu tangan Nathan. Ia menggenggam telapak tanganku. Hal itu sontak membuatku menarik kembali  tanganku yang terjulur. Jantungku berdegup kencang, wajahku menghangat. Dan aku penasaran, seberapa merahkah wajahku saat ini?

Apaan sih?!

"Aku ikut, Soph." Dan hanya dengan satu kalimat itu, jantungku rasanya mau meledak. Kepalaku seperti akan pecah dalam hitungan detik. Seberapa merah, seberapa merah wajahku saat ini?! Sial!

***

"Mau gabung sama temen-temenku, Than?" tanya Adel pada Nathan yang tengah membeli coklat batang dan pesanan Stefan.

"Gausah, makasih. Aku langsung balik aja sekalian kasih pesenan Stefan. Kasihan dia nanti nunggu kelamaan," jawab Nathan dengan pandangan yang masih tertuju ke penjaga kantin sembari membayar semua pembeliannya.

"Ah, yaudah. Aku sama Sophie duluan kalau gitu."

"Loh, Sophie ikut aku. Iya kan, Soph?" Perkataan Nathan tersebut benar-benar membuatku amat terkejut. Setengah mati rasanya aku menahan agar tidak berteriak. Sungguh, hari ini ia benar-benar membuat seluruh tubuhku hampir menjadi debu karena meledak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Si Tampan dan Gadis Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang