~Raisa pov~***
Tiga hari begitu cepat berlalu dan ulang tahun Aina sudah di depan mata. Setelah pulang sekolah aku langsung mempersiapkan semua senjataku untuk tampil istimewa. Gaun, high heels, satu set alat make up dan tentu saja kado spesial untuk sahabatku yang jahil dan cerewet itu.
Setelah mandi aku segera masuk kamar dan mengeluarkan gaun yang sudah kusetrika dengan rapi. Mini dress berbahan siffon yang ringan dan berwana peach itu desainnya simple, panjangnya selutut dengan potongan half circle, bagian bawahnya dibuat agak bertumpuk seperti renda jadi kesannya sangat imut.
"Untung minggu lalu gue beli dress ini, kalau enggak, bisa pusing setengah mati gue mau pakai baju apa sekarang?" gumamku, lalu kuputar tubuhku di depan cermin. Roknya ikut berputar lalu jatuh dengan sempurna.
"Perfect!" seruku.
Apalagi jika aku padukan dengan jepitan cantik bermanik manik yang ku sematkan di antara rambut, plus polesan make up tipis pasti akan membuat penampilanku menjadi lebih sempurna. Untung saja aku sedikit tau cara berdandan. Setelah menggunakan alas bedak dan mengaplikasikan bedak sampai rata, aku segera mengambil eye shadow dengan warna natural. Tak perlu menor, cukup memberi warna saja. Kulukis kelopak mataku dengan eyeliner pen serta kulentikkan bulu mata dengan maskara.
"Yap, mata sudah selesai sekarang pipi dan lipstik...," gumamku sendiri.
Ku ambil blush on berwarna coral pink, kusapukan blush dengan bulu lebat keatas kotak blush on, kutiup ujungnya sedikit dan langsung kuusap pada kedua belah pipiku bergantian. Tepat di tulang pipi untuk membuat efek pipi tirus dan kesan elegan. Rambutku di sisi kanan kuselipkan ke belakang telinga, lalu kusematkan jepitan manik berbentuk daun disana. Ah ya! Manis sekali! Simple, sederhana tapi... semoga dia suka.
"Yapp! Beres. Semoga Ryan datang dan dia lihat aku," gumamku sendiri di depan cermin.
Kutatap bayangan ku sendiri dengan hati yang dag-dig-dug tak karuan. Gaun berwarna peach ini sangat cocok dengan kulitku, ukurannya juga pas. Dalam hati aku merasa geli sendiri, ini kali pertama aku berdandan seperti ini. Padahal biasanya aku selalu nyaman dengan hanya berbedak tipis dan lip gloss saja. Itupun kalau aku sedang mood untuk menggunakan kedua benda itu. Kalau tak mood ya cukup cuci muka dan menyisir rambut saja, jadilah. Sesaat sebelum aku pergi, sempat kulirik sebuah novel dengan cover cantik di atas tempat tidur.
"Cinta bukan permainan," gumamku. Penulis favoritku, Nana Sastrawan. Novel itu yang mengantar aku bertemu dengan Ryan untuk pertama kalinya.
Ah, aku jadi kangen!
***
"Cepetan dong Raisa! Ini acara sudah mau mulai kok elo belum datang juga sih?" sewot Aina melalui telepon. Aku hanya nyengir kuda sambil menyetop sebuah taksi.
"Iya, maaf deh! tadi gue nyari sepatu dulu...," jawabku. "Emang Citra udah dateng?" tanyaku balik.
"Yaiyalah udah dari tadi keless..." jawab Aina dengan nada kesal.
"Owhhh, ok!"
Aku tak mau mengatakan bahwa aku tadi lama karena aku berdandan. Jadilah sekarang aku harus tergesa-gesa dan memaksa sopir taksi untuk sedikit lebih ngebut. Jika tidak, aku akan ketinggalan banyak waktu berharga serta Aina pun tak akan memaafkan aku jika aku terlambat.
Rumah Aina cukup jauh dari kompleks tempat aku tinggal, dengan menggunakan taksi membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit. Jika aku tidak minta sopir untuk sedikit ngebut, bisa bisa waktunya molor sampai setengah jam dan aku pasti benar-benar tak termaafkan. Hatiku terasa semakin tak karuan ketika memasuki gerbang perumahan dimana Aina tinggal, lutukku lemas dan keringat dingin mulai bermunculan di punggungku. Ini gara-gara aku merasa gugup membayangkan ada Ryan di rumah Aina, dengan setelan resmi yang sangat tampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Of Losing
RomanceAku tak pernah tahu betapa sakitnya terjaga dari mimpi tanpamu, betapa pedihnya mengenangmu. Cinta memang tak harus memiliki, tetapi bukan rela kehilangan seseorang yang kita cintai. Ketakutan-ketakutan yang tiba-tiba hadir menjelma dalam hatiku, ke...