"Eh? Sophia, kok nangis lagi?""Eh? Enggak kok, Bu. Demi apa aku kaget itu pintunya kebanting keras banget. Aku orangnya cengeng banget, ya. Jadi dikit-dikit air mata netes, Bu," jawabku sembari menghapus sedikit air mata yang berhasil lolos dari kedua mataku.
"Jangan bohong, Soph. Apa itu karena anak gadis tetangga baru? Apa dia temanmu?" tanya Ibuku lagi. Bagaimanapun juga, ia adalah Ibu yang telah membesarkanku sejak aku lahir hingga saat ini. Tentu saja Ibu bisa dengan mudahnya mengetahui kebohonganku, bukan?
"Iya, aku kenal. Dia teman sekelasku."
"Apa kalian ada masalah?"
"Tidak sama sekali. Aku dengan dia nggak dekat." Kalimat yang keluar dari mulutku tersebut menjadi penutup obrolan singkat kami baru saja. Seusai aku mengucapkannya, Ibu tidak membalasku, kemudian segera melanjutkan kegiatan makannya.
Hening. Tidak terdengar lagi suara dari luar. Yang terdengar hanya kicauan burung, dan suara dentingan material kaca yang terjadi akibat adanya pertemuan antara sendok dengan mangkok.
"Sophia, Ayah ingin kamu berhenti bikin Ibu khawatir."
***
Hari ini aku berangkat sekolah dengan mood yang buruk. Bodoh, aku tidak bisa melupakan hal semalam. Padahal aku sudah berkata pada diriku bahwa hari ini aku akan kembali menjadi Sophia yang penuh semangat, Sophia yang Ayah suka.
"Pagi, Soph!" Ketika aku sedang dalam perjalananku menuju kelas, tiba-tiba Nathan menyapaku dengan kerasnya. Hal itu cukup membuatku terkejut.
"Pagi," balasku tanpa mengarahkan pandanganku pada Nathan, dan masih fokus berjalan menuju ruang kelas.
"Pagi-pagi kok kayaknya udah bete, Soph?" tanya Nathan.
"Nggak papa, Than. Masih ngantuk aja," balasku singkat. Karena kejadian di sekolah kemarin, aku rasa aku masih merasa tidak ingin bertemu dengan Nathan.
"Udah dipinjemin payung, masih aja sewot. Terima kasihmu mana, heh?!" tiba-tiba ia menepuk pundakku sambil tertawa kecil. Tawa itu, tawa yang selalu menjadi musik dalam telingaku.
Eh, tunggu. Payung?
"Eh, Than! Ya ampun, aku lupa bawa payungmu!" Ya Tuhan, bisa-bisanya aku lupa bahwa kemarin Nathan menyelamatkanku dari hujan yang begitu deras. Kalau begini, aku tidak bisa marah padanya lagi. Aku sangat berhutang.
"Santai, Soph."
"Nathan!" suara keras seorang gadis yang terdengar dari belakang mengejutkan kami. Suara itu membuat kami berdua berhenti melangkah. Tanpa perlu aku menoleh untuk mengetahui si pemilik suara, aku sudah tahu bahwa ia adalah Adel.
"Halo, Del," jawab Nathan singkat.
"Hari ini duduk sama aku lagi, ya!"
"Eh? Maaf, baru saja cewek cupu ini sudah booking tempat duduk bareng aku. Maaf ya, Del. Lain kali," jawabnya lagi sambil memegang pundakku.
HAH?! Dia berbohong!
"T-Than! Kamu sudah gi--"
"Udah, ayo!" Kalimat Nathan tersebut berhasil memotong perkataanku. Ia mendorong tubuhku pergi ke kelas dan meninggalkan Adel sendirian di belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/63523711-288-k913103.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Tampan dan Gadis Buruk Rupa
RomanceMelalui kisah ini, akan kuberi tahu pada kalian bahwa seekor bebek juga dapat memperoleh kehidupan layaknya seekor angsa. Si buruk rupa juga boleh mengharapkan pasangan hidup idaman layaknya si rupawan. Dan cinta sejati itu tidak memandang rupa, n...